Aturan sapu jagat bernama resmi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini berisi 1.187 halaman.
UU Cipta Kerja tersebut kini sudah diunggah di situs resmi Kementerian Sekretaris Negara (Kemensetneg) dan bisa diakses publik.
Berdasarkan naskah UU Cipta Kerja yang diterima Kompas.com, Senin (2/11/2020) malam, ketentuan Pasal 79 dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan kini diubah dengan menyebutkan pekerja hanya mendapatkan waktu istirahat sehari untuk enam hari kerja dalam sepekan.
Ketentuan ini tak mengalami perubahan dibanding draf RUU Cipta Kerja versi 905 halaman yang beredar pada 5 Oktober 2020, beberapa saat sebelum disetujui untuk disahkan.
"Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu," demikian bunyi Pasal 81 poin 23 dalam UU Cipta Kerja.
Kewajiban pengusaha yang hanya memberi waktu istirahat sehari ini dikhawatirkan menghilangkan hak istirahat sebagaimana diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan regulasi tersebut, buruh sebelumnya dapat menjalani waktu istirahat sehari hingga dua hari dalam sepekan. Artinya, waktu libur berdasarkan pasal ini kini mengalami pemangkasan.
Akan tetapi, UU Cipta Kerja juga terlihat menghadirkan kontradiksi terkait hari kerja.
Sebab, dalam perubahan terhadap Pasal 77, masih ada ketentuan mengenai waktu kerja lima hari dalam sepekan, jika bekerja delapan jam dalam satu hari.
Akan tetapi, ketentuan waktu kerja itu bisa tidak berlaku untuk sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
Aturan dalam Pasal 81 poin 21 yang mengubah Pasal 77 Undang-Undang Ketenagakerjaan itu berbunyi:
Pasal 77
(1) Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
(2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
(3) Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (21 tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
(4) Pelaksanaan jam kerja bagi pekerja/buruh di perusahaan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Terkait cuti
Selain itu, pengusaha juga mempunyai kewajiban memberikan cuti kepada pekerja atau buruh.
Cuti tersebut berupa cuti tahunan yang paling sedikit 12 hari kerja setelah buruh bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.
Berdasarkan Pasal 79 ayat 4, pelaksanaan cuti tahunan nantinya akan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Selain waktu istirahat dan cuti, perusahaan tertentu juga dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Namun demikian, ketentuan lebih lanjut mengenai perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
https://nasional.kompas.com/read/2020/11/03/05280081/bedah-uu-cipta-kerja-kontradiksi-waktu-libur-hanya-sehari-dalam-sepekan