Salin Artikel

Mereka yang Pantang Mundur Minta Usut Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli...

JAKARTA, KOMPAS.com - Selepas Lili Pintauli Siregar mengundurkan diri dari jabatan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berarti semua permasalahan yang membelitnya berakhir.

Persoalan yang masih mengganjal adalah soal nasib dugaan gratifikasi yang diterima oleh Lili.

Karena dugaan pelanggaran etik berkaitan dengan tuduhan gratifikasi itu maka Dewan Pengawas KPK seharusnya menyidangkan Lili pada Senin (11/7/2022) lalu.

Akan tetapi, Dewan Pengawas KPK tidak melanjutkan sidang terhadap Lili karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah meneken surat pemberhentian Lili yang mengajukan pengunduran diri.

Lili Pintauli resmi mengundurkan diri dari pimpinan KPK berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 71/P/2022 tertanggal 11 Juli 2022 tentang pemberhentian pimpinan KPK.

Sebelum menjalani sidang etik untuk kedua kali, Lili dilaporkan terkait dugaan menerima gratifikasi.

Yaitu fasilitas mewah untuk menyaksikan ajang balap MotoGP pada 18 hingga 20 Maret 2022 lalu di Grandstand Premium Zona A-Red Sirkuit Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Selain itu, Lili juga diduga mendapatkan fasilitas menginap di Amber Lombok Resort pada 16-22 Maret 2022.

Lili dan keluarganya disebut menerima tiket dan akomodasi hotel dengan total nilai sekitar Rp 90 juta dari Pertamina.

Dugaan gratifikasi yang diterima oleh Lili itulah yang menurut Indonesia Corruption Watch (ICW) tak bisa dibiarkan menguap begitu saja.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai, adanya laporan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK terkait dugaan penerimaan akomodasi hotel dan tiket menonton MotoGP di Mandalika dari salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada Lili Pintauli tidak hanya terkait pelanggaran etik, tetapi juga telah memenuhi unsur pidana.

Terlebih, dugaan pidana mantan Komisioner KPK itu merupakan delik biasa dalam Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang pengusutannya bisa dilakukan aparat penegak hukum tanpa harus menunggu adanya laporan dari masyarakat.

"Penting juga ditekankan bahwa seluruh delik korupsi di dalam UU Tipikor merupakan delik biasa, bukan aduan. Jadi, aparat penegak hukum bisa bergerak sendiri tanpa harus menunggu aduan atau laporan masyarakat," ujar Kurnia kepada Kompas.com, Rabu (13/7/2022).

"Perbuatan yang diduga dilakukan oleh saudari Lili bukan hanya berkaitan dengan pelanggaran etik, melainkan berpotensi memenuhi unsur tindak pidana korupsi, di antaranya suap atau gratifikasi," ujar dia.

Kurnia juga mendesak supaya Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Polri dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung menerbitkan surat perintah penyelidikan atas dugaan gratifikasi mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar.

Menurut Kurnia, Dewan Pengawas KPK seharusnya bisa melaporkan Lili Pintauli ke aparat penegak hukum berbekal bukti-bukti yang sudah dimiliki dalam proses pemeriksaan etik.

Sebab jika bukti-bukti dugaan gratifikasi itu hanya dibiarkan, maka menurut Kurnia hal itu sama saja membuat Dewan Pengawas KPK seolah-olah sedang melindungi Lili Pintauli.

"Jika itu tidak dilakukan, maka jangan salahkan masyarakat jika kemudian menuding Dewan Pengawas KPK sebagai barisan pelindung saudari Lili," ujar Kurnia.

Bisa terungkap

Di sisi lain, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Feri Amsari mengatakan, pihak yang diduga memberikan Lili Pintauli kemungkinan bisa terkuak jika sidang etik digelar.

"Mestinya dengan menyidangkan kasus Lili maka akan diketahui siapa saja pemberi gratifikasi itu, apa tujuan pemberiannya, dan kenapa Lili menerimanya apakah ada kaitan atau tidak," kata Feri saat dihubungi Kompas.com, Selasa (12/7/2022).

Feri mengatakan, dengan menggelar sidang dan mengungkap pemberi gratifikasi, sidang etik di KPK tidak hanya bertujuan untuk sekadar menjatuhkan sanksi.

Sidang etik di KPK bisa mengungkap kebobrokan insan KPK yang melakukan perbuatan menyimpang.

Hal ini, menurut Feri menjadi tujuan pembentukan Dewas.

"Kecuali dewas dibentuk dengan tujuan untuk melindungi pimpinan KPK yang melanggar etik," ujar pakar hukum Tata Negara dari Universitas Andalas itu.

Feri juga menilai keputusan Dewan Pengawas KPK yang menyatakan sidang etik terhadap Lili Pintauli gugur setelah mengundurkan diri dimaknai bahwa penyelidikan dugaan pelanggaran etik dan gratifikasi itu tak perlu dilanjutkan.

"Padahal kasus gratifikasi tidak hanya menyangkut etik tapi tindak pidana korupsi," tutur Feri.

(Penulis : Irfan Kamil, Syakirun Ni'am | Editor : Dani Prabowo, Bagus Santosa)

https://nasional.kompas.com/read/2022/07/15/05010011/mereka-yang-pantang-mundur-minta-usut-dugaan-gratifikasi-lili-pintauli-

Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke