Hal itu terjadi saat Irfan menjadi saksi dalam kasus obstruction of justice terkait kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/12/2022).
Awalnya, Irfan mengaku diperintahkan untuk mengambil DVR CCTV di pos satpam dekat rumah Ferdy Sambo oleh mantan Kaden A Biro Paminal Divisi Propam Polri, Kombes Agus Nurpatria.
Dalam proses pengambilan DVR CCTV, Irfan menghubungi teknisi CCTV bernama Afung. Afung merupakan teknisi CCTV yang biasa digunakan jasanya oleh Bareskrim.
Irfan memesan kepada Afung sebanyak dua DVR CCTV berwarna hitam ke Kompleks Polri Duren Tiga.
"Pak Afung, tolong pesankan saya dua DVR CCTV warna hitam yang biasa dipakai untuk tempat umum," ujar Irfan.
Adapun pemesanan DVR CCTV itu dilakukan pada 9 Juli 2022 sore atau satu hari setelah kejadian pembunuhan Brigadir J.
Afung baru datang membawa DVR CCTV sekitar pukul 17.30 WIB.
"Setelah Afung datang saya berjalan dengan Afung dan dua anggota saya. Setelah masuk pos satpam, saya masuk. (Saya bilang ke satpam) 'Malam Pak, saya diperintah ganti CCTV'" tutur dia.
Setelah mengganti DVR CCTV di pos satpam dengan yang baru, DVR CCTV lama diserahkan oleh Irfan kepada pihak Propam.
Irfan pun melaporkan hasil kerjanya kepada Agus Nurpatria.
Setelah itu, Irfan membayar jasa dan DVR CCTV yang telah dibeli dari Afung.
Namun, ternyata, Irfan meminjam uang dari temannya untuk membeli DVR CCTV itu.
"Saya bayar. Pakai uang teman saya. (Namanya) Indra," kata Irfan.
Jaksa pun bertanya kenapa Irfan tidak membayar DVR CCTV dengan uangnya sendiri.
Kepada jaksa, Irfan mengaku saat itu tidak membawa uang tunai. Walhasil, Irfan meminta tolong temannya yang bernama Indra untuk mentransfer uang ke rekening Afung.
"Saya hubungi kan, saya tanya sama Afung, 'Ini berapa semua totalnya?' Ya sudah saya minta tolong bayarkan. Setelah itu, 'Fung katanya (Indra) sudah dibayarkan, coba kamu cek'" kata dia.
Jaksa heran kenapa Irfan meminta tolong temannya, bukan meminta tolong kepada atasannya, yakni mantan Kanit I Subdit III Dittipidum Bareskrim AKBP Ari Cahya Nugraha atau Acay.
Apalagi, Irfan tidak tahu alamat rumah Indra. Padahal, biaya pembelian DVR CCTV mencapai Rp 3 juta.
"Teman enggak tahu alamatnya kok percaya bayar Rp 3 juta. Ini kan agak menggelitik. Ini saudara yang pesan tapi bukan saudara yang bayar, orang lain (yang bayar) pakai m-banking," tutur Jaksa.
"Siap, kan nanti saya ganti (uang Indra)," kata Irfan.
"Bukan masalah ganti apa enggak. Kenapa harus dia? Teman itu anggota Polri atau apa pekerjaannya?" kata Jaksa.
Saat menjawab pertanyaan Jaksa, Irfan tertawa. Jaksa pun menyentil Irfan yang tertawa.
"Teman bisnis saja, Pak. Ha ha, teman saja, Pak," ucap Irfan.
"Jangan ketawa! Ini menggelitik lho. Jangan ketawa-ketawa. Kan Saudara bisa telepon Acay. Inisiatif siapa? Kenapa saudara menghubungi Indra?" cecar Jaksa.
"Inisiatif saya," kata peraih Adhi Makayasa itu.
"Saudara enggak tahu alamatnya? Saudara punya teman, bayar, tapi enggak tahu alamatnya. Baik," kata Jaksa.
https://nasional.kompas.com/read/2022/12/15/14285051/peraih-adhi-makayasa-disentil-jaksa-karena-tertawa-saat-cerita-beli-dvr-cctv