Salin Artikel

Masyumi Dulu yang Bukan Masyumi Sekarang...

Namun, penggunaan nama Masyumi untuk menamai partai politik juga pernah terjadi pada 1999. Saat itu, pemilu pertama di era reformasi diikuti oleh dua partai yang menggunakan nama Masyumi yakni Partai Masyumi dan Partai Masyumi Baru.

Namun, selepas Pemilu 1999, kedua partai tersebut tak pernah muncul kembali di pemilu berikutnya hingga Pemilu 2019.

Berbeda dengan era Natsir

Menanggapi kemunculan Masyumi Reborn, peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati menilai, deklarasi Masyumi yang dulu berbeda dengan Masyumi Reborn yang sekarang.

Ia menilai, pendirian Partai Masyumi di era oleh Mohammad Natsir merupakan upaya untuk menyatukan aspirasi politik kalangan Islam modernis.

Saat itu di era Orde Lama, umat Islam khususnya kalangan Islam modernis memiliki agenda membangun negara berbasiskan nilai-nilai Islam. Hal itu terlihat sejak penyusunan Piagam Jakarta yang kini menjadi pembukaan UUD 1945.

Saat itu kelompok Islam berupaya memasukkan tujuh kata, yakni "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".

Golongan Islam yang memperjuangkan tujuh kata tersebut lalu bersama-sama mendirikan Partai Masyumi untuk mewujudkan visi politik Islam mereka.

Upaya golongan agama membangun negara dengan nilai-nilai Islam selanjutnya terlihat lewat debat antara Natsir dan Soekarno yang menggambarkan pertarungan politik golongan agama dan nasionalis saat itu.

"Jadi Masyumi lama itu didirikan atas dasar kepentingan ideologis. Namun kalau kita bandingkan dengan Masyumi baru sekarang ini, tentu bukan warna ideologi yang dipertimbangkan, namun lebih pada kepentingan," kata Wasisto kepada Kompas.com, Senin (9/11/2020).

Ia menambahkan, narasi politik yang dibangun Masyumi sekarang lebih untuk mendikotomikan pemilih Muslim dan non-Muslim, atau Muslim yang religius dengan Muslim yang kurang religius.

Ia menilai, Masyumi di era Orde Lama tak seperti itu. Menurut dia, Masyumi lama lebih didasarkan pada kehendak bersama kalangan Islam modernis untuk mengejawantahkan visi Islam dalam sebuah negara, bukan sekadar mendikotomikan pemilih Muslim dan non-Muslim.

"Kalau untuk pertimbangan pemilih Muslim, saya pikir agak ragu karena pemilih Muslim kita (sekarang) itu ideologinya tidak terlalu kuat seperti tahun 1945-1965," ujar dia.

Sementara itu, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) sekaligus murid Natsir, Yusril Ihza Mahendra, menilai bahwa orientasi politik rakyat saat ini sudah berubah.

Ia menilai rakyat tidak lagi terbelah pada perbedaan ideologi yang tajam seperti tahun 1945-1960.

Sebagai murid Natsir, ia pun mendirikan partai baru di era reformasi tapi tak menggunakan nama Masyumi. Yusril memilih mendirikan partai yang tak mengandung nama Masyumi karena menurut dia zaman telah berubah.

Ia mengakui PBB adalah partai baru yang menimba inspirasi dari Partai Masyumi. Namun, ia menolak untuk menggunakan nama Masyumi karena situasi politik reformasi sangat berbeda dengan tahun 1945-1960 ketika Masyumi ada.

Ia pun mengatakan kesulitan mengelola partai Islam ialah saat memperoleh dana sebab sebagian besar umat Islam hidup dalam kekurangan.

"Yang punya dana besar itu para cukong, para pengusaha dalam maupun dalam negeri. Sepanjang pengalaman saya, tidak ada ada para cukong dan para pengusaha besar itu yang sudi mendanai Partai Islam. Makanya, partai-partai Islam itu hidupnya "ngos-ngosan"," tutur Yusril.

Ia menambahkan, zaman sekarang sangat jarang ada anggota partai membayar iuran anggota seperti zaman dulu.

Dinilai sulit berkembang

Hal senada disampaikan pengajar komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio. Dia menilai, saat ini tak mudah bagi partai politik berbasis agama untuk mendapatkan suara dalam pemilihan, meski ceruk pasarnya dirasa besar.

"Walaupun ceruk partai berbasis agama ini besar, tapi tidak semata-mata yang berbasis agama ini akan mudah mendapatkan suara," kata Hendri saat dihubungi Kompas.com, Senin (9/11/2020).

Menurut Hendri, parpol berbasis agama kini tidak mudah mendapatkan suara karena adanya partai nasionalis yang lebih merebut suara masyarakat.

"Kan terbukti, yang tiga besar itu nasionalis semua. Ya, ada PDI-P, kemudian Golkar, Gerindra," ujarnya.


Pertarungan antara partai politik berbasis agama ini juga dirasa kian sengit. Ia mengambil contoh Partai Ummat buatan Amien Rais akan bertarung dalam perolehan suara dengan Partai Amanat Nasional (PAN).

"Ummat dulu, lah, misalnya, yang diperebutkan ini basisnya PAN, Muhammadiyah, atau loyalis-loyalisnya Amien. Pasti Ummat akan bertarung dengan PAN, ceruk pasar yang diperebutkan ya itu," kata dia.

Sementara itu, lanjutnya, ceruk pasar yang akan diperebutkan Masyumi Reborn adalah yang ditargetkan oleh Partai Bulan Bintang sebelumnya.

Oleh sebab itu, kata dia, walaupun ceruk pasar besar, tidak akan memudahkan bagi parpol berbasis agama Islam yang baru untuk merebut suara.

Ia pun berpendapat jika saat ini perebutan suara untuk parpol berbasis agama sudah dimiliki oleh tiga besar partai yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS), PAN, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Sebabnya, ia menilai akan sulit bagi partai politik baru berbasis agama untuk bertarung dalam memperebutkan suara masyarakat.

"Belum lagi ada Partai Gelora. Artinya, dengan partai politik yang sekarang ada yang kuat, seperti PKS, PAN, dan PKB. Sebetulnya, pemilik suara yang menginginkan partai berbasis agama itu sudah cukup," ucap Hendri.

https://nasional.kompas.com/read/2020/11/10/08181931/masyumi-dulu-yang-bukan-masyumi-sekarang

Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke