Karena itu, Prabowo memastikan tidak akan meloloskan kontrak yang berpotensi akan terjadi penyalahgunaan anggaran.
"Itu tanggung jawab saya kepada Presiden, (kepada) rakyat, bersejarah. Takut dikutuk oleh generasi. Saya enggak mau deh kalau sudah gila-gilaan," ujar Prabowo dikutip dari kanal Youtube Deddy Corbuzier, Senin (14/6/2021).
Ia mencontohkan, penyalahgunaan anggaran bisa dilakukan dengan mark-up atau penggelembungan. Misalnya, pengadaan alutsista yang digelembungkan hingga 600 persen.
Jika hal seperti itu terjadi, ia memastikan tidak akan menandatangani untuk menyetujui proyeknya.
"Saya tidak mau loloskan," kata Prabowo.
Untuk mengantisipasi hal itu, Prabowo akan menggandeng Kejaksaan Agung, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Menurut Prabowo, keterlibatan ketiga instansi tersebut untuk memeriksa semua kontrak sebelum kontrak dengan negara produsen alutsista tersebut efektif.
"Jadi kontrak itu kan ada beberapa tahap, jadi ada kontrak awal, habis itu ada kondisi-kondisi yang harus dipenuhi. Dalam perjalanan ini saya akan minta Kejaksaan, BPKP, dan BPK," ucap Prabowo.
Kementerian Pertahanan (Kemenhan) berencana membeli alutsista dengan anggaran Rp 1.700 triliun.
Rencana pengadaan alutsista senilai Rp 1.700 triliun tertuang dalam dokumen Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Tahun 2020-2024.
Berdasarkan rancangan tersebut, pengadaan alutsista ini bisa dilakukan dengan skema peminjaan dana asing alias utang.
Namun demikian, Prabowo memastikan bahwa nilai pengadaan alutsista itu dan pembahasan rancangan tersebut belum final.
https://nasional.kompas.com/read/2021/06/14/12353441/bicara-penyalahgunaan-anggaran-prabowo-enggak-mau-kalau-gila-gilaan-takut