Salin Artikel

Jaksa KPK Sebut Keberadaan Eks KSAU Agus Supriatna Tidak Jelas

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK) Arif Suhermanto menyebut, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna tidak berada di dua kediamannya.

Kediaman tempat keberadaan Agus menjadi penting agar Jaksa KPK bisa mengirimkan surat panggilan pemeriksaan dan diterima oleh purnawirawan itu maupun keluarganya.

Adapun Agus sudah dua kali dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi dugaan korupsi pembelian helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101 di TNI AU tahun 2015-2017 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Namun, ia terus mangkir.

Perkara ini menjerat Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh sebagai terdakwa tunggal.

“Kami juga menanyakan pada Dinas TNI tapi juga tidak ada informasi mengenai keberadaan yang bersangkutan,” kata Arif kepada Majelis Hakim Tipikor Jakarta Pusat, Senin (28/11/2022).

Arif mengungkapkan, KPK telah mengirimkan surat pemanggilan itu ke kediaman Agus di Jalan Trikora 69, Halim Perdana Kusumah, Jakarta Timur.

Akan tetapi, penjaga di lokasi tersebut mengatakan bahwa Agus sudah tidak tinggal di rumah tersebut. Informasi serupa juga disampaikan pihak TNI.

Kemudian, KPK juga telah mengirimkan surat panggilan itu ke kediaman Agus yang berada di Jalan Raflesia, Bogor.

“Di alamat Jalan Raflesia Bogor juga tidak ada, Yang Mulia,” ujar Arif.

Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Djuyamto mengatakan, surat panggilan KPK itu harus dipastikan sudah diterima Agus, keluarga, maupun pembantunya.

Menurut Djuyamto, kepastian ini menjadi penting untuk menentukan sikap Majelis Hakim terhadap perilaku Agus yang tidak memenuhi panggilan Jaksa KPK.

Ia menekankan agar surat panggilan tersebut benar-benar harus diterima oleh Agus. 

“Nomor satu panggilan itu kan harus sah dulu. Sah, yang kedua patut paling tidak, dua (sampai) tiga kali, dari sah dan patut itu akan digunakan Majelis Hakim untuk mengambil sikap,” kata Djuyamto.

Ditemui usai persidangan, Arif mengatakan, pihaknya masih akan mengonfirmasi kembali penyampaian surat tersebut. Sebab, surat itu diterima penjaga di depan rumah.

Arif menuturkan, pihaknya telah memanggil Agus dengan bantuan pihak TNI.

KPK telah bersurat kepada Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, KSAU saat ini, Marsekal Madya Fadjar Prasetyo.

KPK juga mengirimkan surat pemanggilan itu melalui kantor Pos dan langsung ke kediamannya. Arif menyebut setelah surat itu dikirimkan terdapat tanda terima.

“Tentu, kalau semua pihak-pihak yang kita minta bantuan ada tanda terimanya,” kata Arif.

Sebelumnya, Agus kembali mangkir dari panggilan Jaksa KPK. Nama Agus bukan hanya terseret dalam kasus dugaan korupsi ini. Jaksa menduga Agus menerima jatah Rp 17.733.600.000 atau Rp 17,7 miliar.

Jumlah itu senilai 4 persen dari jumlah uang yang dibayarkan pada termin pertama. Jatah ini disebut sebagai Dana Komando (Dako).

Dalam dakwaannya, Jaksa menyebut Irfan memperkaya diri sendiri 183.207.870.911,13; korporasi Agusta Westland 29.500.00 dollar AS atau Rp Rp 391.616.035.000; serta perusahaan Lejardo. Pte.Ltd., sebesar 10.950.826,37 dollar AS atau Rp 146.342.494.088,87.

Irfan juga didakwa membuat negara mengalami kerugian sebesar Rp 738,9 miliar.

Bantahan Agus

Sebelumnya, Agus melalui kuasa hukumnya, Pahrozi menyebut bahwa isi dakwaan yang disusun jaksa KPK merupakan tudingan tendensius dan pesanan. Ada dua indikator yang mendasari pernyataannya tersebut.

Pertama, kata dia, di dalam dakwaan disebutkan bila terdakwa bersama-sama dengan kliennya, salah satunya menerima sesuatu dari terdakwa. Namun, tidak disebutkan di dalam dakwaan apakah kliennya menerima atau tidak uang yang diberikan terdakwa.

“Kita bicara dakwaan, dakwaan itu kan tuduhan, dalil. Sangat tendensius. Yang kedua, patut diduga kuat merupakan pesanan,” kata Pahrozi, Kamis (13/10/2022).

Ia pun menilai bila dakwaan yang disampaikan jaksa merupakan tuduhan yang serius, melukai rasa keadilan dan merendahkan martabat purnawirawan TNI. Ia mengklaim, Agus bahkan belum pernah melihat pengusaha itu, alih-alih menerima uang dari Irfan.

“Jangankan melihat, ada janji apapun tidak pernah dengan swasta,” ujarnya. Di sisi lain, ia juga mempersoalkan isi dakwaan lantaran sebelumnya Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI telah menghentikan perkara ini.

Alasan tak hadir dalam sidang

Agus Supriatna menilai pemanggilan yang dilakukan oleh Jaksa KPK tidak benar. Agus sudah dua kali dipanggil tapi tidak datang.

Sebagaimana diketahui, pengadaan helikopter itu dilakukan di lingkungan TNI AU pada 2015-2017. Perkara ini menjerat terdakwa PT Direktur Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh sebagai terdakwa tunggal.

“Iya kan enggak benar itu, itu saja, iya kan? Segala sesuatu itu harusnya benar lah,” kata Agus saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Selasa (29/11/2022). 

Agus mengatakan, segala sesuatu, termasuk pemanggilan seorang saksi memiliki aturan. Hal ini, menurutnya, juga berlaku di lingkungan prajurit TNI.

Ia kemudian menyebut keberadaan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer. Ia mengingatkan produk hukum yang sudah lebih dulu terbit dari pendirian KPK itu dihargai.

“Undang-undang Peradilan Militer itu sudah lebih dulu dari 1997 sudah keluar. 1997 coba, undang-undangnya. Masa undang-undang yang lebih dulu enggak dihargai,” kata dia.

“Segala sesuatu itu baca, tanya dulu ada enggak aturannya di TNI, ada enggak kan gitu. TNI ada aturan sendiri, apa-apa pakai aturan sendiri,” ujarnya.

Catatan redaksi: berita ini telah mengalami pembaharuan pada tanggal 29 November 2022. Redaksi memasukkan hak jawab pihak Agus Priatna terkait ketidakhadirannya dalam persidangan.

https://nasional.kompas.com/read/2022/11/28/19305181/jaksa-kpk-sebut-keberadaan-eks-ksau-agus-supriatna-tidak-jelas

Terkini Lainnya

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke