Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama Ari Junaedi mengatakan, Khofifah dapat menjadi figur pilihan PKB untuk menjadi calon wakil presiden (cawapres) dalam koalisi dengan Partai Gerindra.
“Pengalaman Khofifah yang pernah menjadi kepala BKKBN, menteri sosial, dan gubernur dengan populasi terpadat di Tanah Air menjadi bukti penguasaan teritorial politik Khofifah,” tutur Ari pada Kompas.com, Kamis (28/7/2022).
Ari berpandangan, PKB mesti memikirkan kembali jika bersikeras untuk mengusung Cak Imin sebagai cawapres mendampingi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres).
Pasalnya, lanjut dia, hasil jajak pendapat berbagai lembaga survei menunjukan elektabilitasnya rendah.
“Akan sulit bertarung di Pilpres 2024 andai Nasdem-Demokrat dan PKS menyodorkan Anies Baswedan-AHY (Agus Harimurti Yudhoyono (AHY),” sebutnya.
“Dan KIB (Koalisi Indonesia Bersatu) serta PDI Perjuangan menyodorkan pasangan Ganjar Pranowo dan nama yang seksi di pentas publik,” jelas dia.
Ari menyarankan, PKB bisa menempuh jalur konvensi untuk mencari figur yang bakal diusungnya.
Langkah untuk mendukung Cak Imin tetap bisa dilakukan, jika hasil konvensi menjatuhkan pilihan padanya.
“Kalaupun dalam konvensi PKB nantinya muncul kembali nama Cak Imin, mau tidak mau harus ada perubahan strategi komunikasi khusus untuk Cak Imin agar bisa menambah daya pikat koalisi Gerindra-PKB,” tandasnya.
Diketahui, Partai Gerindra kian mantap menjalin koalisi dengan PKB.
Hal itu terlihat dari Rapimnas Gerindra yang sejatinya direncanakan berlangsung 30 Juli kemudian digeser 13 Agustus bersamaan dengan deklarasi koalisi dengan PKB.
Agenda utama Rapimnas tersebut adalah deklarasi Prabowo Subianto sebagai capres dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Adapun hasil jajak pendapat berbagai lembaga survei menunjukkan elektabilitas Prabowo sebagai capres berada di tiga besar, bersaing dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
https://nasional.kompas.com/read/2022/07/28/12242621/khofifah-dinilai-punya-latar-belakang-politik-lebih-kuat-ketimbang-muhaimin