Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) Adi Mahfudz mengatakan, terdapat beberapa alasan yang membuat keputusan Anies tersebut tak sah.
Yang pertama, penetapan keputusan gubernur terbaru itu di luar batas tenggat waktu, yakni pada 21 November 2021.
Aturan mengenai tenggat waktu penetapan upah minimum lewat keputusan gubernur tersebut pun tertuang dalam Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.
"Jadi yang dipermasalahkan di dunia usaha, bukan kenaikannya. Yang dipermasalahkan adalah mekanismenya, yang diputuskan Pak Anies lewat keputusan gubernur kedua itu disayangkan dan kaget, karena itu sudah di luar mekanisme waktu penetapan," ujar Adi ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (29/12/2021).
Ketetapan revisi kenaikan UMP DKI Jakarta sendiri baru diteken Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 16 Desember 2021.
Kedua, Adi menilai penetapan kenaikan UMP DKI Jakarta terbaru tak melalui mekanisme dialog tripartit lewat dewan pengupahan provinsi.
Padahal, di dalam pasal 28 PP 36 disebutkan, perhitungan penyesuaian nilai UMP dilakukan oleh dewan pengupahan provinsi, sebelum akhirnya direkomendasikan kepada gubernur lewat dinas terkait.
"Di dewan pengupahan, kebiasan kami patokannya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan tentu spesifiknya PP 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Jadi kami lakukan itu dari waktu ke waktu itu sampai kami tetapkan, kami putuskan dengan mekanisme tripartit (dari unsur pemerintah, pengusaha, dan buruh)," ucap Adi.
"Jadi tidak ada satupun depan pengupahan nasional dan provinsi yang tidak melalui mekanisme tripartit," kata dia.
Untuk diketahui, lewat Kepgub terbaru tersebut, UMP DKI Jakarta 2022 ditetapkan Rp 4.641.854.
Dalam keputusan itu, Anies mengancam akan memberikan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan kepada para pengusaha yang tidak menaikkan UMP sesuai keputusannya.
Adi pun mengaku masih menunggu sikap dari Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Dalam Negeri terkait polemik UMP DKI Jakarta ini.
Ia pun menyebut, Kepgub terbaru Anies tersebut justru membuat pengusaha tidak memiliki kepastian hukum mengenai UMP DKI Jakarta.
"Implikasinya juga luas, di luar upah minimum, ada dampaknya terhadap jaminan sosial atau yang lainnya. Dari situ sangat menyayangkan, kesimpulannya kami tidak ada kepastian hukum dan perubahan itu membuat kita bingung," ujar Adi.
Terkait mengenai solusi dari sisi pemerintah terkait dengan polemik UMP DKI Jakarta ini, Kompas.com telah berusaha untuk menghubungi Kementerian Ketenagakerjaan.
Namun, Kepala Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan Chairul Harahap tak kunjung merespon.
Sebelumnya ia sempat mengatakan, Kemnaker bakal memfasilitasi pihak-pihak yang berselisih akibat penetapan UMP DKI Jakarta 2022 ini.
Karena tak bisa dipungkiri, menurut Chairul, penetapan upah yang tidak berdasarkan ketentuan tersebut menimbulkan polemik.
"Dapat kami sampaikan bahwa penetapan upah yang tidak berdasarkan ketentuan yang berlaku akan menimbulkan polemik di masyarakat, seperti yang terjadi di Provinsi DKI Jakarta. Kemnaker siap hadir untuk memfasilitasi jika ada perbedaan pandangan termasuk kenaikan upah minimum di DKI, karena unsur pembinaannya yang kita kedepankan," ujar Chairul.
https://nasional.kompas.com/read/2021/12/29/17453681/dewan-pengupahan-nasional-kepgub-anies-soal-ump-jakarta-tidak-sah