Salin Artikel

Mohammad Hatta dan Gelombang Antikorupsi Masa Orde Baru

JAKARTA, KOMPAS.com - Hari ini tepat 42 tahun lalu mantan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia Mohammad Hatta meninggal dunia.

Jasadnya dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan.

Sebagai seorang negarawan, banyak kenangan yang didapat dari Hatta. Salah satunya adalah cara hidupnya yang sederhana. Selain itu, Hatta dikenal kerap mengkritik praktik korupsi di pemerintahan baik Orde Lama maupun Orde Baru.

Dikutip dari surat kabar Kompas edisi 23 September 1970, Hatta saat itu mengatakan seorang koruptor harus dijatuhi hukuman terberat.

Hatta saat itu meyakini praktik korupsi di Indonesia bisa hilang dengan menerapkan undang-undang yang ada, asalkan para pejabat yang berwenang mau bertindak.

"Tak perlu diciptakan undang-undang lain karena seribu macam undang-undang tak akan ada gunanya kalau moral dari yang berwenang sudah bejat," kata Hatta.

"Pemberantasan korupsi di Indonesia sekarang ini sangatlah tergantung dari pelaksana kekuasaan yang ada di tangan pihak yang berwenang itu," ujar Hatta.

Menurut Hatta, dalam kondisi Indonesia saat itu salah satu jalan mengatasi korupsi adalah dengan menaikkan gaji para abdi negara dan aparat tetapi dengan catatan inflasi tetap dikendalikan.

Jadi penasihat

Di masa pemerintahan Orde Baru, Presiden Soeharto pernah mendapuk Hatta menjadi penasihat presiden dan penasihat Komisi IV. Soeharto membentuk Komisi IV pada 1970 dengan tujuan memerangi korupsi yang terjadi di Pertamina dan lembaga Badan Urusan Logistik (Bulog).

Ketika itu pemerintah tersentak karena perkara korupsi di tubuh Pertamina di bawah kepemimpinan Letjen Ibnu Sutowo. Saat itu utang Pertamina menggunung sehingga membuat pemerintah kewalahan karena nyaris tidak mampu menutupinya dengan cadangan devisa.

Saat itu yang ditunjuk oleh Soeharto untuk berada di dalam Komisi IV adalah Wilopo (Ketua), IJ Kasimo (anggota), Prof. Ir. Johannes (anggota) Anwat Tjokroaminoto (anggota) dan Mayjen Sutopo Juwono (sekretaris komisi). Tugas mereka adalah meneliti dan menilai kebijakan pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Hatta yang diberi tugas sebagai penasihat menyatakan amanat yang diberikan kepada Komisi IV sangat luas dan mempunyai tanggung jawab yang besar.

Meski saat itu Ibnu Sutowo dituding sebagai biang kerok penumpukan utang dan suburnya praktik korupsi di Pertamina, tetapi menurut Hatta dia justru tidak bisa melupakan jasanya.

"Tanpa melupakan jasa-jasa Letjen Ibnu Sutowo yang telah menciptakan keadaan yang tertib dari suatu keadaan chaos ketika perminyakan Indonesia masih berada di tangan PKI (Partai Komunis Indonesia) dalam tahun 1958, dan tanpa melupakan Letjen Ibnu Sutowo sebagai orang minyak yang ahli," ujar Hatta.

Akan tetapi, Hatta saat itu menentang sistem kepemimpinan, kewenangan, dan pengambilan keputusan strategis di Pertamina yang terpusat pada direktur. Menurut Hatta, seharusnya Pertamina menerapkan sistem Tim Direksi dengan tujuan seluruh keputusan penting disetujui bersama-sama.

Sumber:

Kompas edisi 5 Februari 1970: "Wawantjara Khas Kompas dengan Dr. Moh. Hatta: Kalau Perlu Presiden Dapat Turun Tangan Menghadapi Koruptor-koruptor "Kebal".

Kompas edisi 23 September 1970: "Dr Hatta : Koruptor harus didjatuhi hukuman terberat".

https://nasional.kompas.com/read/2022/03/14/07040051/mohammad-hatta-dan-gelombang-antikorupsi-masa-orde-baru

Terkini Lainnya

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Nasional
Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi: Bagus, Bagus...

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi: Bagus, Bagus...

Nasional
PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

Nasional
Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Nasional
Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Nasional
Menpan-RB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Dimulai Mei, CASN Juni

Menpan-RB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Dimulai Mei, CASN Juni

Nasional
Cak Imin Harap Kerja Sama Koalisi Perubahan Berlanjut pada Pilkada Aceh

Cak Imin Harap Kerja Sama Koalisi Perubahan Berlanjut pada Pilkada Aceh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke