Salin Artikel

Keberanian Kapolri adalah Kunci

Narasi awal yang sempat dihadirkan ke ruang publik pelan-pelan mulai terbantahkan. Beberapa perwira menengah yang semula berada pada lingkaran kasus dalam balutan profesionalismenya masing-masing ternyata satu per satu mulai dilepas dari jabatannya.

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo telah memutasi 25 polisi, termasuk mencopot Irjen Ferdy Sambo dari jabatan Kadiv Propam.

Polri pun telah menetapkan Bharada Richard Eliezer atau Bharada E sebagai tersangka pembunuhan Brigadir J. Bharada E disebutkan terlibat baku tembak hingga menyebabkan tewasnya Brigadir J.

Polri menegaskan Bharada E jadi tersangka kasus pembunuhan Brigadir J adalah bagian dari komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam pengusutan kasus ini. Polri menegaskan kasus tersebut akan diungkap terang benderang.

"Ini menunjukkan komitmen Kapolri untuk mengungkap secara terang-benderang terkait kasus tersebut," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (3/8).

Di sisi lain, penanganan kasus pelan-pelan beringsut naik ke tingkatan yang lebih tinggi, dari Polres Jakarta Selatan ke Polda Metro Jaya, dan berakhir di Bareskrim Polri.

Dan yang patut diapresiasi, setelah dicopot dari jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri, akhirnya Irjen Ferdy Sambo diamankan oleh Bareskrim Polri agar investigasi lebih lanjut bisa lebih fokus.

Terlepas dari dinamika dialektis di dalam proses penanganan kasus, reputasi Kapolri secara personal dan Polri secara institusional nampaknya memang sedang dipertaruhkan.

Jadi tidak heran jika kemudian banyak yang berasumsi bahwa Polri berada pada dua pilihan dilematis antara mengutamakan reputasi institusi atau membela anak buah secara personal.

Namun, asumsi semacam itu nampaknya sangat menyesatkan karena terkesan Kapolri secara personal diasumsikan memahami apa sebenarnya yang terjadi sedari awal sehingga harus memilih di antara dua pilihan. Padahal belum tentu demikian.

Apalagi belakangan diketahui bahwa terdapat beberapa pihak yang berusaha menghalangi-halangi investigasi kasus. Konon termasuk mantan Kepala Divisi Propam sendiri, Irjen Ferdy Sambo, yang kemudian harus diamankan.

Artinya, informasi yang sampai ke meja Kapolri sedari awal memang cenderung tak utuh sehingga beliau benar-benar harus membersihkan proses investigasi terlebih dahulu dari pihak-pihak yang ingin memengaruhi hasil investigasi, sebelum masuk kepada substansi kasus.

Dengan kata lain, Kapolri secara pribadi nampaknya memang tak berpretensi dan tidak menunjukkan preferensi untuk membela anak buah jika anak buahnya ternyata melakukan kesalahan.

Pengungkapan kasus dalam Institusi sebesar Polri yang birokratis dan hirarkis memang tidak semudah berasumsi di media sosial. Dan saya kira, Kapolri sangat memahami hal tersebut.

Karena itu, dibutuhkan upaya ekstra untuk mengamankan proses investigasi di berbagai tingkatan, agar tidak ada yang mencoba-coba untuk memengaruhi proses investigasi, sekecil apapun pengaruh tersebut.

Nah, dalam rentetan proses itulah upaya Kapolri saat ini. Satu per satu batu penghalang di sepanjang jalan menuju "fakta" otentik sedang dibersihkan.

Tentu langkah itu butuh waktu. Dalam rentang waktu itu, di satu sisi publik harus bersabar menunggu sembari menghentikan semua asumsi-asumsi dan rumor-rumor tak berdasar.

Tapi di sisi lain, publik harus tetap mengawal proses investigasi kasus ini, memberikan masukan-masukan positif untuk menjaga konsistensi investigasi.

Dan yang terpenting, dukungan moral kepada Kapolri untuk tetap berdiri pada landasan kejujuran dan kebenaran harus tetap terus diberikan.

Dengan kapasitas dan wewenangnya yang sangat besar di dalam institusi Polri, komitmen dan konsistensi Kapolri atas kebenaran sangatlah dibutuhkan.

Dari perspektif reformasi institusi Polri, peristiwa ini ibarat setetes nila yang berpotensi merusak susu sebelanga. It may bring the reformation back to square one!

Jika hal itu hilang, maka narasi-narasi lain yang jauh dari substansi persoalan bisa saja dijustifikasi secara terorganisasir, lalu dikembangkan secara sistematis di ruang publik, dan akhirnya dipercaya oleh publik.

Singkatnya, kejujuran dan komitmen atas kebenaran dari seorang Kapolri sangatlah vital sifatnya.

Oleh karena itu, apa yang telah ditunjukkan oleh Kapolri, sampai perkembangan terbaru atas kasus ini, sangat layak diacungi jempol.

Kapolri terlihat sangat serius ingin mengungkap kebenaran kasus kematian Brigadir J di satu sisi dan sangat hati-hati dalam prosesnya di sisi lain.

Mark Twain mengatakan, "I am different from George Washington; I have a higher, grander standard of principle. Washington could not lie. I can lie, but I won't."

Dengan kata lain, di sisi saya ingin mengatakan bahwa publik semestinya tidak hanya harus mengapresiasi Kapolri atas keberaniannya mencari kebenaran atas kasus ini, tapi juga keberaniannya untuk tidak berbohong, meskipun kapasitasnya di dalam institusi Polri memungkinkan untuk itu.

Kapolri tak perlu jauh-jauh menemukan referensi konsistensi penegakan hukum dan kebenaran. Institusi Polri pernah punya Jenderal luar biasa, yakni Jenderal Polisi Drs Hoegeng Iman Santoso.

Beliau membela siapa pun dari kaum mana pun. Termasuk saat ia dengan berani menegakkan kebenaran terkait kasus pemerkosaan seorang penjual telur bernama Sumarijem di Yogyakarta.

Dalam kasus itu, dikabarkan bahwa anak seorang pejabat dan seorang anak pahlawan revolusi terduga ikut menjadi pelakunya.

Hoegeng menyadari, jalannya pengadilan dipenuhi rekayasa. Sumarijem yang seharusnya menjadi korban, malah beralih jadi tersangka.

Karena itu, Hoegeng yang merupakan Kapolri kelima sejak institusi Polri berdiri itu bertekad mengusut tuntas kasus tersebut dan menindak tegas para pelakunya, walau dibekingi pejabat.

"Perlu diketahui bahwa kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita tindak," tegas Hoegeng, seperti dikutip dalam buku 'Hoegeng: Oase Menyejukkan Di Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa'.

Tak segan-segan, ia sampai membentuk tim khusus untuk menanganinya. Ia memberi nama 'Tim Pemeriksa Sum Kuning, di Januari 1971'.

Kasusnya kian membesar bak bola salju menggelinding. Sejumlah pejabat dan polisi Yogyakarta yang anaknya disebut terlibat, membantah lewat media massa.

Belakangan Presiden Soeharto akhirnya turun tangan menghentikan kasus Sum Kuning. Pertemuan di Istana, Soeharto memerintahkan kasus itu tak lagi ditangani Hoegeng. Melainkan oleh Tim pemeriksa Pusat Kopkamtib. Hoegeng sadar, ada kekuatan besar untuk membuat kasus menjadi bias.

Usai 3 tahun menjabat, tanggal 2 Oktober 1971 Hoegeng dipensiunkan dari jabatan sebagai Kapolri.

Beberapa pihak menilai ia sengaja dipensiunkan guna menutup kasus ini. Tapi keberaniannya untuk berdiri di posisi yang benar adalah inspirasi nyata bagi Kapolri hari ini, terutama dalam kasus terbunuhnya Brigadir J. Semoga.

https://nasional.kompas.com/read/2022/08/08/06000001/keberanian-kapolri-adalah-kunci

Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke