Sebab, ia khawatir Indonesia akan menjadi seperti di India yang saat ini mencekam akibat gelombang kedua Covid-19 jika masyarakat nekat mudik.
"Nekat mudik? Indonesia bisa seperti India. Ada lonjakan kasus 100.000 per hari dan korban meninggal mencapai 1.000 per hari. Dikabarkan juga, rumah sakit sudah tidak mampu lagi menampung pasien," kata Rahmad dalam keterangannya, Selasa (20/4/2021).
Politikus PDI-P itu mengingatkan agar masyarakat dapat belajar dari pengalaman buruk India dalam lonjakan kasus Covid-19.
Apalagi, Indonesia akan mendekati hari raya Idul Fitri yang identik dengan kegiatan mudik ke kampung halaman.
Padahal, mobilitas penduduk sejatinya dihindari dalam masa pandemi Covid-19.
"Nah, untuk mencegah meledaknya kasus Covid-19 di Tanah Air, khususnya mendekati hari Idul Fitri yang tinggal menghitung hari, bangsa Indonesia harus menjadikan kasus Covid-19 di India sebagai pelajaran," ujar dia.
"Sebab, jika masyarakat abai dan tak peduli terhadap protokol kesehatan, kasus di India bisa juga terjadi di Indonesia," ucap dia.
Menurut dia, lonjakan kasus Covid-19 itu terjadi karena masyarakat di sana abai terhadap protokol kesehatan.
Masyarakat di India, kata dia, mengabaikan protokol kesehatan seperti menggelar pesta pernikahan secara besar-besaran, berkumpul untuk kampanye politik tanpa jaga jarak, dan merayakan upacara keagamaan.
"Merujuk data Worldometer, Senin (19/4/2021), jumlah kasus positif Covid-19 di India sudah menembus 15,06 juta kasus. India kini menjadi negara dengan kasus Covid-19 terbesar kedua di dunia. Peringkat pertama masih Amerika Serikat dengan 32,4 juta kasus," ucap dia.
Oleh karena itu, Rahmad menekankan agar masyarakat mematuhi peraturan larangan mudik yang diterapkan pemerintah.
Kendati demikian, ia berpendapat, pemerintah tetap perlu mewaspadai kemungkinan warga mudik di luar ketentuan resmi.
"Berkaca dari pengalaman sebelumnya, meski ada larangan, tetap saja ada upaya masyarakat untuk mudik bersama. Bayangkan bila ada jutaan warga yang mudik sebelum 6 Mei, sesuai ketentuan, bisa-bisa penyebaran Covid-19 menjadi tidak terkendali," ujar dia.
Ia pun berpendapat, langkah yang perlu dilakukan pemerintah dan masyarakat yakni dengan gotong royong.
Menurut dia, perlu ada kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah, serta dukungan dari seluruh elemen masyarakat terkait larangan mudik.
"Masyarakat diharapkan sadar dan mau mengikuti anjuran pemerintah untuk tidak mudik tahun ini. Karena sesungguhnya, kalau masyarakat abai terhadap ketentuan pemerintah, pandemi bisa meledak setiap saat," ucap dia.
Ia juga meminta pemerintah desa maupun daerah tujuan mudik, serta masyarakatnya dapat tegas menghalau warga yang tetap nekat mudik bersama.
Aparat desa bekerja sama dengan aparat keamanan negara harus berani melarang pemudik memasuki wilayahnya.
"Bila tetap nekat, ya disuruh pulang kembali," kata Rahmad.
Selain itu, dia menekankan, pemerintah pusat dan daerah harus terus menerus menyosialisasikan risiko jika tetap memaksakan mudik.
Dalam hal ini, kata dia, pemerintah dapat terus menggelorakan kewaspadaan akan adanya penularan Covid-19 jika tetap melakukan mudik.
"Jangan sampai sampai ledakan kasus baru Corona naik seperti yang terjadi di India. Bila sosialisasi ini dilakukan secara masif kepada masyarakat serta ditambah adanya ancaman bahwa warga yang mudik ditolak, bisa jadi dan kita harapkan calon calon pemudik akan berpikir dua kali untuk mudik lebaran tahun ini," ucap Rahmad.
Sementara itu, kasus Covid-19 di Indonesia hingga hari ini, Selasa (20/4/2021) telah mencapai 1.614.849 orang sejak kasus pertama kali ditemukan di Indonesia pada 2 Maret 2020.
Adapun jumlah tersebut didapat dari data Satgas Penanganan Covid-19 yang menyebutkan jumlah pasien yang terinfeksi Covid-19 di Indonesia bertambah 5.549 pada Selasa.
https://nasional.kompas.com/read/2021/04/20/19302351/imbau-masyarakat-tidak-mudik-anggota-dpr-jika-nekat-indonesia-bisa-seperti