Salin Artikel

KPK-Kejaksaan Disarankan Punya Standar Hukuman Berat bagi Koruptor

JAKARTA, KOMPAS.com - Tren hukuman kepada para terpidana korupsi sepanjang 2021 yang menurut Indonesia Corruption Watch (ICW) belum memenuhi rasa keadilan dinilai. Salah satunya adalah tuntutan yang diberikan jaksa penuntut umum dari Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tergolong rendah.

Selain itu, pengembalian kerugian keuangan negara melalui mekanisme putusan hakim yang bisa diganti hukuman kurungan juga dinilai belum maksimal. Sebab, para koruptor dinilai lebih memilih menjalani hukuman ganti berupa penjara ketimbang harus membayar kerugian negara.

Menurut peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Agil Oktaryal, harus dibentuk standar tuntutan antara Kejaksaan dan KPK, serta standar vonis dari Mahkamah Agung dalam perkara rasuah supaya efek jera yang diharapkan dari program pemberantasan korupsi bisa maksimal.

"Mendorong aturan internal lembaga penegak hukum agar ada standar pemidanaan dan pemulihan aset tindak pidana korupsi agar mengurangi disparitas pemidanaan," kata Agil saat dihubungi Kompas.com, Senin (23/5/2022).

Agil juga berharap pemerintahan mendatang harus memiliki komitmen pemberantasan korupsi yang ditunjukkan dengan aksi nyata. Sebab, jika tidak dilakukan maka upaya memerangi korupsi diperkirakan tak bakal maksimal.

"Misalnya menjadikan pemberantasan korupsi menjadi prioritas utama, baik misalnya melakukan pencegahan korupsi di internal pemerintahan mulai dari kementerian, lembaga, dan seterusnya," ujar Agil.

Selain itu, Agil berharap kepala pemerintahan mendatang dalam memilih pimpinan lembaga seperti Kapolri, Jaksa Agung, dan pimpinan KPK harus berdasarkan integritas dan berkomitmen serius memberantas korupsi. Selain itu, kata dia, seleksi tiga pejabat ini mesti terbuka dan partisipatif.

"Sebab, tiga jabatan ini sangat menentukan bagaimana penindakan kasus korupsi dilakukan," ucap Agil.

Dalam paparan pada akhir pekan lalu, ICW menyoroti tiga titik kelemahan penegak hukum dalam tren putusan kasus korupsi, yakni dari vonis yang ringan, tuntutan jaksa dari Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai kurang maksimal, sampai pengembalian kerugian keuangan negara yang tidak sepadan dengan nilai korupsi.

Menurut peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam jumpa pers daring yang diunggah di kanal YouTube, Minggu (22/5/2022), sepanjang 2021 terdapat 1.282 perkara dan 1.404 terdakwa kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi serta pihak kejaksaan, baik Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, maupun Kejaksaan Negeri.

Akan tetapi, dari ribuan perkara itu, rata-rata tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum dari kedua lembaga itu hanya 4 tahun 5 bulan. Sedangkan untuk kasus korupsi yang dikenakan pasal dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara, rata-rata tuntutannya 55 bulan atau 4 tahun 7 bulan.

Sementara, untuk perkara dengan hukuman maksimum 5 tahun penjara, rata-rata tuntutannya hanya 2 tahun 9 bulan.

Menurut Kurnia, terdapat peningkatan tren tuntutan dibandingkan 2020. Meski begitu, ICW memandang hal tersebut belum memuaskan lantaran peningkatan trennya yang rendah.

Selain itu, latar belakang terpidana korupsi yang merupakan pejabat publik seharusnya membuat jaksa memberikan tuntutan hukuman yang lebih maksimal.

Korps Adhyaksa tercatat menjadi lembaga yang paling banyak memberikan tuntutan ringan (0-4 tahun penjara). Total, ada 623 terdakwa yang dituntut ringan. Sementara, yang dituntut sedang (4-10 tahun) ada 587 terdakwa, dan hanya 44 terdakwa yang dituntut berat atau lebih dari 10 tahun.

"Kita tahu surat tuntutan tidak berdampak langsung pada terdakwa karena hakim memutus berdasarkan surat dakwaan. Namun, dari tuntutan, kita bisa melihat perspektif menegak hukum, apalagi mereka dianggap sebagai representasi korban yaitu dalam hal ini negara dan masyarakat," ujar Kurnia.

Selain itu, kata Kurnia, tren vonis hakim dalam perkara korupsi sepanjang 2021 dinilai belum mencerminkan rasa keadilan. Sebab rata-rata vonis yang dijatuhkan majelis hakim terhadap terdakwa korupsi pada tahun lalu sekitar 3,5 tahun penjara.

Selain itu, 24 terdakwa yang terbukti korupsi anggaran penanganan pandemi Covid-19 juga rata-rata hanya divonis 3,5 tahun penjara.

"Yang dituntut dari korupsi sebagai extraordinary crime (kejahatan luar biasa) adalah treatment (penanganan) yang juga luar biasa dan tidak sama dengan tindak pidana umum, termasuk di dalamnya tuntutan penegak hukum dan juga vonis majelis hakim," lanjut Kurnia.

ICW juga menyoroti sisi pengembalian kerugian keuangan negara dari kasus korupsi sepanjang 2021 yang dinilai tidak sebanding. Menurut Kurnia, 2021 juga menjadi tahun di mana angka kerugian negara yang tercatat akibat kasus korupsi, terbanyak dalam lima tahun terakhir yakni sebesar Rp 62,9 triliun.

Akan tetapi, jumlah pengembalian kerugian keuangan negara yang dijatuhkan majelis hakim terhadap pelaku rasuah hanya Rp 1,4 triliun atau 2,2 persen.

ICW menemukan, rendahnya jumlah uang pengganti ini tak terlepas dari pidana penjara pengganti pada 2021 yang, jika dirata-rata, hanya selama 1 tahun 2 bulan penjara.

Hal ini ditengarai membuat para terpidana memilih menjalani pidana penjara pengganti, ketimbang harus membayar uang pengganti yang jumlahnya bisa mencapai puluhan, ratusan juta, atau miliaran rupiah.

"Kita tahu pemberian efek jera tidak cukup mengandalkan pemenjaraan, tapi mesti paralel dengan pengembalian kerugian negara," kata Kurnia.

(Penulis : Vitorio Mantalean | Editor : Dani Prabowo)

https://nasional.kompas.com/read/2022/05/24/07080031/kpk-kejaksaan-disarankan-punya-standar-hukuman-berat-bagi-koruptor

Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke