Salin Artikel

Benarkah UU Cipta Kerja Berikan Keuntungan bagi Pekerja Kontrak?

JAKARTA, KOMPAS.com - Pernyataan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah soal keuntungan bagi pekerja kontrak dalam Undang-Undang Cipta Kerja mendapat kritik dari kelompok buruh hingga akademisi.

Klaim Menaker tersebut dinilai terlalu dini dan mengenyampingkan fakta lain tentang buruknya sistem kerja kontrak yang selama ini terjadi di perusahaan-perusahaan Tanah Air.  Bahkan, penghapusan sistem kerja kontrak sudah menjadi tuntutan buruh sejak lama.

Menurut Ida, keuntungan bagi pekerja kontrak dalam UU Cipta Kerja tertuang pada Pasal 81 angka 17 yang menyisipkan Pasal 61A di Undang-Undang Ketenagakerjaan. Ketentuan ini mengatur soal uang kompensasi jika masa kerja berakhir atau terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dengan kewajiban membayar uang kompensasi, perusahaan atau pengusaha diasumsikan akan berpikir dua kali untuk memberhentikan karyawan kontrak.

"Oh, ada (keuntungan pekerja kontrak di UU Cipta Kerja). Dulu, PKWT itu tidak ada kompensasi kalau berakhir masa kerjanya. Sekarang, kalau kontrak berakhir, dia mendapat kompensasi," kata Ida dikutip dari Harian Kompas, Senin (19/20/2020).

Lantas, benarkah UU Cipta Kerja memberikan keuntungan bagi karyawan atau pekerja kontrak?

Dosen Hukum Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM) Nabiyla Risfa Izzati menyatakan, klaim Menaker soal kompensasi untuk pekerja yang masa kontraknya berakhir belum memiliki perhitungan dan mekanisme yang jelas.

Sebab, ketentuan lebih lanjut soal uang kompensasi itu akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP).

"Masih terlalu prematur untuk bilang bahwa uang kompensasi ini akan menguntungkan bagi pekerja kontrak," ujar Nabiyla saat dihubungi, Selasa (20/10/2020).

Hal senada diungkapkan oleh Direktur Trade Union Rights Centre (TURC) Andriko Otang. Ia khawatir ketentuan besaran kompensasi yang diberikan perusahaan tidak sebanding dengan risiko yang ditanggung pekerja akibat terjadi pemutusan hubungan kerja PHK.

Kemudian ia juga menyoroti perubahan 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja.

Pasal 81 angka 15 UU Cipta Kerja menghapus pembatasan masa kerja kontrak selama dua tahun dengan maksimal perpanjangan satu tahun dan ketentuan batas waktu perpanjangan kontrak akan diatur dalam PP.

Alih-alih menguntungkan, Andriko menilai perubahan ini justru menimbulkan ketidakpastian pekerjaan bagi pekerja. Andriko mengatakan, pekerja dapat selama-lamanya menjadi pekerja kontrak dan tidak akan pernah menikmati kompensasi berupa pesangon seperti pekerja tetap ketika terjadi PHK.

"Bisa jadi hanya di atas kertas, karena ke depan makin sedikit pekerja yang bisa menikmati nilai pesangon tersebut karena ke depan trennya tidak ada lagi kewajiban pekerja yang kontrak diangkat jadi permanen, sehingga semuanya tergantung itikad baik pemberi kerja. Kecuali untuk pekerja yang saat ini statusnya sudah permanen," Kata Andriko saat dihubungi, Rabu (21/10/2020).

PP harus jelas dan memihak pekerja

Sistem kerja kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) sudah sejak lama menjadi isu tuntutan buruh/pekerja.

Sistem kerja kontrak dianggap menimbulkan pemiskinan sistematis, sebab pekerja tidak mendapatkan hak-hak penuh selayaknya buruh tetap. Yang diuntungkan lewat sistem ini adalah perusahaan.

Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Jumisih mengatakan pernyataan Menaker hanya sebuah pembenaran terhadap lahirnya UU Cipta Kerja.

Menurut Jumisih yang semestinya perlu diatur pemerintah adalah bagaimana para pekerja/buruh kontrak terlindungi dengan aturan pengangkatan menjadi pekerja tetap secepatnya.

"Ini sungguh pernyataan yang aneh, kalau mau melindungi pekerja jangan tanggung-tanggung, pastikan seluruh buruh di Indonesia menjadi pekerja tetap, itu baru kita nyatakan perlindungan," ucap Jumisih, Selasa (20/10/2020).

Ketentuan PKWT ini juga menjadi tuntutan buruh dan berbagai kelompok masyarakat sipil lain dalam aksi-aksi penolakan UU Cipta Kerja.

UU Cipta Kerja justru dianggap makin memperlemah posisi buruh dengan dihapusnya ketentuan maksimal perusahaan dapat memperpanjang masa kerja kontrak.

Artinya, tidak menutup kemungkinan pekerja dapat menjadi pekerja kontrak seumur hidup.

Nabiyla berharap aturan dalam PP yang dibuat pemerintah nantinya memihak kepada kepentingan pekerja/buruh.

Ia mendorong agar pemerintah melibatkan pihak terkait dalam pembahasan PP soal uang kompensasi tersebut. Meskipun ia juga sangsi, sebab untuk proses pembuatan PP, pemerintah memiliki waktu yang sangat sempit yaitu maksimal 3 bulan.

"Hal ini hanya akan bisa terjadi kalau pembuatan PP dilakukan secara transparan dan melibatkan semua stakeholder terkait," kata Nabiyla.

https://nasional.kompas.com/read/2020/10/22/08580691/benarkah-uu-cipta-kerja-berikan-keuntungan-bagi-pekerja-kontrak

Terkini Lainnya

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke