Salin Artikel

50 Tahun Perjalanan PDI-P: Jejak Dualisme Kepemimpinan Partai dan Kedigdayaan Megawati

JAKARTA, KOMPAS.com - PDI Perjuangan merayakan hari jadi yang ke-50 pada hari ini, 10 Januari 2023.

Bukan waktu singkat buat sebuah partai politik. Usia emas itu dicapai partai banteng melalui perjalanan panjang dan penuh dinamika.

Sejarah mencatat, PDI-P pernah menjadi partai nomor sekian yang dipandang sebelah mata.
Namun, perlahan, di bawah nama besar Megawati Soekarnoputri, "partai wong cilik" tersebut tumbuh sebagai parpol digdaya.

Dalam perjalanannya, PDI-P lama berkiprah sebagai oposisi. Meski, beberapa tahun belakangan, Mega dan jajarannya berjaya sebagai partai penguasa.

Berikut 50 tahun perjalanan PDI-P sebagai salah satu partai tertua yang hingga kini masih eksis di Indonesia.

Cikal bakal

Kelahiran Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) diawali dengan berdirinya Partai Demokrasi Indonesia (PDI). PDI sendiri merupakan bentuk peleburan atau fusi dari sejumlah partai politik.

Saat itu, sejumlah parpol golongan nasionalis bergabung menjadi satu, di antaranya Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan Soekarno pada 4 Juli 1927.

Selain PNI, ada pula Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan Partai Katolik.

Tepat 10 Januari 1973, kelimanya sepakat membentuk wadah baru bernama Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Tanggal inilah yang hingga kini diperingati sebagai hari lahir PDI Perjuangan.

Guncangan besar

Lahir pada era Orde Baru rezim Presiden Soeharto, PDI yang kental dengan semangat ideologi Soekarno kerap diintervensi pemerintah. Partai berlambang banteng itu juga berkali-kali mengalami konflik internal.

Guncangan besar di tubuh PDI bermula ketika Megawati bergabung ke partai tersebut pada 1987. Saat itu, PDI dipimpin oleh Soerjadi.

Rupanya, kehadiran Megawati berhasil mendongkrak elektabilitas partai. Sebelumnya, PDI selalu menjadi partai buntut pada setiap pemilu dengan perolehan suara tak lebih besar dari Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Popularitas Megawati pun terus memelesat. Ini membuat Soerjadi merasa terancam dan ketar-ketir.

Tahun 1993, Soerjadi kembali terpilih sebagai Ketua Umum PDI. Namun, jalan Soerjadi untuk kembali duduk di tahta tertinggi partai tersendat lantaran dia diterpa isu penculikan kader.

Atas dugaan itulah, PDI menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya. Dari KLB tersebut, Megawati terpilih sebagai Ketua Umum PDI, merebut kursi pimpinan tertinggi partai dari Soerjadi.

Terpilihnya Megawati itu dikukuhkan dalam Musyawarah Nasional (Munas) yang digelar pada 22 Desember 1993 di Jakarta. Megawati resmi menjabat Ketua Umum PDI periode 1993-1998.

Namun, baru 3 tahun berjalan, PDI menggelar Kongres di Medan. Lewat kongres yang digelar 22 Juni 1996 itu, Soerjadi dinyatakan sebagai ketua umum PDI masa jabatan 1996-1998.

Dari situlah, lahir dualisme kepemimpinan, menghadapkan Megawati dengan Soerjadi.

Sementara, pemerintah melalui Kepala Staf Sosial Politik ABRI saat itu, Letjen Syarwan Hamid, mengakui Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI hasil Kongres Medan pimpinan Soerjadi.

Walhasil, hasil Munas Jakarta tak dianggap. Kepemimpinan Megawati tidak diakui.

Jelang akhir Juli 1996, isu perebutan DPP PDI menguat. PDI kubu Mega menjaga kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, siang dan malam.

Puncaknya, 27 Juli 1996 terjadi tragedi kelam di kantor DPP PDI yang lantas dikenal sebagai peristiwa Kudatuli atau Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli.

Bentrok antara kubu Megawati dan Soerjadi tak terhindarkan. Sepanjang pagi hingga malam, kerusuhan pecah dengan massa yang saling lempar batu dan paving block.

Aksi bakar membakar juga tidak terelakkan. Api berkobar melalap tiga bus kota, beberapa bus tingkat, dan gedung di Jalan Salemba yang diduga ulah massa pendukung Soerjadi dan Megawati.

Massa baru berhasil dibubarkan pada malam hari setelah aparat mendatangkan lima panser, tiga kendaraan militer khusus pemadam kebakaran, 17 truk, dan sejumlah kendaraan militer lain.

Dalam peristiwa tersebut, aparat menangkap setidaknya 171 orang yang diduga melakukan perusakan dan pembakaran. Rinciannya, 146 massa pendukung Megawati dan oknum lainnya, lalu 25 orang pendukung Soerjadi.

Menurut kesimpulan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), 5 orang tewas dalam kerusuhan berdarah ini. Lalu, 149 orang luka-luka, 23 hilang, dan 136 ditahan.

Dari PDI ke PDI-P

Dua tahun berselang tepatnya setelah Soeharto lengser, Megawati dikukuhkan sebagai ketua umum PDI periode 1998-2003 melalui Kongres ke-V di Denpasar, Bali.

Putri proklamator itu lantas mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan (PDI-P) pada 14 Februari 1999. Laporan Harian Kompas yang terbit pada 15 Februari 1999 menyebutkan, saat deklarasi itu Megawati disambut 200.000 simpatisannya.

Pada Pemilu 1999, popularitas PDI-P meroket dan berhasil menjadi pemenang dengan mengantongi sekitar 36,6 juta suara pemilih.

Saat itu, Megawati dipilih Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai Wakil Presiden mendampingi Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Dua tahun berselang, dia naik ke tampuk kekuasaan RI-1 setelah Gus Dur lengser.

Oposisi jadi penguasa

Peneliti Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati mengatakan, selama 50 tahun tampil di pentas politik, PDI-P mengalami banyak dinamika. Turbulensi besar-besaran pernah terjadi pada era dualisme kepemimpinan Megawati dan Soerjadi.

Partai berlambang banteng itu juga jatuh bangun dari menjadi partai oposisi sepanjang Orde Baru, lalu berkuasa sesaat setelah tumbangnya Soeharto, dan kembali menjadi oposisi selama 2004-2009 ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memimpin pemerintahan.

Barulah, pada Pemilu 2014 dan 2019, PDI-P dapat kembali menikmati kekuasaan setelah berhasil mengantarkan Joko Widodo ke kursi RI-1.

"Baru beberapa tahun terakhir ini PDI-P bisa mengenyam kekuasaan panjang," kata Wasisto kepada Kompas.com, Senin (9/1/2022).

Wasisto mengatakan, 50 tahun bukan waktu sebentar buat partai politik bertahan. Menurut dia, langgengnya eksistensi PDI-P didasari sejumlah faktor, salah satunya karena kekuatan ideologi yang diusung partai merah tersebut.

Sejak awal berdiri, PDI-P berpegang teguh pada prinsip nasionalisme tanpa embel-embel lainnya. Konsistensi inilah yang dinilai berhasil memikat massa.

Selain itu, nama besar Seokarno dalam sejarah lahirnya PDI-P juga turut mempengaruhi kebesaran partai. Ditambah lagi, daya pikat Megawati yang berasal dari trah Bung Karno.

"Bagaimanapun Bung Karno sebagai Proklamator itu pengaruhnya masih besar, diidolakan di berbagai kalangan," ujar Wasisto.

Oleh karenanya, Wasisto menduga, HUT ke-50 PDI-P hari ini bakal dirayakan sebagai momen perjalanan panjang partai wong cilik tersebut.

Dia pesimistis perayaan ulang tahun partai itu akan disertai dengan deklarasi pencalonan presiden dari PDI-P untuk Pemilu 2024.

"Tema ultah emas ini sepertinya digunakan untuk merayakan kelanggengan kekuasaan dari partai yang masih bisa bertahan hingga saat ini. Lebih pada narasi glorifikasi PDI-P yang mampu bertahan 50 tahun sekarang," tutur Wasisto.

https://nasional.kompas.com/read/2023/01/10/05200001/50-tahun-perjalanan-pdi-p--jejak-dualisme-kepemimpinan-partai-dan

Terkini Lainnya

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke