JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Cahya H Harefa mengatakan, penyaluran pegawai KPK nonaktif ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah permintaan pegawai.
Hal itu disampaikan Cahya menanggapi berbagai opini yang berkembang mengenai hal tersebut.
Adapun, sejumlah pegawai itu nonaktif setelah dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai bagian dari alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN).
“Kami dapat jelaskan bahwa atas permintaan pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat diangkat menjadi ASN, KPK bermaksud membantu pegawai tersebut untuk disalurkan pada institusi lain di luar KPK,” ujar Cahya dalam keterangan pers, Selasa (14/9/2021).
Menurut dia, KPK akan membantu pegawai untuk disalurkan bekerja di tempat lain sesuai dengan pengalaman kerja dan kompetensi yang dimilikinya.
Sebab, ujar Cahya, tidak sedikit institusi yang membutuhkan spesifikasi pegawai sesuai yang dimiliki insan KPK.
“Oleh karenanya, penyaluran kerja ini bisa menjadi solusi sekaligus kerja sama mutualisme yang positif,” ucap dia.
Cahya menegaskan, penyaluran kerja bagi pegawai KPK tersebut sebetulnya juga sesuai dengan program KPK yang telah lama dicanangkan.
Misalnya, untuk menempatkan insan KPK sebagai agen-agen antikorupsi di berbagai instansi dan lembaga.
Akan tetapi, kata dia, untuk dapat bekerja di instansi tujuan, sepenuhnya akan mengikuti mekanisme dan standar rekrutmen yang ditetapkan oleh instansi tersebut.
“Salah satu pegawai yang telah menyampaikan surat permohonan untuk disalurkan ke institusi lain menyatakan, keinginan terbesarnya adalah menyebarkan nilai-nilai antikorupsi di tempat lain di luar KPK,” kata Cahya.
“Kami berharap niat baik lembaga ini bisa dimaknai secara positif, karena penyaluran kerja ini tentu memberikan manfaat langsung bagi pegawai yang bersangkutan, institusi kerja yang baru, juga bagi KPK sendiri untuk memperluas dan memperkuat simpul antikorupsi di berbagai institusi,” tutur dia.
Terpisah, penyidik senior nonaktif KPK Novel Baswedan menilai, tawaran kerja bagi sejumlah pegawai nonaktif KPK di BUMN merupakan suatu penghinaan.
"Bagi kami tawaran untuk mengundurkan diri dan disalurkan itu adalah suatu penghinaan," ujar Novel kepada Kompas.com, Selasa (14/9/2021).
Menurut Novel, seharusnya pihak yang menawarkan pekerjaan kepada pegawai KPK dapat melihat perjuangan pegawai KPK selama ini adalah untuk memberantas korupsi.
Dengan demikian, saat mereka berusaha memperjuangkan polemik TWK bukan dianggap sebagai upaya mempertahankan pekerjaan.
“Mereka harusnya paham bahwa kawan-kawan memilih di KPK karena ingin berjuang untuk kepentingan negara dalam melawan korupsi, tidak hanya untuk sekedar bekerja,” kata dia.
Novel menilai, menyalurkan pegawai nonaktif KPK ke BUMN merupakan upaya sistematis untuk membunuh pemberantasan korupsi.
Hal itu, kata dia, semakin menggambarkan adanya kekuatan besar yang ingin menguasai KPK untuk suatu kepentingan yang bukan kepentingan memberantas korupsi.
"Perbuatan pimpinan yang melawan hukum, sewenang-wenang, ilegal dan tidak patut sebagaimana dikatakan oleh Komnas HAM untuk menyingkirkan 75 pegawai KPK tertentu tersebut kami lawan karena menghabisi harapan pemberantasan korupsi," ujar Novel.
"Jadi ini bukan semata masalah pekerjaan saja," tutur dia.
Seperti diketahui, sebanyak 75 pegawai dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) dalam tes wawasan kebangsaan.
Sebanyak 51 pegawai di antaranya diberhentikan karena mendapat penilaian merah dan 24 pegawai akan dibina kembali.
Dari 24 pegawai tersebut, sebanyak 18 orang telah mengikuti pelatihan bela negara dan dinyatakan lolos menjadi ASN.
Sehingga, ada sebanyak 57 pegawai KPK akan diberhentikan dengan hormat pada 1 November 2021.
https://nasional.kompas.com/read/2021/09/14/19370881/soal-penyaluran-kerja-pegawai-nonaktif-ke-bumn-ini-penjelasan-kpk