Salin Artikel

Seleksi Calon Hakim Agung, Soroti Sunat Hukuman Koruptor hingga Pelanggaran Gagal Atasi Pandemi

Sebelum tahapan wawancara, 24 peserta calon hakim agung itu sudah dinyatakan lolos seleksi kesehatan serta asesmen kepribadian dan rekam jejak.

Adapun proses wawancara kemarin diikuti oleh lima calon hakim agung yang semuanya berasal dari kamar pidana.

Wawancara tersebut dilakukan oleh panelis yang terdiri dari tujuh anggota KY, seorang negarawan, dan seorang pakar hukum.

Dalam proses seleksi tersebut terdapat beberapa hal menarik yang disorot oleh panelis ataupun peserta calon yakni:

1. Penanganan kasus narkoba

Calon hakim agung Dwiarso Budi Santiarto menilai, penanganan pemberantasan kasus narkoba tidak bisa menggunakan upaya represif.

Menurut dia, upaya pencegahan yang harus dilakukan agar masyarakat tidak menggunakan narkoba yaitu dengan meningkatkan kesadaran masyarakat itu sendiri.

"Melalui kultur dan budaya bagaimana terutama generasi muda kita menjauhi narkoba. Itu yang pertama. Kalau sifatnya represif, tentu ini tidak akan selesai," kata Budi ketika memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan anggota Komisi Yudisial, Amzulian Rifai, saat wawancara terbuka seleksi calon hakim agung, Selasa (3/8/2021).

Dia pun menjelaskan teori balon, di mana saat satu sisi ditekan maka sisi lain akan menggelembung.

"Sehingga preventiflah dengan cara pendidikan, agama, pengawasan juga bisa. Akhirnya ada kesadaran masyarakat untuk tidak menggunakan narkoba. Itu yang paling penting," ujar dia.

Pernyataan ini disampaikan setelah Amzulian menyinggung data United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) yang menyebut bahwa terdapat 300 juta penyalahguna narkoba di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, 1,3 juta di antaranya berada di Indonesia.

Amzulian lantas menanyakan konsep apa yang akan digunakan Budi dalam upaya memberantas penyalahgunaan narkoba di Tanah Air.

"Sebetulnya pembuat undang-undang berkeinginan untuk pemidanaan itu sebagai efek jera, tapi faktanya tidak menjadikan hal tersebut obat mujarab. Buktinya, para terpidana yang ada di lapas sudah dihukum berat, bahkan ada yang dijatuhi pidana mati, (namun) masih melakukan bisnis narkoba dari lapas," jawab Budi.

Dalam pandangan Budi, aparat penegak hukum juga mesti bersinergi untuk melakukan pemberantasan narkoba.

2. Pengurangan hukuman koruptor

Selain itu, Dwiarso Budi juga menilai pengurangan hukuman pada terpidana kasus korupsi merupakan hal yang biasa.

"Beredar di media, pandangan, pendapat masyarakat (tentang) adanya hakim di tingkat banding dan kasasi mengurangi hukuman, bahkan ada istilah korting, menyunat, saya ingin tahu pandangan Bapak," kata Joko.

Menurut Dwiarso, pengurangan hukuman di pengadilan tingkat dua dan kasasi merupakan hal yang lumrah jika dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum.

"Sebetulnya pengurangan hukuman atau penambahan hukuman itu suatu hal yang biasa. Hal yang sudah lumrah, asalkan sesuai dengan ketentuan yang ada," ujar Dwiarso.

Pengurangan itu, kata Dwiarso, terjadi ketika majelis hakim di tingkat dua atau kasasi menemukan beberapa pertimbangan yang tidak diperhitungkan dalam penentuan vonis oleh majelis hakim tingkat pertama.

"Kriteria kerugian keuangan negara, masalah keuntungan yang diterima dan kemudian soal berat dan ringannya ini," tutur dia.

"Kalau itu tidak dipertimbangkan tentu diperbaiki oleh pengadilan tingkat banding. Sehingga di situ bisa tampak ada penurunan, ada juga penambahan (hukuman)," ujar Dwiarso Budi.

Dia menegaskan, dirinya tidak bisa memberikan komentar lebih jauh terkait pemotongan hukuman jika belum membaca pertimbangan putusan.

Terkait dengan pemotongan pidana, Dwiarso mengeklaim jumlahnya di lapangan sangat kecil.

"Yang ada penurunan sudah kami catat, hanya berapa persen, sedikit sekali di bawah 8 persen, yang lainnya itu menguatkan atau menambah (vonis) bahkan," ujar dia.

Diketahui Dwiarso saat ini menjabat sebagai Badan Pengawasan Mahkamah Agung (MA).

Ia mulai dikenal publik setelah menjadi ketua majelis hakim dalam perkara penodaan agama yang menjerat eks Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada 2017 silam. Kala itu Dwiarso menjatuhkan vonis pasa Ahok selama 2 tahun penjara.


3. Dicecar kasus Pinangki dan Djoko Tjandra

Kemudian, calon hakim agung, Aviantara, dicecar pertanyaan mengenai pemotongan hukuman terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra serta jaksa Pinangki Sirna Malasari saat mengikuti seleksi terbuka calon hakim agung.

Pertanyaan itu diajukan oleh Wakil Ketua Komisi Yudisial M Taufiq HZ saat ingin menggali motivasi dan latar belakang Aviantara mengikuti seleksi tersebut.

"Saya lebih condong menekankan pada memberikan pelayanan yang berkeadilan pada pencari keadilan," jawab Aviantara dalam wawancara terbuka, Selasa (3/8/2021).

Taufiq pun menyinggung fungsi hakim saat ini yang kerap disebut sebagai tukang sunat perkara di sejumlah media.

Menanggapi hal itu, Aviantara mengatakan bahwa secara kode etik, para hakim tidak boleh memberikan komentar atau melakukan intervensi pada perkara yang sedang ditangani hakim lain.

Namun, Aviantara menyebut bahwa dirinya ingin menjadi contoh untuk para hakim yang lain bahwa dalam menangani perkara hanya berpedoman pada hukum.

"Kita tunjukkan, kita yang jadi contoh bahwa kita melakukan suatu pemeriksaan di persidangan itu murni bahwa ini adalah hukum. Tidak ada pengaruh dari pihak-pihak yang lain," ujar Aviantara.

Nama Aviantara cukup mendapat sorotan saat ditugaskan sebagai hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat 2014 silam.

Setidaknya, ada dua perkara besar yang ditangani oleh jebolan magister Fakultas Hukum Universitas Brawijaya itu, yakni perkara korupsi Bank Century dan pengadaan laboratorium dan penggandaan Al Quran di Kementerian Agama.

4. Perlunya hukuman mati

Sementara itu, calon hakim agung kamar pidana, Suradi, menilai hukuman mati masih perlu diberlakukan.

Namun, ia mengatakan, pidana mati sebaiknya diterapkan pada pidana khusus atau tertentu dan syarat penerapannya diperketat.

Dalam proses wawancara, Suradi menjawab pertanyaan salah satu panelis terkait kemandirian bagi Indonesia ketika berhadapan dengan keinginan dari negara lain. Contohnya, terkait penerapan pidana mati untuk warga negara asing (WNA).

Ketika WNA dijatuhi hukuman mati, pemerintah negara asal berkeinginan pidana tersebut tidak dilaksanakan terhadap warganya.

Suradi menyadari penerapan hukuman mati menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Jika dilihat dari prinsip hak asasi manusia, maka sepatutnya hukuman mati dihapuskan.

Terkait pertentangan itu, Suradi berpandangan, hukuman mati tetap diberlakukan untuk pidana tertentu atau khusus, bukan pidana umum.

"Dan syaratnya memang agak berat untuk bisa menentukan atau menjatuhkan pidana mati," ucap dia.


5. Gagal tangani pandemi bukan pelanggaran HAM berat

Sedangkan calon hakim agung Artha Theresia Silalahi menilai pemerintah tidak bisa disebut melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat jika gagal dalam menangani pandemi Covid-19.

Sebab, kata dia, untuk bisa dikategorikan melakukan pelanggaran HAM berat ada beberapa unsur yang harus dipenuhi dalam kejadian tersebut.

"Saya berpendapat bahwa apabila ada kegagalan di dalam penanganan pandemi ini tidak bisa dimasukan ke dalam pelanggaran HAM berat," kata Artha.

Menurut Artha, ada dua unsur penting untuk mengategorikan kejadian masuk dalam pelanggaran HAM berat yakni jumlah korban yang luar biasa dan adanya niat jahat yang disengaja.

Selain itu, lanjut dia, pandemi ini bersifat global bukan hanya lokal. Sehingga apabila pemerintah gagal dalam menangani pandemi Covid-19 tidak bisa dikategorikan dalam pelanggaran HAM berat.

"Jadi tidak serta merta sebuah kegagalan dalam menangani sebuah pandemi yang terjadi. Memang ini lokal tapi ini pemerintah yang dikhususkan menjadi sebuah kejahatan HAM berat. Saya pikir itu terlalu berlebihan," ujar dia.

https://nasional.kompas.com/read/2021/08/04/09522851/seleksi-calon-hakim-agung-soroti-sunat-hukuman-koruptor-hingga-pelanggaran

Terkini Lainnya

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke