Salin Artikel

RKUHP Disahkan, Berkah atau Musibah?

RKUHP bisa jadi merupakan produk perundang-undangan yang memakan waktu cukup lama, baik dalam penyusunan maupun dalam pembahasan dan pengesahan.

Selain itu, RUU ini juga menuai banyak penolakan sama seperti saat pemerintah dan DPR membahas dan akan mengesahkan revisi UU KPK dan UU Cipta Kerja.

Seperti revisi UU KPK dan UU Cipta Kerja, pemerintah dan DPR tetap mengesahkan RKUHP meski gelombang penolakan masih terjadi di berbagai pelosok negeri. DPR dan pemerintah terkesan mengabaikan berbagai kritik, masukan dan keberatan dari sejumlah kalangan.

Nasib kebebasan berekspresi dan demokrasi

Unjuk rasa dan aksi demonstrasi mengiringi pengesahan RUU yang banyak memicu polemik dan menuai kontroversi ini.

Unjuk rasa tak hanya terjadi di Jakarta, namun juga di berbagai kota. Mereka meminta agar pemerintah dan DPR tak terburu-buru mengetok palu. Karena, RKUHP masih memuat banyak pasal yang dinilai kontroversial.

Koalisi masyarakat sipil menilai, setidaknya ada 12 aturan bermasalah dalam RKUHP yang baru disahkan.

Di antaranya pasal yang terkait dengan living law atau hukum yang hidup di masyarakat. Pasal ini dinilai bermasalah karena membuka celah penyalahgunaan hukum adat.

Mereka juga menyoroti soal pasal hukuman mati dan penyebaran paham yang tak sesuai Pancasila serta pasal soal kohabitasi atau hidup bersama di luar perkawinan. Pasal ini berpotensi memicu persekusi dan pelanggaran ruang privat.

Secara substansi juga masih banyak pasal-pasal yang dinilai bisa mengebiri demokrasi dan mengancam kebebasan berekspresi.

Salah satunya pasal yang mengatur soal pasal penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden.

Juga pasal penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara. Pasal-pasal ini dinilai rentan digunakan untuk menyerang pihak-pihak yang berseberangan dengan kekuasaaan.

Ancaman denda dan penjara bagi peserta unjuk rasa juga dianggap dapat membuat kebebasan berpendapat menjadi mampat.

Perjalanan panjang

Upaya merevisi regulasi yang mengatur soal tindak pidana ini sebenarnya sudah dilakukan jauh-jauh hari sebelum era Presiden Jokowi.

Ide merevisi undang-undang peninggalan Belanda ini sudah ada sejak era Orde Lama. Seminar Hukum Nasional I yang digelar pada tahun 1963 menghasilkan desakan untuk membuat KUHP Nasional yang baru.

Upaya memperbaiki KUHP juga dilakukan di era Orde Baru. Sejak 1970, pemerintah sudah mulai merancang RKUHP untuk mengganti regulasi peninggalan penjajah ini.

Waktu itu, tim perancang dipimpin Prof. Sudarto dan disokong sejumlah Guru Besar Hukum Pidana di Indonesia. Namun, upaya mengganti regulasi peninggalan zaman kolonial ini tak terealisasi.

Upaya ini dilanjutkan di era Reformasi. Pada tahun 2004, tim baru penyusunan RKUHP dibentuk di bawah Prof. Dr Muladi, S.H.

Namun, RKUHP ini baru diserahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada DPR untuk dibahas pada 2012.

DPR periode 2014-2019 kemudian menyepakati draf RKUHP dalam pengambilan keputusan tingkat pertama. Namun, keputusan parlemen memicu berbagai reaksi.

Proses pembahasan dan rencana pengesahan RKUHP mendapat perlawanan dan penolakan. Ribuan orang dari beragam kalangan turun ke jalan guna menentang rencana pengesahan.

Hal ini terjadi karena draft revisi KUHP ini dinilai mengancam kebebasan berekspresi.

Selain itu juga banyak pasal-pasal yang dinilai tidak sesuai dengan iklim demokrasi di negeri ini. Pada September 2019, Presiden Jokowi akhirnya meminta agar DPR menunda pengesahan RKUHP. Jokowi juga memerintahkan agar pasal-pasal yang bermasalah ditinjau kembali.

Dilempar ke Mahkamah Konstitusi

Kini RKHUP yang berkali-kali memicu kontroversi ini sudah disahkan. Namun, secara umum tidak ada perubahan yang berarti terkait substansi.

Gelombang penolakan memang kembali terjadi. Namun kali ini pemerintah dan DPR memilih ‘tutup mata dan telinga’.

Kita semua sepakat, KUHP warisan Belanda memang harus dikoreksi dan diperbaiki. Itu dilakukan agar regulasi yang mengatur soal tindak pidana relevan dengan kondisi kekinian. Juga agar sebagai bangsa kita memiliki kitab undang-undang hukum pidana ‘karya’ sendiri.

Namun, hendaknya pemerintah dan DPR mendengarkan dan memperhatikan berbagai kritik dan masukan.

Karena, keterlibatan masyarakat untuk memberikan saran atau masukan dalam proses penyusunan undang-undang adalah sebuah keniscayaan karena sudah diatur dan dijamin undang-undang.

Bukan sebaliknya. Kritik dan masukan diabaikan, lalu bagi masyarakat yang tak sepakat disuruh untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

Sementara kita semua mafhum institusi penegak konsitusi ini tak lagi ‘suci’ sejak DPR RI merasa bisa memecat dan mengangkat hakim konstitusi seenaknya sendiri.

Akankah gelombang penolakan KUHP baru akan terus dilakukan? Lalu, apakah KUHP baru ini akan lebih baik dari KUHP peninggalan Belanda?

Saksikan pembahasannya dalam talkshow Satu Meja The Forum, Rabu (7/12/2022), di Kompas TV mulai pukul 20.30 WIB.

https://nasional.kompas.com/read/2022/12/07/12381171/rkuhp-disahkan-berkah-atau-musibah

Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke