Salin Artikel

Survei Litbang Kompas Ungkap 82,2 Persen Masyarakat Setuju KPU Sederhanakan Surat Suara

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil survei Litbang Kompas menunjukkan terdapat 82,2 persen masyarakat setuju apabila Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyederhakanan surat suara.

Peneliti Litbang Kompas Yohan Wahyu mengatakan, hasil survei tersebut menjadi modal sosial KPU untuk melakukan penyederhanaan surat suara.

Jumlah tersebut didapatkan atas pertanyaan apakah setuju KPU membuka alternatif desain surat suara agar jumlah surat suara lebih sedikit.

"Ini modal sosial KPU untuk melakukan penyederhanaan karena publik ada keinginan yang sama agar surat suara tidak ribet dan lebih mudah digunakan," kata Yohan di acara diskusi bertajuk "Menyederhanakan Surat Suara" yang digelar Perludem secara daring, Minggu (1/8/2021).

Sementara atas pertanyaan yang sama, terdapat 13,4 persen yang menjawab tidak setuju dan 4,4 persen yang menjawab tidak tahu.

Hasil survei juga menunjukkan bahwa terdapat 27,1 persen masyarakat yang mengaku kesulitan saat menerima lima kertas suara yang harus dicoblos di TPS pada Pemilu 2019.

Sementara yang tidak mengalami kesulitan terdapat 68,7 persen.

Khusus bagi responden yang memilih kesulitan, kata Yohan, pihaknya bertanya mengenai kesulitan apa saja yang dirasakan saat Pemilu 2019.

Hasilnya, terdapat 68,7 persen yang memilih sulit membedakan mana kertas suara untuk DPR, DPD, DPRD Provisi/Kabupaten/Kota.

Kemudian 82,7 persen memilih bingung mencari nama calon anggota legislatif yang akan dipilih karena terlalu banyak kertas suara.

"Dan ada 90,8 persen yang memilih bahwa waktu yang dibutuhkan terlalu lama di bilik suara karena kertas suara terlalu banyak dan lebar," kata Yohan.

Survei juga menunjukkan bahwa metode mencoblos tetap masih menjadi pilihan masyarakat.

Setidaknya ada 85,2 persen masyarakat yang memilih mencoblos kertas suara dan 12,6 persen mencontreng kertas suara.

Kemudian 86,7 persen masyarakat memilih mencoblos gambar dan 12,4 persen menulis angka nomor urut.

Menurut Yohan, mencoblos mendapatkan pilihan tertinggi karena masih dianggap sebagai teknik paling mudah.

"Ketika disuruh contreng atau coblos, mayoritas mencoblos. Jadi memang memori publik kita memilih di pemilu itu sama dengan mencoblos," kata dia.

"Ini pekerjaan rumah bagi KPU untuk mendesain surat suara, di satu sisi pemilih setuju di desain ulang tapi di sisi lain tetap ingin coblos," ucap Yohan.

Hal tersebut menyusul salah satu model dari 6 model yang dibuat KPU dalam penyederhanaan surat suara, terdapat surat suara yang tata cara pemilihannya dicoblos tetapi memiliki ruang yang sempit.

Menurutnya, ruang sempit tersebut berpotensi memperlebar surat suara tidak sah, padahal penyederhanaan untuk mengurangi surat suara tidak sah.

Adapun survei tersebut dilakukan Litbang Kompas pada 15-17 Juni 2021 dengan responden sebanyak 519 orang berusia minimal 17 tahun dari 34 provinsi.

Sampel ditentukan secara acak dari responden panel Litbang kompas sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi.

Tingkat kepercayaan pada survei ini adalah 95 persen dengan nirpencuplikan penelitian kurang lebih 4,30 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.

https://nasional.kompas.com/read/2021/08/01/16410561/survei-litbang-kompas-ungkap-822-persen-masyarakat-setuju-kpu-sederhanakan

Terkini Lainnya

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke