JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia memasuki gelombang 3 pandemi virus corona.
Hal ini ditandai dengan penambahan kasus Covid-19 yang signifikan beberapa hari terakhir dan meluasnya penularan varian Omicron.
Namun demikian, situasi darurat ini baru saja dimulai. Sebab, pemerintah dan para epidemiolog sudah memprediksi bahwa kasus akan terus menanjak hingga mencapai puncak di Februari atau Maret ini.
Artinya, Indonesia mau tak mau masih harus berhadapan dengan eskalasi pandemi.
Kasus Covid-19 kembali lewati 2.000
Data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 pada Kamis (20/1/2022) mencatat, terjadi penambahan 2.116 kasus Covid-19 baru dalam 24 jam.
Untuk pertama kalinya setelah September 2021, kasus Covid-19 harian kembali melewati angka 2.000 dalam sehari. Sebelumnya, 2.057 kasus virus corona tercatat pada 28 September 2021.
Penambahan 2.116 kasus baru ini menyebabkan total kasus Covid-19 di Indonesia kini mencapai 4.277.644, terhitung sejak kasus pertama diumumkan Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020.
Kasus baru virus corona itu tersebar di 25 provinsi dan Jakarta sebagai daerah tertinggi dengan 1.155 kasus. Menyusul selanjutnya Jawa Barat (401), Banten (276), Jawa Timur (89), dan Bali (43).
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia telah menunjukkan peningkatan tiga pekan terakhir.
Ia mengatakan, kasus positif Covid-19 naik dari 1.123 menjadi 5.454 kasus.
"Jumlah kasus positif nasional mengalami peningkatan dalam 3 minggu terakhir yaitu meningkat 5 kali lipat dari 1.123 kasus menjadi 5.454 kasus," kata Wiku dalam keterangannya melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (21/1/2021).
Menurut Wiku, peningkatan kasus Covid-19 tidak diikuti dengan kenaikan angka kematian. Namun demikian, kenaikan kasus harian berakibat pada meningkatnya kasus aktif secara signifikan.
Per Kamis (20/1/2022) tercatat ada 12.328 kasus aktif virus corona.
"Pada minggu ini, kasus aktif berjumlah 8.605 atau kasus di mana naik lebih dari 3.000 dibandingkan dengan minggu lalu yang hanya 5.494 kasus," ucap Wiku.
Omicron tembus 1.000 kasus
Beriringan dengan itu, varian Omicron terus merebak. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan, hingga Kamis (20/1/2022), total terdapat 1.078 kasus Omicron
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, dari jumlah tersebut, sebanyak 756 merupakan pelaku perjalanan dari luar negeri (PPLN).
"Non PPLN atau transmisi lokal sebanyak 257, dan belum diketahui (pemeriksaan epidemiologi) 65," kata Nadia melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Kamis.
Adapun sebelumnya pada Rabu (19/1/2022), kasus Omicron di Indonesia tercatat 882.
Hingga kini kasus Omuicron masih didominasi oleh pelaku perjalanan luar negeri. Kemenkes melaporkan, 5 negara penyumbang kasus Omicron terbanyak di Indonesia yaitu Arab Saudi, Turki, Amerika Serikat, Malaysia dan Uni Emirat Arab.
Masuki gelombang 3
Merespons situasi ini, Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan bahwa Indonesia baru saja memasuki pandemi gelombang tiga.
Penambahan kasus virus corona akan terus merangkak naik hingga akhir Februari atau pertengahan Maret ini.
"Kalau dibilang memasuki gelombang 3 sudah jelas, ini kan sudah naik ini, lagi awal-awal dari gelombang 3 kita ini," kata Dicky kepada Kompas.com, Jumat (21/1/2022).
Dicky mengatakan, saat ini peningkatan kasus Covid-19, khususnya Omicron, memang terkesan perlahan.
Namun, belajar dari negara lain, kasus yang meningkat pelan-pelan itu berubah menjadi eksponensial dalam waktu singkat. Bahkan, kecepatannya melebihi penularan varian Delta.
"Ini yang sulit dicegah, apalagi mayoritas ini nggak bergejala dan banyak juga orang nggak melakukan tes, juga kapasitas tes di banyak negara terbatas, sehingga yang terjadi adalah pada gilirannya kalau kita terlambat memitigasi," ucap Dicky.
Dicky pun khawatir perburukan situasi pandemi di berbagai negara akan terjadi juga di Indonesia. Apalagi, mengingat kemampuan testing dan tracing di Tanah Air yang masih terbatas.
Oleh karenanya, ia mendorong pemerintah untuk meningkatkan kapasitas fasilitas kesehatan. Selain itu, tidak kalah penting yakni mempercepat vaksinasi, utamanya pada anak-anak, lansia, dan orang dengan komorbid atau penyakit bawaan.
Jika negara tak cukup antisipatif, bukan tidak mungkin angka kematian ikut melonjak karena fasilitas kesehatan tak mampu menampung penambahan beban yang besar.
Butuh ketegasan
Meski situasi memburuk, pemerintah belum mengambil kebijakan baru terkait pengetatan mobilitas hingga saat ini.
Belum lama ini pemerintah justru mencabut daftar 14 negara yang warganya dilarang masuk Indonesia karena mencatatkan kasus Omicron dalam jumlah besar. Artinya, pintu masuk RI kini terbuka bagi semua negara.
Tak hanya itu, masa karantina pelaku perjalanan luar negeri yang baru tiba di Tanah Air kini hanya 7×24 jam.
Padahal, sebelumnya karantina bagi WNI yang tiba dari 14 negara berlaku 14×24 jam. Di luar 14 negara itu WNI dan WNA wajib karantina 10×24 jam.
Sejauh ini pemerintah hanya mengimbau masyarakat yang tak punya urusan mendesak untuk menunda perjalanan luar negeri.
"Jadi saya ingin imbau lagi apa yang disampaikan Presiden, upaya jangan ke luar negeri dulu kalau tidak penting amat selama tiga minggu ke depan ini. Kalau masih mau hidup (silakan ikuti), kalau enggak mau hidup ya silakan langgar," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan melalui keterangan persnya, Rabu (19/1/2022).
https://nasional.kompas.com/read/2022/01/21/09225911/lebih-dari-2000-kasus-covid-19-sehari-dan-1000-omicron-indonesia-masuki