Salin Artikel

KKN Desa Penari dalam Telaah Humas, Sosiologi, dan Religi

SEKALIPUN tertunda dua tahun, dan begitu tayang, film KKN di Desa Penari langsung memecahkan rekor film Indonesia terbanyak ditonton sepanjang masa. Bahkan, rekor 9 juta audiens dicetak dalam waktu satu bulan-an!

Sedikitnya ada tiga pendekatan atas fenomena ini. Pertama, sebagai salah satu bentuk komunikasi massa, film nasional yang popular bisa mereprentasikan situasi umum masyarakat Indonesia.

Apa yang digemari itu karena dibutuhkan, sebab mewakili.

Dalam konteks film besutan Awi Suryadi, yang banyak tergambarkan adalah situasi umum masyarakat Indonesia --yang jika merujuk Pidato “Manusia Indonesia”-nya Mochtar Lubis di Taman Ismail Marzuki 6 April 1977-- yang percaya takhayul.

Sejak pertama dilantangkan wartawan senior tahun 1970 hingga era 5G sekarang, penulis menilai unsur takhayul adalah sesuatu yang tetap mudah ditemukan, baik secara fiksional (dalam film dan medium komunikasi lainnya) maupun secara riil di lapangan.

Kisah Bima naksir Widya dan lalu menyimpan foto sang pujaan di bawah nyiru sesajen pada film tersebut, sebenarnya memiliki muatan tak jauh beda dengan praktik dukun asmara pada sebagian budaya kontemporer negeri ini.

Bahkan, jika itu terasa ecek-ecek, percaya takhayul pula kiranya yang membuat momen kenegaraan semacam pelantikan para pejabat dilakukan hanya hari tertentu.

Anggapan hari baik, dan atau relevansi hari weton (kelahiran), tetap masih subur dipraktikkan sekalipun oleh pejabat negara yang selain minimal berpendidikan sarjana, juga punya kuasa mengubah keadaan negara hanya dengan tanda tangannya.

Masyarakat percaya takhayul pula yang membuat nama dan sosok pawang hujan, yang lagi-lagi berbekal sesajen dan kemenyan, melambung dari helatan GP Mandalika beberapa waktu lalu.

Sematan berlebihan, yakni S3 Marketing untuk makin mempopulerkan Indonesia sampai diberikan, belum dengan panggung dari pelbagai media massa dan media sosial terkemuka.

Efeknya kemudian sang pawang terjerumus dalam kepongahan menduakan kekuasan Sang Maha Kuasa dengan menyebut diri sebagai pemegang “remote” air hujan.

Bukannya lalu tersadarkan, psikologi sosial percaya takhayul ini pula yang membuat sang pawang jadi mati nuraninya manakala kembali mengambil peran Allah SWT dengan menyebut anak Gubernur Jawa Barat, Emmiril Khan, sudah meninggal dan jasadnya segera ditemukan.

Sekalipun terbukti ngawur dan ramalannya meleset jauh, tidak ada jaminan polah kleniknya akan berhenti ke depannya.

Sebab, sekali lagi, kultur umum masyarakat Indonesia masih percaya dan otomatis memberi ruang-ruang takhayul.

Kedua, dari sisi public relations, film kian menemukan peran dan momentumnya sebagai salah satu sarana kehumasan yang tak sekadar menyajikan level realitas dan representasinya, namun juga level ideologinya.

Apa nilai-nilai yang diyakini dari penggawa sinema dan hal itu perlu diyakini publik baik secara pikiran/komersil, sudah makin terbukti bisa disebarkan secara audio visual dalam bentuk film.

Praktik mutakhir kehumasan yang selalu bertumpu pada new media berbasis internet, ternyata bisa kembali bertumpu pada praktik kehumasan konvensional dengan menggunakan film dan layar bioskopnya.

Penulis masih ingat dengan praktik jadul humas di era Orde Baru tahun 1990-an yang mewajibkan pelajar menonton film G30 S-PKI di TVRI, lalu datang ke bioskop menonton film “Serangan Sang Fajar” untuk disetorkan resumenya ke guru, adalah praktik kehumasan bercampur propaganda dalam menyebarkan visi misi penguasa kala itu.

Terlepas dari kontroversi konten filmnya, suka tidak suka, harus diakui bahwa banyak adegan di kedua film itu yang sampai sekarang berhasil mencetak persepsi bahwa PKI sebagai monster bengis yang harus dikubur seraya menafikan sejumlah ke-ngaco-an kepemimpinan era Orde Baru.

Nostalgia publik semu dalam jargon “Piye Kabare? Enak zamanku tho?” yang masih muncul di era reformasi adalah pertanda tetap relevannya praktik kehumasan konvensional melalui film di tengah terus munculnya aneka praktik humas modern global yang canggih dan modern.

Ketiga, KKN Desa Penari adalah pengingat medan dakwah, khususnya bagi ormas Islam, DKM, dan aktivis dakwah bahwa masyarakat belum sepenuhnya steril dari laku dan tindak kemusyrikan.

Masjid, majelis taklim, pesantren, sekolah IT (Islam Terpadu), hingga dakwah di media baru, benar memang makin marak di masyarakat Indonesia.

Namun, realita pertumbuhan itu sejalan tetap adanya tindak takhayul bin klenik di masyarakat.

Kejadian menggemparkan di Jabar belakangan adalah oknum guru ngaji mensodomi dua kakek renta karena memperoleh bisikan gaib dalam upaya meningkatkan dirinya.

Maka itu, wajib ain dan kifayah adanya, bagi seluruh aktivis dakwah agar terus mengingatkan masyarakat jangan memberi panggung takhayul, khususnya kepada jin pembangkang.

Sekali diberi panggung, seperti terjadi ke Jin Dawuh KKN Desa Penari, akhirnya yang rugi umat manusia sendiri.

Allah jelas-jelas sudah ingatkan di QS 72, Al-Jinn, jin prinsipnya tak bisa beri maslahat ataupun mudhorot (QS 72 ayat 21) serta enggan menyekutukan Allah (72:3, 72:20) namun ada jin yang lurus dan sesat (72:14), dan yang sesat ini bertekad selalu sesatkan manusia hingga hari kiamat tiba (QS Shaad ayat 21). Waspadalah!

https://nasional.kompas.com/read/2022/06/10/10001921/kkn-desa-penari-dalam-telaah-humas-sosiologi-dan-religi

Terkini Lainnya

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke