Sebab, menurutnya, pemilih PAN merupakan pemilih yang rasional dan bergerak berdasarkan isu yang berkembang di masyarakat.
“Oleh karena itu di survei volatilitas (pergeseran) pemilih PAN relatif tinggi. Maka bergantung pada narasi, dan posisi politik kita,” ujar Eddy pada Kompas.com, Jumat (28/10/2022).
Ia mengatakan, pemilih PAN sangat bergantung pada bagaimana sikap PAN merespons berbagai keresahan publik.
“Misalnya soal bantuan sosial, masalah vaksin, sekarang soal penyakit ginjal akut,” ungkapnya.
Sementara itu, ia merasa, keputusan politik PAN bergabung dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) tak mempengaruhi pergeseran pilihan pemilihnya.
Sebaliknya, menurut dia, keputusan itu justru membawa dampak positif karena memperkuat posisi politik PAN.
Eddy mengungkapkan, yang menjadi pekerjaan rumah bagi partainya adalah memberi pemahaman pada calon legislatif (caleg) PAN di daerah. Tujuannya, agar posisi politik PAN bersama KIB dipahami oleh seluruh kader di pusat hingga daerah.
“Pada akhirnya caleg kita menjadi ujung tombak dan corong PAN untuk mengomunikasikan posisi PAN pada konstituen,” tuturnya.
Hal itu menjadi penting karena selama ini para caleg PAN di daerah justru menjadi ujung tombak untuk mempertahankan dan mendatangkan konstituen.
“Kita lihat dari pemilu ke pemilu caleg-caleg PAN yang jadi basis kekuatan kita menarik suara konstituen,” ujarnya.
Diketahui, berdasarkan survei Litbang Kompas Oktober 2022 volatilitas PAN dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) paling tinggi.
Artinya, pemilih dua parpol itu sangat mudah mengalihkan suaranya pada parpol lain.
Survei itu menunjukan volatilitas pemimpin PPP ada di angka 61,1 persen, dan pemilih PAN adalah 59,4 persen.
https://nasional.kompas.com/read/2022/10/28/17515161/survei-litbang-kompas-ungkap-potensi-pan-ditinggal-pemilihnya-sekjen