"Kami sudah minta ke presiden agar Bapak Kapolri jangan seenaknya membiarkan anak buahnya melakukan tindak kekerasan pada pengunjuk rasa," kata Muhyiddin kepada Kompas.com, Senin (19/10/2020).
Muhyidin mengaku hal tersebut ia sampaikan langsung saat diundang bertemu Jokowi di Istana Kepresidenan, Bogor, Jumat (16/10/2020) pekan lalu.
Muhyidin menegaskan bahwa kekerasan yang dilakukan aparat terhadap demonstran penolak UU Cipta Kerja di berbagai daerah merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
"Itu kan menyalahi HAM. Mereka menyampaikan aspirasi dijamin konstitusi, kenapa ditembak, kenapa ditekan, kenapa dipersekusi, kami sampaikan juga semua itu," kata Muhyiddin.
Muhyiddin meminta ke depannya polisi bisa mengamankan unjuk rasa sesuai standar operasional yang berlaku. Bukan dengan cara-cara respresif.
"Sebagai anak bangsa kita tidak mau negara ini kacau, kita maunya damai. Tetapi masing-masing harus paham dan memposisikan dirinya sesuai konstitusi," kata dia.
Selain memprotes kekerasan aparat, Muhyiddin juga mengaku meminta Presiden Jokowi menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk membatalkan UU Cipta Kerja
"Kami MUI minta agar pemerintah bisa mengeluarkan Perppu. Tapi Presiden bilang tidak bisa karena itu inisiatif dari pemerintah," kata dia.
Menurut Muhyiddin, Presiden dalam pertemuan itu lebih menekankan bahwa pemerintah akan segera menyusun aturan turunan UU Cipta Kerja berupa peraturan pemerintah dan peraturan presiden. MUI pun diminta memberi masukan.
Namun, Muhyidin menilai sebaik apapun aturan turunan yang disusun pemerintah nantinya, tetap tidak bisa menjadi solusi bagi pasal-pasal bermasalah di UU Cipta Kerja.
"Sebab, PP atau Perpres kan tak bisa melampaui UU," kata dia.
Oleh karena itu, Muhyiddin menyesalkan MUI baru diundang Jokowi untuk memberi masukan setelah UU Cipta Kerja disahkan.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/19/18423571/bertemu-jokowi-waketum-mui-mengaku-protes-kekerasan-polisi-terhadap