Meski demikian, hingga saat ini pihaknya belum mengetahui siapa yang memberikan perintah itu.
"Kami belum tahu juga perintah itu (dari) siapa. Kompolnas menyatakan (penembakan gas air mata) tidak diperintah oleh Kapolres (Malang) dan itu diklarifikasi dari VT bahwa jangan sampai ada kekerasan," ujar Mahfud dalam wawancara khusus bersama Rosiana Silalahi, sebagaimana dilansir dari kanal YouTube KompasTV, Sabtu (8/10/2022).
"Nah ini yang masih kami selidiki. Yang memberi perintah ini juga entah karena itu jabatannya, entah karena perintah yang liar, atau apa. Mungkin dia besok yang akan diumumkan sebagai tersangka," lanjut dia.
Mahfud mengungkapkan, berdasarkan informasi sementara, ada sejumlah personel kepolisian yang diperbantukan dari beberapa kabupaten di sekitar Kabupaten Malang untuk melakukan pengamanan.
Berdasarkan informasi sementara itu kemudian diduga ada misinformasi.
"Mungkin lalu misinformasi. Barangkali ya, kami kan masih menyelidiki. Namanya tim investigasi ini juga menjadi pertanyaan kami, kenapa bisa ada gas air mata," ungkap Mahfud yang juga Ketua Tim Gabungan Investigasi Pencari Fakta (TGIPF) untuk tragedi Kanjuruhan.
Mahfud lantas menjelaskan soal terminologi perintah liar yang dia sebutkan.
Menurut dia, hal itu bisa terjadi saat kondisi di Stadion Kanjuruhan sangat ramai dan ricuh.
Sehingga, aparat keamanan yang bertugas menangani kondisi di lapangan menerima perintah secara spontan dan langsung menembakkan gas air mata.
"Misal begini, orang teriak-teriak (rusuh) lalu ada temannnya berbisik tembak, dalam keadaan begitu kan tidak tahu, misalnya komandan kan memegang wewenang utuk memberikan," tutur Mahfud.
"Padahal yang memegang wewenang di situ ada di situ, tapi di tengah misalnya dibisikin entah oleh temannya atau oleh orang luar, yang dekat-dekat situ kan ramai sekali. Nah itu yang akan kita selidiki," imbuh dia.
Kerusuhan pecah setelah pertandingan Liga 1 2022-2023 Arema FC vs Persebaya Surabaya rampung bergulir di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada 1 Oktober.
Oknum suporter Aremania tidak terima tim kesayangannya dibekuk Persebaya Surabaya dengan skor 2-3, sehingga mereka turun ke lapangan.
Pihak keamanan berusaha mendamaikan suasana dengan menembakkan gas air mata.
Penggunaan gas air mata ini memicu polemik karena tidak sesuai dengan aturan standar keamanan FIFA.
Larangan itu tertuang dalam regulasi FIFA pasal 19 poin b tentang pengamanan dan keamanan stadion (FIFA Stadium Safety and Security Regulation).
Akibat tembakan gas air mata, timbul kepanikan massal yang membuat suporter Arema FC berdesak-desakkkan untuk berlari keluar Stadion Kanjuruhan.
Akibatnya, kelompok suporter pendukung Aremania mengalami sesak napas, pingsan, hingga meninggal dunia.
Berdasarkan laporan terakhir, terdapat 131 orang meninggal dunia dan ratusan lainnya mengalami luka-luka.
Pihak penyelenggara pertandingan disebut sudah memberikan sosialisasi kepada aparat keamanan, dalam hal ini kepolisian, bahwa penggunaan gas air mata dilarang untuk menertibkan kerusuhan di laga sepak bola.
“Sosialisasi itu memang dilakukan, hasil kita tanya kepada panpel kemarin,” ujar Ketua Komite Wasit PSSI Ahmad Riyadh dalam konferensi pers virtual pada Selasa (4/10/2022).
“Hanya saja, kepolisian menganggap dia punya SOP dalam melaksanakan adanya kerumunan, sehingga sampai tadi malam, tim PSSI dan Polri merumuskan hal baru,” imbuh dia.
“Perintah dari Presiden, liga ini diberhentikan sampai ada format baru mengenai kompetisi dan keamanan. Itu yang akan disesuaikan,” tutur Ahmad Riyadh.
“Ke depan akan berubah, bakal ada hal baru. Nanti akan ada pedoman untuk seluruh Indonesia bahwa bagaimana ke depan pengamanan yang dilakukan oleh Polri,” ujar dia.
“Sebab, Polri masuk di dalam statuta pengamanan. Hanya bagaimana, alat apa saja yang harus dibawa, antisipasinya bagaimana. Nanti hal yang baru,” ucap dia.
https://nasional.kompas.com/read/2022/10/08/11431291/mahfud-md-yang-perintahkan-tembakkan-gas-air-mata-di-kanjuruhan-mungkin-jadi