Alwan menyarankan agar sanksi yang diatur Perppu berupa diskualifikasi pasangan calon kepala daerah pelanggar dari kepesertaan Pilkada.
"Penting untuk mengeluarkan satu peraturan atau kemudian semacam Perppu atau semacam sebuah peraturan emergency yang mengatakan bahwa berikanlah diskualifikasi bagi pasangan calon yang tetap tidak melakukan protokol kesehatan," kata Alwan dalam sebuah diskusi virtual, Selasa (8/9/2020).
Menurut Alwan, tidak cukup jika penyelenggara Pilkada hanya menyampaikan imbauan-imbauan kepada paslon untuk menerapkan protokol kesehatan.
Harus ada sanksi yang dapat memberikan efek jera sehingga pelanggaran dapat dicegah.
"Didiskualifikasi saja, sehingga itu ada efek jera," ujarnya.
Ketidakefektifan imbauan, kata Alwan, salah satunya terbukti dari banyaknya dugaan pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi selama pendaftaran peserta Pilkada berlangsung 4-6 September.
Ratusan bakal pasangan calon membawa rombongan massa saat mendaftar ke KPU, meski telah diperingatkan untuk tak menciptakan kerumunan.
Menurut Alwan, hal itu terjadi sebagai imbas dari ketidaktegasan aturan.
"Mestinya efektivitas pencegahan itu sudah dilakukan di awal sehingga tidak terjadi pelanggaran protokol kesehatan," ucapnya.
Di samping itu, Alwan menilai, Bawaslu sebagai lembaga pengawas yang mestinya mampu memberhentikan terjadinya kerumunan massa justru tak bisa banyak berbuat.
Bawaslu mengaku kewenangannya terbatas dalam menindak kerumunan, padahal ada Peraturan Bawaslu yang dibuat untuk mengawasi penerapan protokol kesehatan Pilkada.
Oleh karenanya, Alwan menilai, baik Peraturan KPU maupun Peraturan Bawaslu yang dibuat penyelenggara untuk menggelar Pilkada di tengah pandemi masih sebatas aturan tertulis saja.
"PKPU Nomor 6 tentang pelaksanaan Pilkada lanjutan di masa pandemi dan Perbawaslu Nomor 4 tentang pengawasan di masa pandemi itu murni tidak tepat dan murni hanya sebatas sebuah peraturan yang kemudian tidak direperesentasikan di lapangan," kata Alwan.
Alwan pun mendorong agar ke depan fungsi penyelenggara diperkuat, bukan sekadar menjalankan kegiatan yang bersifat seremonial.
Lantaran tahapan Pilkada masih panjang, perlu diatur sanksi mengenai calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan.
"Bisa akan menjadi sebuah genosida yamg besar dalam proses pilkada kita kalau kemudian penyelenggara kita Bawaslu, KPU, pemerintah dan gugus tugas juga tidak memberikan sebuah kepastian soal kewenangan," kata Alwan.
Sebelumnya diberitakan, ada 243 dugaan pelanggaran yang dilakukan bakal calon kepala daerah selama 2 hari pendaftaran Pilkada.
Data itu dihimpun oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hingga Sabtu (5/9/2020). Data masih mungkin bertambah lantaran Bawaslu tengah menghimpun dugaan pelanggaran di masa pendaftaran hari ke-3.
Dugaan pelanggaran ini berkaitan dengan aturan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 yang berlaku selama masa pendaftaran.
"Hari pertama 141 (dugaan pelanggaran), hari kedua 102," kata Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar saat dihubungi Kompas.com, Minggu (6/9/2020) malam.
Fritz menyebut, para bapaslon diduga melanggar aturan karena umumnya membawa massa saat mendaftar ke KPU. Ada pula bapaslon yang ketika mendaftar tak membawa surat hasil tes PCR atau swab test.
Setelah pendaftaran peserta ditutup, tahapan Pilkada 2020 akan dilanjutkan dengan penetapan paslon pada 23 September.
Sementara, hari pemungutan suara Pilkada rencananya akan digelar serentak pada 9 Desember.
Adapun Pilkada 2020 digelar di 270 wilayah di Indonesia, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
https://nasional.kompas.com/read/2020/09/08/15003571/pemerintah-didorong-terbitkan-sanksi-bagi-paslon-pilkada-yang-langgar