Salin Artikel

Putusan MA Dinilai Tak Mungkin Ubah Hasil Pilpres 2019, Ini Alasannya

Sebab, menurut Ray, situasi politik Indonesia sudah kondusif dengan menerima hasil Pilpres 2019.

"Sudah tidak mungkin, karena kedua pasangan capres sudah menerima hasil pilpres," ucap Ray Rangkuti dalam sebuah diskusi, Kamis (9/7/2020).

Kemudian, kata Ray, yang melakukan gugatan aturan atau PKPU kepada MA bukanlah orang yang terkait langsung dalam pencalonan atau pasangan capres yang bersangkutan.

"Jadi putusannya kalau diterima oleh dua pasangan capres sebagaimana adanya tidak ada riak-riak lagi yang perlu untuk diperdebatkan," tutur Ray.

Bahkan, Ray mengatakan bahwa persaingan dalam Pilpres 2019 sudah tidak relevan lagi dibicarakan dengan bergabungnya Prabowo Subianto ke dalam pemerintahan.

Saat ini, Jokowi merupakan pembantu Presiden Joko Widodo dengan menjabat Menteri Pertahanan.

"Faktanya sekarang Pak Prabowo dan Gerindra bahkan ikut serta di dalam kabinet Jokowi," ujar Ray.

"Secara politik, hasil pilpres sudah diterima dengan legawa, legawanya malah berlebihan karena pasangan capres yang bertanding pun ikut di dalam kekuasaan," kata dia.

Ray  melanjutkan, gejolak politik bisa saja terjadi jika putusan MA tersebut diterima dan dilaksanakan.

Padahal, menurut dia, masyarakat sudah tidak menginginkan kondisi bangsa yang terbelah. Apalagi, saat itu politik identitas begitu menguat.

"Situasi pilpres kita seperti 2019, kemudian di 2014 yang lalu, jauh dari apa yang kita namakan sehat. Kita bukan hanya berbeda tetapi bisa bisa terbelah sebagai sebuah bangsa akibat politik identitas yang begitu kuat menjelma," ujar Ray.

Sebelumnya diberitakan, MA mengabulkan permohonan uji materi Pasal 3 Ayat (7) PKPU Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum.


Gugatan ini diajukan oleh pendiri Yayasan Pendidikan Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri, dan beberapa pengugat lainnya.

Dalam putusan Nomor 44 P/PHUM/2019 tersebut dan diunggah pada 3 Juli 2020 lalu, MA menyatakan Pasal 3 ayat 7 PKPU 5/2019 bertentangan denan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terutama Pasal 416 ayat 1.

Pasal 3 ayat 7 PKPU 5/2019 berbunyi, "Dalam hal hanya terdapat 2 (dua) pasangan calon dalam pemilu presiden dan wakil presiden, KPU menetapkan pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak sebagai pasangan calon terpilih".

Sedangkan Pasal 416 ayat 1 UU 7/2017 berbunyi, "Pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20 persen (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 1/2 (setengah) jumlah provinsi di Indonesia.

Dalam pertimbangannya MA berpendapat, KPU yang mengeluarkan PKPU 5/2019 telah membuat norma baru dari peraturan yang berada diatasnya, yakni UU 7/2019. Selain itu, KPU juga memperluas tafsir dalam pasal 416 UU 7/2017.

https://nasional.kompas.com/read/2020/07/09/20493091/putusan-ma-dinilai-tak-mungkin-ubah-hasil-pilpres-2019-ini-alasannya

Terkini Lainnya

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke