Salin Artikel

Saatnya Reformasi Jilid II

Meski begitu, publik sudah pesimistis. Tak akan pernah ada keadilan bagi korban Brigadir J.

Banyak yang menduga pelaku atau otak utama pembunuhan terlalu kuat dan mempunyai banyak dukungan dan jaringan jenderal polisi.

Presiden Joko Widodo berkali-kali memerintahkan agar kasus tersebut diusut secara tuntas dan transparan.

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo berkali-kali pula menyampaikan akan mengusut kasus polisi tembak polisi secara tuntas.

Mesti Ferdy Sambo sudah dipecat dan banding sudah ditolak, tetapi Kapolri Sigit tampak masih dalam posisi ‘bahaya’ dan khawatir akan ‘perlawanan’ yang bisa datang kapan saja.

Tiba-tiba sejumlah survei mengungkap bahwa citra Polri jatuh di mata publik. Polisi sebagai penegak hukum tak dipercaya publik. Entah kapan citra polisi bisa membaik kembali.

Di tengah citra polisi yang buruk itu, Hakim Agung Sudrajat ditetapkan sebagai tersangka suap oleh KPK.

Mahkamah Agung kerap disebut sebagai sarang mafia hukum. Hanya ‘tudingan’. Tuduhan itu sudah berlangsung sejak sebelas tahun terakhir.

Febri Diansyah, mantan juru bicara KPK, pada 2011 ketika masih menjabat koordinator monitoring ICW mengatakan bahwa ada tiga pola mafia peradilan di MA, yaitu tahap pendaftaran perkara, proses penanganan perkara, dan proses pemeriksaan perkara (Detikcom, 5/6/2011).

Pada 2013, Eva Kusuma Sundari, politisi PDIP juga berkata bahwa MA sudah berganti posisi menjadi sarang mafia sebab banyak mafia hukum bekerja di MA (Okezone, 15/1/2013).

Eva Kusuma tidak sendirian, Desmon Mahesa politisi Gerindra akhir 2020 juga menyitir MA sebagai sarang mafia (Detikcom, 20/12/2020).

Kian hari tanda-tanda ada mafia hukum di Mahkamah Agung kian terang. Selama ini barangkali hanya ‘tudingan’ karena kerapihan cara kerja para mafia hukum di MA.

Namun tertangkapnya hakim agung Sudrajat Dimyati, Hakim Yustisial, beberapa pegawai dan panitera kiranya sudah cukup alasan untuk mengatakan bahwa mafia hukum di MA benar dan nyata adanya.

Semua pihak tidak bisa lagi berdiam diri melihat praktik peradilan Indonesia yang kian hari kian memburuk.

Sebelum Dimyati, pada 2013, kasus suap di Mahkamah Agung pernah melibatkan Djodi S, staf diklat MA dengan anak buah advokad Hotma Sitompul sebagai pemberi suap.

Kemudian berlanjut pada 2020, terjadi lagi kasus gratifikasi yang melibatkan Nurhadi yang saat itu menjabat Sekretaris MA. Dan sekarang hakim agung dengan beberapa pegawai dan panitera di MA juga terjerat.

Ini menunjukkan tidak ada jera, bahkan bagi penegak hukum di MA. Sebab mereka melihat selalu ada ruang dan harapan untuk dijatuhi hukuman ringan, peluang mendapat remisi dan bahkan bebas lepas dari hukuman itu.

Terjeratnya Sudrajat Dimyati Hakim Mahkamah Agung sebagai bagian dari kasus operasi tangkap tangan (OTT) KPK menunjukkan bahwa Indonesia, tidak hanya darurat penegakan hukum, tetapi juga darurat korupsi.

Tidak ada waktu lagi untuk menunggu perbaikan dari dalam. Reformasi Indonesia jilid II harus segera dilakukan.

Undang-undang pemberantasan korupsi mesti dikembalikan pada spirit dan khittahnya di awal pembentukan lembaga KPK.

Hukuman bagi koruptor mesti diperberat demi efek jera. Bila perlu jatuhi hukuman mati untuk penegak hukum yang terlibat korupsi dan koruptor kelas kakap.

Penegak hukum yang terlibat korup mesti dijatuhi hukuman jauh lebih berat daripada orang biasa. Pasalnya, mereka tahu tentang undang-undang pidana dan telah menjatuhkan marwah pemberantasan korupsi.

Semua ini hanya bisa ditempuh dengan jalan reformasi. Semua tenaga mesti segera dikerahkan untuk mewujudkan reformasi Jilid II. Mari Bung!

https://nasional.kompas.com/read/2022/09/25/08254111/saatnya-reformasi-jilid-ii

Terkini Lainnya

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke