Pabrik tersebut sudah beroperasi sejak 2018.
"Estimasi produksi jumlah obat keras ilegal yang bisa dihasilkan dari tujuh mesin produksi per hari adalah 14.000.000 butir pil, berarti satu bulan 420.000.000 butir," kata Krisno dalam keterangan persnya, Senin (27/9/2021).
Sementara itu, berdasarkan keterangan para tersangka, pabrik bisa memproduksi 2.000.000 butir obat per hari.
Ada empat orang tersangka dalam kasus produksi dan peredaran obat ilegal ini. Mereka adalah Joko Slamet Riyadi alias Joko, Susanto Kuncoro alias Daud, Wisnu Zulan Ardi Purwanto, dan Sri Astuti.
Krisno mengungkapkan, barang bukti yang disita polisi yaitu satu unit truk colt diesel nopol AB 8608 IS serta 30.345.000 butir obat keras yang dikemas menjadi 1.200 colli paket dus.
Kemudian, tujuh mesin cetak pil Hexymer, DMP dan Double L, lima buah mesin oven obat, dua buah mesin pewarna obat, satu buah mesin cording/printing untuk pencetak, 300 sak lactose dengan berat total sekitar 800 kg.
Ada pula 100 kg adonan bahan pembuatan obat keras dan 500 kardus warna coklat, serta 500 botol kosong tempat penyimpanan obat keras.
Para tersangka dijerat Pasal 60 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja perubahan atas Pasal 197 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan subsider Pasal 196 dan/atau Pasal 198 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo Pasal 55 KUHP dengan ancaman pidana 15 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar subsider 10 tahun penjara.
Selain itu, para tersangka juga dijerat Pasal 60 UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp200 juta.
"Selanjutnya para tersangka dilakukan penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut oleh Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri," ujar Krisno.
https://nasional.kompas.com/read/2021/09/27/15534231/bareskrim-pabrik-obat-keras-ilegal-di-yogyakarta-mampu-produksi-14-juta