Salin Artikel

Saat "Petinggi Kita" dan "Dikondisikan Atasan" Muncul di Sidang 3 Oknum Penegak Hukum yang Terseret Kasus Djoko Tjandra

JAKARTA, KOMPAS.com - Tiga aparat penegak hukum yang terseret kasus pelarian buronan kelas kakap, Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra, sudah memasuki tahap persidangan.

Adapun ketiganya terdiri dari Irjen Napoleon Bonaparte, Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo, dan Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Napoleon dan Prasetijo tersandung kasus dugaan korupsi terkait penghapusan red notice di Interpol atas nama Djoko Tjandra. Kasus ini ditangani oleh Bareskrim Polri.

Sementara, Pinangki merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi terkait kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA). Kejaksaan Agung yang menangani kasus ini.

Salah satu hal yang muncul saat sidang dan menjadi sorotan adalah munculnya sebutan “petinggi kita” serta soal atasan dari para aparat penegak hukum tersebut.

“Petinggi kita”

Sebutan “petinggi kita” muncul dalam surat dakwaan kasus red notice Djoko Tjandra yang dibacakan saat sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/11/2020).

Dalam dakwaan disebutkan, Irjen Napoleon meminta uang sebesar Rp 7 miliar untuk “petinggi kita” terkait kasus red notice.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono menuturkan, pernyataan Napoleon tidak ada dalam berita acara pemeriksaan (BAP).

“Faktanya yang bersangkutan (Napoleon) sewaktu diperiksa menjadi tersangka oleh penyidik, kalimat itu tidak ada, jawaban itu tidak ada,” kata Awi di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (3/11/2020).

Akan tetapi, Kejaksaan Agung menegaskan, jaksa penuntut umum (JPU) menyusun surat dakwaan berdasarkan berkas perkara dari penyidik.

Di hari berikutnya, 4 November 2020, Awi meluruskan pernyataannya. Menurutnya, permintaan uang tersebut memang tidak ada dalam BAP Napoleon, tetapi berasal dari keterangan tersangka lain.

"NB itu di-BAP tidak ada yang menyatakan uang untuk petinggi, tetapi keterangan tersangka lainnya iya ada,” ucap Awi di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Rabu (4/11/2020).

Belakangan diketahui, pernyataan Napoleon yang diduga meminta uang untuk "petinggi kita" tersebut berasal dari BAP Tommy Sumardi yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini. Kuasa hukum Tommy, Dian Pongkor, mengonfirmasi hal tersebut.

Meski sempat muncul dalam BAP, polisi mengaku tidak menemukan bukti yang cukup adanya dugaan aliran dana ke "petinggi kita" tersebut.

Awi menilai, informasi itu hanyalah pengakuan tersangka.

"Kalau orang ini ngakunya, untuk ini, untuk itu, pengakuannya dia kan. Kan itu semua harus dibuktikan. Sekarang tugasnya polisi membuktikan yang alirannya (dari) Djoko Tjandra tadi,” tutur Awi di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (9/11/2020).

Karena tak menemukan bukti permulaan yang cukup, polisi tak dapat menelusuri hal tersebut. Menurut Awi, pihaknya membutuhkan bukti permulaan yang cukup untuk menelusuri sebuah masalah.

Awi pun tak mau berkomentar lebih jauh. Polri menyerahkan ke proses persidangan yang masih berjalan.

"Sudahlah biarkan persidangan berjalan, nanti kan fakta-fakta persidangan akan muncul semua,” kata Awi.

"Atasan"

Sementara itu, pihak "atasan" Jaksa Pinangki sempat disebut dalam sidang kasus dugaan korupsi terkait kepengurusan fatwa di MA.

Hal itu disebutkan oleh saksi bernama Rahmat saat sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/11/2020).

Adapun Rahmat merupakan pengusaha yang mengenalkan Jaksa Pinangki kepada Djoko Tjandra.

Menurut Rahmat, Pinangki memberi arahan kepada dirinya saat akan diperiksa oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) dan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidus).

Arahan Pinangki itu pun diikuti Rahmat saat diperiksa oleh Jamwas pada 24-25 Juli 2020.

Hal itu dilakukan Rahmat karena memercayai Pinangki. Selain itu, Rahmat mengaku mendapat informasi dari temannya bahwa Pinangki memiliki banyak kenalan di Kejaksaan.

Rahmat juga menyebutkan, Pinangki memiliki backing, yaitu atasannya.

"Kata Bu Pinangki, 'Sudah dikondisikan dengan atasan saya'," ujar Rahmat saat sidang seperti dilansir dari Antara.

Akan tetapi, pengacara Pinangki, Jefri Moses, membantah kesaksian Rahmat tersebut.

"Mbak Angki (Pinangki) tidak pernah mengatur-atur Rahmat, apalagi bilang sudah dikondisikan sama atasan," ucap Jefri ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (10/11/2020).

Ia mengeklaim, Pinangki tidak pernah menyebut soal "dikondisikan sama atasan" dalam BAP.

Menurut Jefri, pertanyaan mengenai arahan terhadap Rahmat untuk memberikan keterangan tertentu saat diperiksa juga tidak muncul dalam proses pemeriksaan.

Ia menilai, hanya Rahmat yang dapat menjelaskan keterangannya tersebut.

"Saya rasa penyataan Rahmat tersebut hanya bisa dikonfirmasi ke Rahmat sendiri, mengenai maksud dia bilang seperti itu apa," tutur Jefri.

KPK diminta turun tangan

Dengan adanya sejumlah keterangan saat persidangan tersebut, muncul dorongan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan.

Dorongan itu datang dari Indonesia Corruption Watch (ICW) agar Komisi Antirasuah menyelidiki lebih lanjut dugaan aliran uang ke pihak yang disebut "petinggi kita" dalam kasus red notice Djoko Tjandra.

"Perpres tersebut bisa dijadikan landasan untuk KPK melakukan penyelidikan baru," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (3/11/2020).

Perpres yang dimaksud adalah Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2020 tentang Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Begitu pula dengan perkara Jaksa Pinangki. ICW mendesak KPK memperhatikan keterangan saksi yang muncul dalam sidang untuk melihat potensi keterlibatan pihak lain dalam kasus kepengurusan fatwa tersebut.

Menurut Kurnia, keterangan Rahmat soal atasan Pinangki yang sudah mengondisikan perkara ini dapat dijadikan awal penelusuran.

"Pertanyaan lanjutannya: Siapa atasan yang dimaksud? Apakah atasan dari institusi tempat di mana Pinangki selama ini bekerja?" kata Kurnia, Selasa (10/11/2020).

ICW pun meminta KPK segera menerbitkan surat perintah penyelidikan karena diyakini ada keterlibatan pihak lain yang belum terungkap.

https://nasional.kompas.com/read/2020/11/11/08325701/saat-petinggi-kita-dan-dikondisikan-atasan-muncul-di-sidang-3-oknum-penegak

Terkini Lainnya

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke