JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga memastikan hak korban perkosaan ataupun pemaksaan aborsi untuk mendapatkan layanan dan perlindungan hukum tetap terpenuhi, meski kedua jenis kekerasan tersebut tak diatur di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
Bintang menjelaskan, meski ketentuan pidana mengenai perkosaan tak diatur di dalam RUU TPKS, namun terdapat hukum acara yang bisa menjadi rujukan untuk menangani kasus kekerasan seksual yang tidak disebut secara eksplisit pada RUU tersebut.
"Kita tidak akan mengabaikan korban-korban kekerasan seksual tersebut. Sesungguhnya RUU TPKS sudah menjamin adanya kepastian layanan dan hukum acara terhadap korban kasus perkosaan sebagaimana korban kekerasan lainnya, meski secara hukum pidana tidak diatur di dalam RUU TPKS ini," ujar Bintang saat memberikan paparan dalam media briefing yang dilakukan secara virtual, Jumat (8/4/20202).
RUU TPKS telah selesai dibahas oleh pemerintah dan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk pembicaraan tingkat I pada Rabu (6/4/2022) dan akan diteruskan pada pembicaraan tingkat II untuk disahkan pada Rapat Paripurna DPR RI.
Bintang mengungkapkan, pihaknya tetap akan memperjuangkan peraturan mengenai pemaksaan aborsi dan perkosaan.
"Ini pasti kita akan perjuangkan, pasti pemerintah akan perjuangkan," ujar Bintang.
Ia pun menyadari pentingnya aturan mengenai perkosaan dan pemaksaan aborsi sebagai bagian dari kekerasan seksual.
Namun demikian, keduanya tidak akan diatur secara langsung melalui RUU TPKS, namun masuk dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini masih dalam proses revisi.
"Pemerintah akan memperjuangkan pengaturan kedua bentuk kekerasan tersebut nantinya, akan diatur di dalam rangcangan revisi KUHP. Ini sudah dipertegas oleh Pak Wamenkumham (Edward Omar Sharif Hiariej)," ujar Bintang.
Adapun sebelumnya Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej sempat menjelaskan, RKUHP bakal disahkan paling lambat pada Juni 2022.
Eddy, sapaan akrab Edward, mengaku sudah berkoordinasi dengan Komisi III DPR dan mendapat kepastian bahwa RKUHP akan disahkan pada Juni 2022.
"Kami sudah kemarin bertemu intensif dengan Komisi III sebagai mitra dari Kementerian Hukum dan HAM, paling lambat Juni sudah harus disahkan," kata Eddy dalam rapat pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), Senin (4/4/2022).
Hal ini disampaikan Eddy saat menjelaskan alasan mengapa RUU TPKS tidak mencantumkan pasal mengenai pemaksaan aborsi.
Ia menuturkan, ketentuan pidana terkait pemaksaan aborsi sudah tertuang dalam KUHP maupun RKUHP yang telah disetujui di tingkat pertama pada 2019 lalu.
"Dengan demikian, bahwa ada keraguan tumpang tindih antara KUHP dan RUU TPKS itu akan terjawab," ujar Eddy.
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/08/15020531/pemerkosaan-dan-aborsi-tak-diatur-di-ruu-tpks-menteri-pppa-jamin-hak-korban