JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Sosial (Kemensos) menyatakan, pihaknya bisa mencabut izin lembaga filantropis Aksi Cepat Tanggal (ACT) sebagai lembaga pengumpulan uang dan barang (PUB) bila terbukti melakukan penyimpangan.
Sekretaris Jenderal Kemensos Harry Hikmat mengatakan, aturan pencabutan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 8 Tahun 2021.
Mengacu pada ketentuan Pasal 19 huruf b, Menteri Sosial berwenang mencabut dan/atau membatalkan izin PUB yang telah dikeluarkan.
"Jika ditemukan indikasi-indikasi tersebut, Kementerian Sosial memiliki kewenangan membekukan sementara izin PUB dari ACT sampai proses ini tuntas," kata Harry dalam keterangan tertulis, Selasa (5/7/2022).
Harry menyebutkan, Kemensos dapat menunda, mencabut, dan atau membatalkan izin PUB yang telah dikeluarkan dengan beberapa alasan.
Alasan yang dimaksud, yakni untuk kepentingan umum, pelaksanaan PUB meresahkan masyarakat, terjadi penyimpangan dan pelanggaran pelaksanaan izin PUB, maupun atau menimbulkan permasalahan di masyarakat.
Penyelenggaraan PUB kata Harry, juga dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran secara tertulis, penangguhan izin, hingga pencabutan izin.
"Bahkan bisa ditindaklajuti dengan sanksi pidana, apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tutur Harry.
Kemensos saat ini berencana memanggil pimpinan ACT, yang akan dihadiri oleh tim Inspektorat Jenderal (Irjen).
Kemensos melalui Irjen memiliki kewenangan melakukan pemeriksaan sesuai Permensos No 8 tahun 2021 huruf b.
Tujuan pemanggilan adalah untuk mendengar keterangan terkait penyelewenangan dana donasi umat kepada ACT.
"(Kami) Akan memastikan, apakah ACT telah melakukan penyimpangan dari ketentuan, termasuk menelusuri apakah terjadi indikasi penggelapan oleh pengelola," sebutnya.
Sebelumnya diberitakan, muncul dugaan penilapan uang donasi oleh petinggi ACT melalui laporan jurnalistik majalah Tempo berjudul "Kantong Bocor Dana Umat".
Usai laporan terbit jagat Twitter ramai dengan tagar #AksiCepatTilep hingga #JanganPercayaACT.
Selain itu, dalam laporan tersebut diketahui bahwa petinggi ACT disebut menerima sejumlah fasilitas mewah berupa mobil operasional jenis Alphard dan penggunaan dana donasi untuk operasional yang berlebihan.
Presiden Lembaga ACT, Ibnu Hajar membenarkan gaji petinggi ACT khususnya jabatan presiden mencapai Rp 250 juta per bulan.
Gaji fantastis itu mulai diterapkan pada awal tahun 2021. Namun besaran gaji tersebut diturunkan karena donasi berkurang pada September 2021.
Lembaga juga mengakui ada pemotongan sebesar 13,7 persen dari total uang donasi yang diperoleh per tahun.
Pemotongan tersebut digunakan untuk operasional termasuk membayar gaji.
Dia beralasan, banyaknya pemotongan yang dilakukan karena ACT bukanlah lembaga amal, melainkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
"Kami perlu sampaikan di forum ini bahwa ACT adalah lembaga kemanusiaan yang memiliki izin dari Kemensos, bukan lembaga amil zakat yang izinnya dari Baznas atau Kemenag.
Jadi ini yang perlu kami sampaikan untuk memahami posisi lembaga Aksi Cepat Tanggap. ACT adalah NGO yang sudah berkiprah di 47 negara," ucap dia, Senin (4/7/2022).
https://nasional.kompas.com/read/2022/07/05/14350051/kemensos-tegaskan-bisa-cabut-izin-act-bila-terbukti-melakukan-penyimpangan