JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Pinangki Sirna Malasari mengaku tidak pernah melaporkan secara resmi mengenai pertemuannya dengan buronan Djoko Tjandra di Malaysia.
"Saya memang tidak melaporkan pertemuan saya, tapi saya hanya menceritakan. Jadi memang tidak memberikan laporan resmi melihat Djoko Tjandra di Malaysia," kata Pinangki saat sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (4/11/2020) dilansir dari ANTARA.
Namun, Pinangki mengaku pernah menceritakan pertemuannya dengan Djoko Tjandra pada November 2019 kepada jajaran Uheksi (Upaya Hukum, Eksekusi dan Eksaminasi).
Hal itu diungkapkan Pinangki setelah mendengarkan keterangan sejumlah saksi yang juga merupakan jaksa di Kejaksaan Agung.
Saksi yang dimaksud terdiri dari, Kasubag Kepangkatan dan Mutasi II pada bagian Kepangkatan dan Mutasi Kepegawaian Kejagung Sulasman, Kasubdit TPPU Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Syarief Sulaiman Nahdi, dan Kepala Sub Bagian Pengelolaan Gaji dan Tunjangan pada Kejagung Wahyu Adi Prasetyo.
Ketua Majelis Hakim Ignasius Eko Purwanto sempat bertanya apakah Pinangki turut menceritakan pertemuannya dengan Djoko Tjandra kepada para saksi.
Dari keterangan Pinangki, ia tidak bercerita kepada para saksi.
Pinangki menambahkan, pertemuan itu diceritakan kepada teman seangkatannya dan bahkan turut menunjukkan foto.
"Bukan, beliau belum di situ," kata Pinangki menjawab pertanyaan ketua majelis hakim.
"Saya ceritakan ke kepada teman-teman level kasi, eselon 4, bukan ke level tinggi, saya ceritakan ke teman-teman satu angkatan, saya tunjukan foto-fotonya bukan melaporkan tapi menceritakan," tambah Pinangki.
Ketiga saksi pun mengaku tidak mengetahui cerita Pinangki soal Djoko Tjandra.
Akan tetapi, berdasarkan keterangan saksi bernama Syarief Sulaiman Nahdi, seseorang wajib melapor apabila mengetahui lokasi buronan.
"Wajib melaporkan, mungkin bukan hanya ke Kejaksaan Agung tapi juga bisa ke aparat kepolisian setempat atau Kejari setempat," kata Syarief.
Ketika ditanya oleh hakim apakah Pinangki pernah melapor bahwa Djoko Tjandra berada di Malaysia, Syarief mengungkapkan bahwa tidak pernah ada laporan.
Adapun, Djoko Tjandra merupakan narapidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali yang telah diburu oleh kejaksaan sejak tahun 2009.
Dalam surat dakwaan, Pinangki disebut beberapa kali menemui Djoko Tjandra di Kuala Lumpur dalam rangka kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA) pada akhir tahun 2019.
Fatwa itu menjadi upaya Djoko Tjandra agar tidak dieksekusi sehingga ia dapat kembali ke Indonesia tanpa menjalani vonis dua tahun penjara di kasus Bank Bali.
Dalam kasus ini, Pinangki didakwa menerima uang 500.000 dollar Amerika Serikat dari Djoko Tjandra. Uang itu diduga terkait kepengurusan fatwa untuk Djoko Tjandra di MA.
Dari jumlah yang ia terima, Pinangki memberikan 50.000 dollar AS kepada rekannya dalam kepengurusan fatwa tersebut, Anita Kolopaking.
Sementara, sisanya sebesar 450.000 dollar AS digunakan untuk keperluan pribadi Pinangki.
Pinangki membeli mobil BMW X-5, membayar dokter kecantikan di Amerika Serikat, menyewa apartemen atau hotel di New York, membayar tagihan kartu kredit, serta membayar sewa dua apartemen di Jakarta Selatan.
Atas perbuatannya, Pinangki dijerat Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor subsider Pasal 11 UU Tipikor.
Pinangki juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Pinangki dijerat Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Terakhir, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat dan dijerat Pasal 15 jo Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU Tipikor subsider Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor.
https://nasional.kompas.com/read/2020/11/04/22454571/pinangki-akui-tak-pernah-laporkan-pertemuannya-dengan-djoko-tjandra-di