JAKARTA, KOMPAS.com - Strategi lobi-lobi seluruh partai politik mulai dijalankan meski pemilihan umum (Pemilu) 2024 masih sekitar 2 tahun lagi.
Taktik membangun komunikasi untuk menjajaki koalisi mulai dibangun oleh Partai Demokrat dan Partai Nasdem.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengakui mereka tengah menjajaki koalisi dengan Partai Nasdem untuk Pemilu 2024. Penjajakan koalisi itu dibahas bersama Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dalam pertemuan kedua pihak di kantor DPP Nasdem, Selasa (29/3/2022) lalu.
"Ya, kami tentu membuka peluang itu, saling membuka peluang. Nasdem membuka peluang, Demokrat membuka peluang," ucap AHY kepada wartawan selepas pertemuan dengan Surya Paloh.
"Sangat terbuka. Artinya inilah bagian yang terus kita bicarakan dan sangat terbuka peluang-peluang seperti itu. Yang penting tanpa ada keterburuan," lanjut AHY.
AHY mengatakan, salah satu harapan Demokrat bisa berkoalisi dengan Nasdem adalah demi menghadapi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen.
"Kita tahu bicara peta politik tersebut tidak terlepas dari realitas presidential threshold 20 persen. Nasdem punya kekuatan, Demokrat juga demikian, punya kekuatan. Kita cari ruang kolaborasinya," jelas AHY.
"Sekarang kan masih awal tahun 2022, kita ikuti terus. Yang jelas kami memiliki kesepakatan kalau memang banyak titik temunya dibanding perbedaannya, kita juga punya visi-misi serupa, tentunya sangat terbuka peluang untuk berkoalisi," kata anak sulung Presiden keenam Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono itu.
Di sisi lain, elektabilitas AHY pun perlahan naik dan masuk dalam bursa bakal calon presiden 2024. Akan tetapi, menurut hasil jajak pendapat sejumlah lembaga survei, elektabilitas AHY memang masih terpaut cukup jauh dari Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan.
Banyak kesamaan
Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Poltracking Hanta Yuda mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat pertemuan Surya Paloh dan AHY di DPP NasDem bisa dilihat sebagai penjajakan koalisi.
Menurut Yuda, dalam proses pemilu ada tahapan kandidasi (proses pencalonan) dan election (proses pemenangan).
Pada proses kandidasi, kata Yuda, partai-partai politik membuka peluang komunikasi dengan partai apa pun. Semakin banyak komunikasi politik yang dibangun tentu semakin bagus, termasuk dengan partai yang bersebarangan dan pemerintahan sebab tidak ada koalisi permanen dalam politik.
"Dari pertemuan Surya Paloh dan AHY tersebut kemungkinan terbentuknya koalisi NasDem dan Demokrat cukup berpeluang. Pada Pilpres 2024 sangat mungkin kedua partai ini menggagas koalisi baru," ujar Yuda kepada Kompas.com.
Yuda memaparkan tiga alasan tentang peluang koalisi antara Demokrat dan Nasdem.
Pertama, kata Yuda, baik Demokrat dan Nasdem sama-sama menolak wacana penundaan Pemilu atau masa jabatan Presiden menjadi 3 periode.
Lalu alasan kedua, menurut Yuda kedua partai itu punya kedekatan dengan salah satu figur Capres yang cukup kuat saat ini, yakni Anies Baswedan.
"Nasdem sangat dengan Anies dan Demokrat juga sedang menjajaki kemungkinan menggaet Anies untuk dipasangkan dengan AHY," ujar Yuda.
Alasan ketiga kedua partai itu bisa membuka poros koalisi karena mereka hubungan mereka dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) agak menjauh, terutama Demokrat yang memang menjadi oposisi.
Hanya saja, kata Yuda, jika Nasdem dan Demokrat akan membentuk koalisi baru persentase mereka belum cukup untuk memenuhi angka presidential threshold.
Jika kondisi itu yang terjadi, lanjut Yuda, ada kemungkinan Demokrat dan Nasdem akan menggaet satu partai lagi. Menurut dia partai yang kemungkinan akan merapat jika Demokrat dan Nasdem berkoalisi adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"Apalagi ada PKS yang selama ini setia di luar pemerintahan, dan PKS pun dengan kedua partai ini juga memiliki hubungan yang dekat dibanding partai lainnya," ucap Yuda.
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/01/07020061/menelaah-3-alasan-peluang-koalisi-demokrat-nasdem-terbuka-lebar