Hal itu diungkapkan Benny dalam pleidoi atau nota pembelaan yang dibacakan pada sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (22/10/2020).
"Dakwaan dan tuntutan kepada saya merupakan konspirasi untuk menjerat saya sebagai pelaku kejahatan tindak pidana korupsi yang terjadi di PT AJS," kata Benny seperti dikutip dari Antara.
"Dengan perkataan lain, saya adalah korban konspirasi dari pihak-pihak tertentu yang justru bertanggung jawab atas kerugian negara ini," ujar dia.
Benny menilai, tidak ada bukti apapun dalam persidangan yang menunjukkan bahwa dirinya sebagai pengendali investasi Jiwasraya.
Ia pun merasa sedih dan marah ketika mendengar tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
"Ketika saya mendengar tuntutan hukuman penjara seumur hidup terhadap diri saya tanpa didukung dengan fakta-fakta dan bukti-bukti yang sebenar-benarnya di persidangan, hati saya bergolak, sedih, marah," ucapnya.
Benny menegaskan kewajibannya dari repo (repurchase agreement) saham maupun MTN-MTN (Medium Term Notes) yang pernah diterbitkan sudah ia lunasi.
Maka dari itu, ia berpandangan, tidak ada lagi kerugian negara yang ditimbulkan dari perjanjian repo dan MTN tersebut.
Ia pun teringat awal mula perkara tersebut yakni dari laporan audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Menurut Benny, ada oknum di BPK yang memerintahkan agar ia terseret kasus tersebut.
"Di mana sewaktu tim audit sedang bekerja di kantor BPK, salah seorang anggota tim auditor diperintahkan oleh wakil ketua BPK berinisial AJP untuk mengasosiasikan saya dengan salah satu terdakwa lainnya tanpa harus adanya pembuktian!," tutur dia.
Dalam pledoinya, Benny sekaligus membantah tuduhan bahwa dirinya mengatur 90 persen investasi saham di PT AJS dan reksa dana.
Menurut dia, tuduhan itu hanya opini dan asumsi mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini.
"Karena Hary Prasetyo mengajukan diri sebagai justice collaborator sehingga keterangannya memberatkan pihak lain," kata Benny.
"Hal ini diungkapkan oleh Hary Prasetyo ketika saya berada dalam satu kendaraan tahanan setelah sidang. Dia mengakui 'kebohongan' yang dialamatkan ke saya dan minta maaf, bahkan sampai menangis," ucapnya.
Benny kemudian mengungkapkan adanya dua jaksa penyidik bernama Putri Ayu Wulandari dan Patrik Getruda Neonbeni yang membuat berita acara pemeriksaan (BAP) palsu adiknya, Teddy Tjokrosapoetro.
BAP yang disebut palsu tersebut dikatakan dibuat untuk pemeriksaan Teddy sebagai saksi terdakwa Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto pada 4 Mei 2020.
Benny mengungkapkan, BAP palsu itu dibuat untuk mengaitkan dirinya sehingga seolah-olah bekerja sama dengan Joko Hartono Tirto mengendalikan investasi Jiwasraya.
"Bukankah ini menunjukkan bahwa ada suatu konspirasi yang telah diskenariokan dengan demikian rapi oleh orang–orang yang menggunakan kekuasaan atas nama hukum untuk merampas harta kekayaan milik saya guna menutupi kebusukan perbuatan orang lain yang konon katanya telah merugikan keuangan negara Rp 16,8 triliun," ucap Benny.
Dalam kasus ini, Benny dituntut hukuman penjara seumur hidup dan denda sebesar Rp 5 miliar subsider 1 tahun kurungan.
Selain itu, JPU menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 6,078 triliun atau tepatnya Rp 6.078.500.000.000.
Dalam uraian tuntutan, JPU menilai Benny Tjokro terbukti menerima keuntungan sebesar Rp 6.078.500.000.000.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/23/10083371/benny-tjokro-mengaku-jadi-korban-konspirasi-di-kasus-jiwasraya