Salin Artikel

ICJR: Pengecualian dalam RUU Larangan Minuman Beralkohol Tidak Jelas, Berpotensi Timbulkan Kesewenangan

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Criminal Justice Reform ( ICJR) menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Minuman Beralkohol (Minol) tidak perlu dibahas DPR.

Menurut ICJR pelarangan bagi minuman beralkohol dapat memberi dampak negatif bagi peradilan pidana di Indonesia.

Alasannya, pertama, berdasarkan draf yang tersedia, RUU ini menggunakan pendekatan prohibitionist atau larangan buta, dengan memuat ketentuan Pasal 7 yang melarang setiap orang mengonsumsi minuman beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, minuman beralkohol tradisional, dan minuman beralkohol.

Larangan ini juga mengatur ganjaran bagi pelanggar dengan ketentuan pidana Pasal 20 dengan pidana penjara paling sedikit (3) tiga bulan dan paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling sedikit Rp 10.000.000 dan paling banyak Rp 50.000.000.

“Walaupun memuat pengecualian larangan, namun pengaturan pengecualian tersebut sama sekali tidak jelas, bahkan akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Ketidakjelasan pengecualian yang ketat ini dapat memberi dampak terjadi kesewenangan,” tulis ICJR dalam laman resminya yang dikutip Kompas.com, Jumat (13/11/2020).

Menurut ICJR semangat prohibitionist hanya akan memberikan masalah besar. Hal itu sebelumnya telah terjadi ketika Indonesia mengatur kebijakan terkait narkotika.

Dalam hal itu, imbuh ICJR, seluruh bentuk penguasaan narkotika dilarang dalam UU justru membuat lebih dari 40.000 orang pengguna narkotika dikirim ke penjara, memenuhi penjara dan membuat peredaran gelap narkotika di penjara tak terelakkan.

Negara juga telah membuktikan bahwa pendekatan keras terhadap penyalahgunaan narkotika tidak membuat jumlah kasusnya berkurang.

Pendekatan prohibitionist terhadap alkohol dinilai sebagai sebuah pendekatan usang. Pendekatan ini pernah dilakukan di Amerika Serikat pada 1920-1933.

Akibat pelarangan tersebut perang antarkelompok justru marak, dan dengan peraturan perundangan yang kaku, penjara menjadi semakin penuh.

Pada akhirnya, pedagang atau bandar gelaplah yang justru menguasai dan mengelola minuman beralkohol di pasar.

Hal ini yang juga terjadi pada kebijakan narkotika saat ini, yang mengendalikan peredaran adalah pasar gelap yang tak sedikit bekerja sama secara koruptif dengan aparat penegak hukum.

Kedua, pengaturan tentang penggunaan alkohol yang membahayakan sudah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, misalnya dalam Pasal 492, Pasal 300 KUHP.

Dalam RKUHP pun ketentuan pasal ini juga masih dimuat, seluruh tindak pidana dalam RUU Larangan Minuman Beralkohol harusnya diharmonisasikan pada pembahasan RKUHP yang sedang dibahas di DPR, tidak perlu dengan RUU sendiri, yang bahkan dengan pendekatan yang usang.

Pemerintah pun sudah lama mengeluarkan aturan pengendalian alkohol melalui Peraturan Menteri Perdagangan Indonesia Nomor 25 Tahun 2019 tengang pengendalian dan pengawasan terhadap minuman beralkohol.

Ketiga, DPR harus kritis terhadap pengusulan RUU ini. Pemerintah dan DPR harus terlebih dahulu membuat riset mendalam mengenai cost benefit analysis atas kriminalisasi seluruh tindakan yang terkait dengan produksi, distribusi, kepemilikan, dan penguasaan minuman beralkohol.

"ICJR melihat bahwa Naskah Akademik RUU Larangan Minol tidak memuat analisis tersebut, padahal berpotensi besar membebani APBN dan para pembayar pajak untuk seluruh tindakan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan, dan pemasyarakatan yang dilakukan atas para calon tersangka, calon, terdakwa, dan calon terpidana ini," tulis keterangan tersebut.

“Memang Perlu dilakukan langkah-langkah yang memang sejalan dengan perlindungan kesehatan masyarakat, namun pelarangan buta hanya akan membuat alkohol menjadi masalah baru setelah narkotika, menimbulkan peredaran gelap, sistem yang korup, beban penegakan hukum, dan kerugian besar pada negara serta masyarakat,” imbuh ICJR.

Untuk diketahui, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan pembahasan rancangan Undang-Undang ( RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol (Minol) di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Selasa (10/11/2020).

Usulan pembahasan RUU ini diusulkan oleh 21 orang pengusul dari tiga fraksi, yaitu Fraksi PPP, Fraksi PKS, dan Fraksi Gerindra tanggal 24 Februari 2020 perihal permohonan harmonisasi RUU Larangan Minuman Beralkohol.

Salah satu pengusul, anggota DPR dari Fraksi PPP Illiza Sa'aduddin Djamal mengatakan, RUU Larangan Minuman Beralkohol bertujuan melindungi masyarakat dari dampak negatif akibat pengonsumsian minuman beralkohol.

Menurutnya, soal minuman beralkohol belum diatur secara spesifik dalam undang-undang. Pengaturannya saat ini masuk dalam KUHP yang deliknya dinilai terlalu umum.

Sedangkan, ia mengatakan, aturan larangan minuman beralkohol merupakan amanah konstitusi dan agama bahwa tiap orang berhak hidup sejahtera di lingkungan yang baik.

"Sebab itu, melihat realitas yang terjadi seharusnya pembahasan RUU Minuman Beralkohol dapat dilanjutkan dan disahkan demi kepentingan generasi yang akan datang," kata Illiza, Rabu (11/11/2020).

https://nasional.kompas.com/read/2020/11/13/10005851/icjr-pengecualian-dalam-ruu-larangan-minuman-beralkohol-tidak-jelas

Terkini Lainnya

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke