Sebab, belanja pemerintah tercatat masih rendah, baik yang berkaitan dengan APBN, APBD, maupun anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
"Realisasi belanja pemerintah masih rendah, sekitar kurang lebih 15 persen ini untuk APBN, dan 7 persen untuk APBD, masih rendah," kata Jokowi saat membuka rapat koordinasi nasional pengawasan intern pemerintah di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (27/5/2021).
"Serapan belanja PEN, Pemulihan Ekonomi Nasional, juga masih rendah, baru 24,6 persen," tuturnya.
Tak hanya itu, kata Jokowi, pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintahan juga masih lambat.
Pada kuartal pertama tahun 2021, realisasi pengadaan barang dan jasa dari kementerian dan lembaga baru mencapai 10,98 persen. Sementara, pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah daerah kurang dari 5 persen.
Oleh karenanya, Jokowi menekankan agar belanja anggaran dan pengadaan barang/jasa dipercepat.
"Sekali lagi kecepatan, tapi juga ketepatan sasar," ujarnya.
Jokowi pun meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) mencari penyebab lambatnya realisasi belanja dan pengadaan barang-jasa ini.
Ia menginstruksikan kedua lembaga itu mencarikan solusi dan menawarkan jalan keluar untuk mengatasi masalah ini.
"Ini tugas dalam mengawal belanja tadi. Lalu mengawal agar kementerian/lembaga dan pemda agar bisa merealisasikan belanjanya dengan cepat dan akuntabel," katanya.
Jokowi mengingatkan bahwa target pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II tahun 2021 mencapai 7 persen. Ia menyebut angka itu bukan target mudah lantaran ekonomi kuartal kedua tahun ini masih minus 0,74 persen.
Oleh karenanya, Jokowi meminta semua pihak bekerja keras untuk mencapai target tersebut.
"Saya meyakini, Insya Allah kalau semuanya bekerja keras, belanja segera dikeluarkan, realisasisnya angka itu bukan sesuatu yang mustahil untuk diraih," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2021/05/27/12510381/jokowi-belanja-pemerintah-pusat-baru-15-persen-daerah-7-persen-masih-rendah