Studi menunjukkan, PAUD memobilisasi perempuan sebagai guru karena sifat pengasuhan anak usia dini yang dilekatkan dengan sifat femininnya dengan melihat peran guru PAUD sebagai perpanjangan peran ibu di rumah.
"Kelompok paling rentan pada level PAUD adalah guru PAUD itu sendiri yang notabene adalah perempuan," ujar Zulfah di acara webinar yang digelar Knowledge Sector Initiative (KSI), Selasa (21/9/2021).
Selama pandemi, kata dia, ada keterbatasan infrastruktur yang dialami para guru PAUD.
Ini termasuk kesulitan menerjemahkan pembelajaran anak usia dini yang sifatnya sangat psikomotorik karena daring.
"Maka banyak PAUD yang menonatktifkan bahkan memecat gurunya, terutama PAUD yang dikelola masyarakat dan swasta," kata dia.
Zulfah menjelaskan, meski feminisasi guru PAUD kesannya anekdotal tetapi 90-95 persen guru PAUD adalah perempuan.
Gajinya pun di bawah upah minimum regional (UMR) bahkan banyak yang menjadi guru PAUD secara sukarela tanpa ada tunjangan profesionalitas yang jelas.
"Kasus ini menegaskan, Covid-19 bukan semata-mata masalah kesehatan dan ekonomi saja tapi masalah gender. Kita semua terdampak, tapi siapa yang paling rentan?" kata dia.
Oleh karena itu, Zulfah pun mendorong perlunya kerja sama lintas sektoral untuk mengidentifikasi isu tersebut dan melakukan intervensi sosial.
Misalnya bagi guru PAUD perlu ada jaminan kerja dengan tidak menekankan guru PNS, non-PNS, permanen, dan sebagainya.
"Kemudian mempertimbangkan kerentanan guru-guru PAUD dalam berbagai bantuan sosial untuk merespons Covid-19," ucap dia.
Lebih lanjut Zulfah mengatakan, berdasarka riset telah teridentifikasi bahwa perempuan dari kelas sosial bawah merupakan kelompok paling rentan, sehingga terdampak paling parah oleh Covid-19.
Dengan demikian, infrastruktur perlu dialokasikan untuk melindungi dan memberikan mereka modal supaya bisa bertahan.
https://nasional.kompas.com/read/2021/09/21/13362531/mayoritas-perempuan-guru-paud-salah-satu-kelompok-terdampak-parah-pandemi