Koordinator Bidang Konstitusi dan Ekonomi Kode Inisiatif, Rahmah Mutiara mengatakan, UU Cipta Kerja secara jelas menghapuskan kewenangan daerah untuk mengurus urusan daerahnya sendiri.
Hal tersebut, kata dia, tampak dari skema pemberian izin yang sentralistis, yaitu hanya dapat dilakukan pemerintah pusat.
Sedangkan daerah, kata dia, hanya diberikan fungsi pengawasan saja.
"Jika sentralisasi diterapkan apakah pemerintah pusat sudah siap betul menangani seluruh perizinan dari setiap daerah di Indonesia?" kata Rahmah dikutip dari siaran pers, Selasa (6/10/2020).
"Ketentuan ini jelas melanggar Pasal 18 Ayat (2) UUD 1945 dan tidak sejalan dengan tujuan utama kebijakan politik pasca-Orde Baru serta mencederai eksistensi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah," ujar dia.
Salah satu perizinan yang diatur adalah soal penetapan analisis dampak lingkunan (amdal) kegiatan usaha yang mutlak berada pada pemerintah pusat.
Selain itu, pembahasan RUU Cipta Kerja juga dinilainya tidak partisipatif.
Sebab dalam pembahasannya, kata dia, DPR hanya menghadirkan para pihak yang pro terhadap draf aturan tersebut.
DPR juga tidak melibatkan aktor terdampak langsung, dalam hal ini para buruh atau pekerja.
Hal tersebut juga dinilainya melanggar prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 dan asas keterbukaan sebagaimana Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011.
"Kemudian, materi muatan RUU Cipta Kerja melanggar konstitusi karena mengakomodir substansi yang bermasalah dan tidak sesuai konstitusi," kata dia.
Kode Inisiatif juga menilai bahwa UU Cipta Kerja tidak menjamin kepastian hukum dan malah menjauh dari cita-cita reformasi regulasi.
Pasalnya, masih banyak pendelegasian pengaturan lebih lanjut di bawah UU.
"Sebuah potret nyata bahwa UU Cipta kerja tidak menjamin kepastian hukum sebagaimana dimandatkan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945," kata dia.
Sebelumnya, DPR mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang melalui rapat paripurna, Senin (5/10/2020).
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengetuk palu tanda pengesahan setelah mendapatkan persetujuan dari semua peserta rapat.
Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas dalam pemaparannya di rapat paripurna menjelaskan, RUU Cipta Kerja dibahas melalui 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020. RUU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
"Baleg bersama pemerintah dan DPD telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali: dua kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan enam kali rapat timus/timsin yang dilakukan mulai Senin sampai Minggu, dimulai pagi hingga malam dini hari," ujar Supratman.
"Bahkan masa reses tetap melakukan rapat baik di dalam maupun luar gedung atas persetujuan pimpinan DPR," tutur dia.
Sembilan fraksi di DPR kembali menyampaikan pandangan mereka terhadap RUU Cipta Kerja dalam rapat paripurna.
Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat tetap menolak seluruh hasil pembahasan RUU Cipta Kerja.
Hasilnya, RUU Cipta Kerja tetap disahkan menjadi undang-undang. Mayoritas fraksi DPR dan pemerintah setuju.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/06/10041761/kode-inisiatif-omnibus-law-uu-cipta-kerja-cederai-uu-pemda