JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Sub Bagian Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) Kabupaten Langkat, Yoki Eka Prianto mengaku diturunkan jabatannya.
Penurunan jabatan itu dilakukan karena Yoki dinilai tak bisa mengamankan proyek infrastruktur yang diatur oleh Iskandar Perangin-angin.
Hal itu diungkapkan Yoki ketika menjadi saksi saat sidang kasus dugaan korupsi proyek infrastruktur di Kabupaten Langkat dengan terdakwa Muara Perangin-angin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (11/4/2022).
“Saudara dipindah kenapa?,” tanya jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Enggak bisa mengamankan enam paket pengadaan,” jawab Yoki.
“Punya siapa?” cecar jaksa.
“Kayaknya punya Marcos juga ada disitu,” papar Yoki.
Marcos Surya merupakan salah satu kontraktor selain Shuhanda Citra dan Isfi Syahfitra yang bersama Iskandar, menjadi orang kepercayaan Terbit untuk mengurus proyek infrastruktur di Kabupaten Langkat.
Proyek-proyek yang diatur itu diberi istilah "Daftar Pengantin". Yoki mengungkapkan sepanjang tahun 2021 terdapat puluhan paket proyek infrastruktur yang diatur oleh Iskandar.
“Ada 65 paket sepanjang tahun 2021,” sebutnya.
Dalam surat dakwaan, Iskandar disebut memerintahkan Sekretaris Desa (Sekda) Kabupaten Langkat untuk mengganti Yoki dengan Wahyu Budiman yang saat itu menjabat sebagai Staf Pemberdayaan Masyarakat Perkotaan Kecamatan Pangkalan Susu.
Alasannya, Yoki dianggap tak loyal karena tidak bisa mengawal paket infrastruktur yang diatur Iskandar dengan menggunakan APBD-P 2021.
Dalam perkara ini Muara disebut memberikan commitment fee pada Terbit melalui Iskandar senilai Rp 572 juta.
Uang itu diduga merupakan suap agar dua perusahaan milik Muara, yaitu CV Nizhami dan CV Sasaki, menjadi pemenang tender proyek infrastruktur milik Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat.
Jaksa mengatakan, commitment fee merupakan kesepakatan yang dibuat Iskandar dengan perusahaan-perusahaan yang ingin memenangkan tender.
Pemberian itu telah disepekati sebesar 16,5 persen dari nilai proyek.
Berbagai perusahaan yang menyepakati perjanjian itu dimasukan dalam sebuah grup dengan nama Grup Kuala.
Jika tidak mematuhi kesepakatan, maka Terbit akan marah dan tidak lagi memberikan proyek pada perusahaan itu.
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/11/15165381/cerita-eks-pejabat-pemkab-langkat-yang-dicopot-karena-tak-bisa-kawal-proyek