Salin Artikel

“King Maker” dan Tragedi Kanemaru

Sosoknya sangat berpengaruh. Apa pun keputusannya sangat menentukan lansekap perpolitikan Jepang modern.

Padahal dalam karier politiknya ia tidak pernah berada di puncak kekuasaan. Paling tinggi jabatannya adalah Wakil Perdana Menteri Jepang (1986-1987) atau Wakil Presiden LDP tahun 1992.

Ia pernah menjadi Dirjen Pertahanan Jepang (1977-1978) sebelum jabatan itu berganti status menjadi Menteri Pertahanan. Padahal dalam pasukan kekaisaran Jepang, Kanemaru hanya berpangkat sersan.

Itulah ironi Kanemaru, yang sekaligus menjadi kekuatannya. Tidak menduduki tampuk kekuasaan tertinggi, tapi siapa sangka figurnya justru paling disegani dan ditakuti.

Ia politikus bertangan dingin. Dia adalah pemimpin faksi terbesar di LDP. Pada masanya, nasib para politikus Jepang berada di genggaman Kanemaru.

Meskipun tak memegang posisi puncak, tapi ia bisa mengorbitkan seorang politikus menjadi PM atau sebaliknya menjatuhkan PM. Kanemaru dikenal sebagai king maker di Jepang.

Setidaknya ada tiga PM Jepang yang nasibnya ditentukan oleh Kanemaru. Mereka adalah Yashuhiro Nakasone (1982-1987), Noboru Takeshita (1987-1989), Sosoke Uno (Juni-Agustus 1989).

Kanemaru juga mengendalikan administrasi dua PM lainnya, yaitu Toshiki Kaifu (1989-1991) dan Miyazawa Kiichi (1991-1993).

Mereka itulah yang naik ke tahta PM lewat titah Kanemaru. Barangkali tidak ada politikus Jepang yang tidak sowan kepada Kanemaru, kecuali bila sudah bosan menjadi politikus.

Bagi politikus LDP, Kanemaru adalah godfather. Sejak era 1970-an, Kanemaru menjadi pemain penting yang berada di balik layar politik Jepang.

Dukungan atau oposisinya menentukan karier politik politikus, meroket ke cakrawala atau menukik terjungkal.

Walaupun jabatan formalnya tidak di puncak, tapi ia menjadi pemimpin informal yang sangat berpengaruh selama lebih 20 tahun. Tak heran dia diterima Presiden George Bush di Gedung Putih.

Dia pun menjalin hubungan dengan Kim Il Sung, pemimpin Korea Utara. Tetapi ia juga punya koneksi dengan para sindikat gangster seperti Yakuza.

Ia mengelola politik, bisnis, dan kejahatan secara bersamaan. Tahun 1993, sang king maker itu pun diciduk setelah terlibat skandal korupsi.

Tentang sepak terjang sang king maker, Uldis Kruze (2015) menyebut sebagai tragedi demokrasi Jepang: seolah-olah demokratis dan kompetitif, tetapi kenyataannya sistem yang didasarkan pada pengaruh, uang, kolusi, dan koneksi pribadi.

Politikus paripurna

King maker kembali santer dibicarakan di mana-mana. Betul, karena menyangkut Pemilihan Presiden 2024.

Sederhananya king maker adalah tokoh-tokoh kunci yang berperan sebagai promotor yang menjagokan para kandidat presiden bertarung di bursa pilpres.

Kira-kira berperan seperti Kanemaru yang dengan tangan dingin dapat mendudukkan seorang politikus ke kursi presiden (atau juga pemimpin di level bawahnya).

King maker sesungguhnya juga raja tapi tanpa mahkota. Dia tak pernah menjadi raja secara resmi atau formal, namun sesungguhnya ia sangat berkuasa. Karena ia bisa menobatkan para raja, dan sekaligus mengendalikannya.

Tampaknya ada beberapa kriteria yang membuat seorang tokoh dianggap menjadi king maker.

Pertama, king maker adalah politikus kampiun dan paripurna, dengan kepemimpinan yang kuat.

Artinya bukan sekadar politikus biasa, melainkan memiliki posisi yang kuat, baik secara formal maupun tak formal.

Ia adalah pemegang terakhir kendali partai. Karena partai adalah pemegang tiket Pilpres. Kedua, king maker dapat dipandang dari faktor senioritas.

Ini bukan dalam pengertian usia, melainkan kapasitas pemahaman, ideologi, pengaruh, dan bobot.

Ketiga, king maker berarti bukan politikus kemarin sore, tetapi mereka yang telah ditopang dengan sumber daya yang kuat, terutama ekonomi dan sosial, serta sejarah yang membingkainya.

Keempat, mereka yang dapat menjadi king maker tampaknya memiliki jaringan luas dengan basis massa pemilih. Politikus tanpa pemilih akan menjadi macan ompong yang kesepian.

Dalang di belakang layar: Mega, SBY, SP, PS

Di perbincangan politik nasional, ada beberapa nama yang kerap disebut king maker. Mereka adalah sosok yang berada di belakang layar.

Kalau dalam jagat wayang, mereka mungkin dikenal sebagai dalang, yang memainkan wayang sesuai lakonnya.

Megawati Soekarnoputri (Mega), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Surya Paloh (SP), Prabowo Subianto (PS) diprediksi menjadi king maker dalam Pilpres 2024.

Mereka adalah supreme leader di masing-masing partai, yang memiliki kendali langsung terhadap partai. Legitimasi sejarahnya pun kuat karena rata-rata termasuk pendiri atau perintis partai.

Ketika partai kian oligarkis, posisi mereka semakin mencengkeram kuat ke jantung partai. Bahkan seringkali partai dipersonifikasikan dengan sosok-sosok tersebut.

PDIP sebagai Megawati, Partai Demokrat sebagai SBY, Partai Nasdem sebagai Paloh, dan Partai Gerindra sebagai Prabowo.

Megawati tidak tergantikan sejak kemunculan PDIP tahun 1999, pecahan dari PDI yang dikerdilkan Orde Baru. Bahkan Megawati menjadi simbol oposisi terhadap rezim Soeharto.

Secara ideologis, ia pewaris langsung Soekarno. Legitimasinya makin kuat karena Megawati adalah presiden kelima (2001-2004).

Di antara para ketua partai, hanya Megawati yang sudah pegang tiket Pilpres karena suara PDIP melampaui ambang batas pengusungan presiden.

Susilo Bambang Yudhoyono, walaupun Partai Demokrat memiliki suara cuma 7,77 persen, tetapi figurnya tetap diperhitungkan.

Sebagai presiden dua periode (2004-2014), SBY masih punya jaringan ke para politikus lintas partai.

Meskipun bukan termasuk poros untuk Pilpres 2024, tetapi dengan pengalamannya, SBY dapat menjadi king maker bersama ketua umum partai lain.

Meskipun partainya berada di papan tengah, Surya Paloh justru telah menunjukkan sebagai king maker dalam beberapa perhelatan pemilu.

Bersama Megawati, ia sukses menjadikan Jokowi sebagai presiden dua periode. Ia mampu memainkan peran strategis bahkan menjadi tokoh yang menentukan arah koalisi partai.

Bahkan, saat ini ia termasuk king maker yang banyak disowani pemimpin partai lain.

Selain ditopang jaringan politiknya yang luas sejak era Orde Baru, jaringan bisnis termasuk penguasaan media, membuat SP menjadi tokoh kunci yang mustahil tidak dilibatkan.

Bahkan ia telah berada di posisi terdepan ketika rakernas Partai Nasdem pada pertengahan Juni lalu, memutuskan tiga nama untuk bursa presiden: Anies Baswedan, Andika Perkasa, dan Ganjar Pranowo.

Adapun Prabowo adalah the real king di partainya. Prabowo adalah figur sentral di Gerindra. Dalam beberapa kasus ia telah mengangkat para king (baca: kepala daerah), termasuk di Jakarta, saat memasangkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan Jokowi pada 2012.

Kini walaupun suara Gerindra kurang untuk mengusung capres-cawapres di Pilpres 2024, tapi Prabowo tetap menjadi sosok yang pegang kartu truf dalam membangun berkoalisi.

Apalagi Prabowo pernah tiga kali berpartisipasi dalam ajang Pilpres (sekali cawapres mendampingi Megawati dan dua kali capres menghadapi Jokowi).

Kini kembali Prabowo menjadi salah satu poros pencalonan Pilpres 2024. Masalahnya sekarang, dengan elektabilitas yang tinggi, kemungkinan besar Prabowo ingin menjadi king sekaligus king maker.

Tampaknya tidak otomatis pemimpin partai atau posisi formal dapat menjadi king maker. Sebagai king maker, figuritas (senioritas dan keparipurnaan) haruslah sangat kuat dan menonjol.

Ditambah lagi dengan kepemilikan sumber daya dan jaringan luas, serta sejarah yang membingkainya.

Tanpa itu semua, ketua umum partai pun hanya sekelas sosok medioker dan belum bisa selevel king maker.

Jika tidak semua pemimpin partai dapat berperan sebagai king maker, lantas dapatkan politikus lain mengambil posisi king maker?

Jika king maker tidak lahir dari jabatan formal pemimpin partai, berarti politikus lain pun sangat terbuka peluangnya.

Namun tentu saja dengan syarat terpenuhinya beberapa kriteria yang antara lain telah disebutkan sebelumnya.

Di luar posisi formal partai, maka kepemilikan sumber daya, jaringan luas, senioritas dan keparipurnaan, serta legitimasi sejarah, akan menentukan label seorang king maker.

Jika demikian, maka dua nama dapat diperhitungkan sebagai king maker, yaitu Jusuf Kalla dan Jokowi.

King maker informal: Jokowi dan JK

Dalam jagat king maker sekarang muncul nama baru, yaitu Jokowi. Ia adalah king maker informal, karena bukan pemimpin formal partai. Namun ia telah dua periode menjadi king (baca: presiden).

Sesuai konstitusi, ia tak boleh lagi hattrick. Maka Jokowi diprediksi dapat menjadi king maker pada Pilpres 2024.

Secara formal, historis, sumber daya, dan jaringan, Jokowi menjadi sosok kuat sekarang ini. Jokowi adalah politikus yang bertransformasi dari “petugas partai” menjadi kepala negara.

Meskipun bukan tokoh sentral partai, faktor figur Jokowi dinilai kuat dengan basis pemilih yang solid. Di era demokrasi elektoral, figur dapat mengalahkan mesin politik partai.

Dengan basis massa pemilih antara lain terinstitusi dalam Pro Jokowi (Projo), maka Jokowi menjadi poros lain di antara para king maker.

Bila faktor Jokowi dengan massa pemilihnya tidak dimanfaatkan PDIP, kemungkinan besar akan dilirik partai lain.

Nama lain adalah Jusuf Kalla yang kerap disebut-sebut sebagai king maker. Terakhir dikaitkan dengan kemenangan Anies dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.

JK memang politikus kawakan. Pernah menjadi Ketua Umum Partai Golkar (2004-2009). Tak heran bila dianggap salah satu patron dan punya jaringan luas di partai beringin tersebut.

JK juga dinilai punya link di lintas partai, bahkan jaringan non-partai. Ia pun merupakan representasi Indonesia Timur.

Terlebih lagi sejak 2012 sebagai Ketua Dewan Masjid, ia memiliki hubungan dekat dengan massa pemilih Muslim.

Dua kali menjadi wapres (2004-2009 dan 2014-2019) menambah legitimasi posisinya sebagai king maker.

Saat mendampingi SBY pada periode pertama, JK kerap dijuluki the real president.

King maker lain?

Maka dalam peta politik menjelang Pilpres 2024, para king maker tersebut akan menjadi poros-poros koalisi juga.

Kita akan melihat ke mana angin bertiup maka ke poros-poros itulah para politikus (pemimpin partai) merapat.

Memang, resonansinya tidak sama. Ada yang getarannya kuat, ada yang sedang, bahkan mungkin lemah.

King maker yang ditopang dengan bobot dan sumber daya kuat akan menjadi kutub dominan dan berpengaruh.

Adapun king maker yang resonansinya kurang kuat akan menggabungkan diri berkoalisi. Tentu saja termasuk partai yang bargaining position-nya juga kurang kuat.

Lantas apakah hanya enam poros itu yang bakal menjadi king maker? Jawabannya bisa “iya”, bisa juga “tidak”.

Kalau para politikus lain cuma mengekor, pasti mereka merapat ke enam poros itu. Tetapi jika ada politikus yang menggunakan 2024 sebagai momentum perubahan bukan mustahil muncul king maker baru.

Mungkin tidak sekaliber para king maker yang disebut di atas, tetapi bila raja-raja kecil berkoalisi kemungkinan dapat memperluas wilayah dan menobatkan raja baru.

Misalnya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) di mana ada Golkar, PAN, dan PPP yang berdasarkan jumlah kursi di DPR sudah punya tiket masuk bursa capres-cawapres.

Namun seberapa siap dan pede Airlangga Hartarto (Ketua Umum Partai Golkar), Zulkifli Hasan (Ketua Umum PAN), dan Suharso Monoarfa (Ketua Umum PPP), memasuki level king maker?

Apabila mereka solid dan firm, maka menjadi momentum untuk membuat perubahan. Setidaknya poros dalam jagat king maker semakin dinamis.

Tinggal yang menjadi pekerjaan strategis adalah kepiawaian para king maker membidik kandidatnya seperti tangan dingin Kanemaru, tetapi tidak dengan cara-caranya.

Sebab, kita tak ingin demokrasi di negeri ini terjerumus ke dalam tragedi.

https://nasional.kompas.com/read/2022/06/24/05450031/king-maker-dan-tragedi-kanemaru

Terkini Lainnya

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke