Menurut Sutarmidji, hal dasar yang harus dilakukan kepala daerah adalah selalu memantau pergerakan data terbaru kasus Covid-19 di daerah.
Tujuannya, untuk memetakan langkah strategis penanganan penyakit tersebut, baik secara medis maupun sosial.
"Yang jelas, kepala daerah itu harus tahu data setiap hari. Saya kalau dalam satu hari hubungi Kepala Dinas Kesehatan saya bisa kirim WhatsApp 200-300 kali," kata Sutarmidji dalam talkshow daring yang digelar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Jumat (3/7/2020).
"Karena saya harus tahu pergerakan data itu setiap waktu supaya saya bisa buat kebijakan yang efisien dan cepat. Kalau kita lengah, kita akan keluarkan biaya yang sangat besar," lanjut dia.
Bahkan, dirinya sampai memantau menu apa saja yang diberikan rumah sakit provinsi maupun kabupaten/kota untuk para pasien Covid-19.
Tujuannya, agar proses pemulihan pasien berjalan maksimal dengan asupan gizi yang baik.
Sutarmidji mengungkapkan, ada sejumlah makanan khusus yakni madu, pepaya, pisang, alpukat hingga telur rebus yang diberikan kepada pasien.
"Kan itu saja sebenarnya obat mereka. Kalau diberikan itu paling lama 21 hari mereka udah selesai (sembuh)," tutur dia.
Selain itu, Sutarmidji juga mengevaluasi diagnosis kepada pasien.
Dia mencontohkan, jika individu berstatus orang tanpa gejala (OTG), maka tidak harus dirawat di rumah sakit.
Para OTG bisa menjalani isolasi mandiri di rumah atau tempat yang disiapkan pemerintah provinsi.
Kemudian, Sutarmidji juga menyebut telah memberikan teguran kepada bupati/wali kota yang tidak mengedukasi masyarakat soal Covid-19.
"Misalnya ada bupati menjenguk pasien positif, itu kita ingatkan. Sebab seharusnya bisa dijenguk setelah selesai 14 hari dan sembuh," tutur dia.
"Jika demikian, bisa disalahartikan masyarakat dan membahayakan," tambah Sutarmidji.
Sebelumnya, Sutardmidji mengatakan, pihaknya menggunakan strategi pelaksanaan rapid test sebanyak mungkin untuk menekan angka penularan Covid-19 di daerahnya.
Menurut dia, tidak ada cara lain yang bisa digunakan untuk mendeteksi potensi penularan Covid-19 selain melalui rapid test.
"Rapid test itu harus sebanyak mungkin. Sebab tidak ada media lain untuk menjaring orang yang terpapar virus. Tidak ada selain rapid test," ujar Sutarmidji.
Dia mengungkapkan, berdasarkan pengalaman, tingkat keterjangkitan daerah yang melakukan rapid test semakin kecil.
Sutarmidji mencontohkan, di Kota Pontianak awalnya tercatat 177 kasus positif Covid-19.
"Diperkirakan 40 persen masyarakat Pontianak terdampak Covid-19. Karena kita lakukan rapid test sampai 23.000 orang, hasilnya kasus di daerah itu hampir tidak ada dalam dua pekan ini," ungkap dia.
"Kalau pun ada penambahan rata-rata hanya satu kasus," lanjut dia.
Lebih lanjut, Sutarmidji mengungkapkan, dari 336 pasien Covid-19 di Kalimantan Barat, sebanyak 20 persennya adalah perawat dan dokter.
Artinya, tidak semua kasus di daerahnya didominasi masyarakat umum.
Kemudian, dia mengungkapkan jika tingkat kesembuhan di daerahnya sebesar 82 persen.
Meski demikian, pihaknya akan terus melakukan evaluasi terhadap proses kesembuhan para pasien Covid-19.
"Termasuk memantau asupan makanan yang masuk untuk para pasien itu," tambah dia.
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu daerah yang berprestasi dalam menekan tingkat penularan Covid-19.
Menurut Wiku, di provinsi tersebut tidak ada daerah yang tak terdampak Covid-19.
Namun, hingga 28 Juni ada 33 kabupaten/kota yang sudah tidak ditemukan kasus baru Covid-19.
"Ini merupakan sebuah prestasi sebab sebelumnya mereka bisa saja berada di zona lain. Bisa zona hijau, oranye atau mungkin merah," tambah Wiku.
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/03/15250401/cerita-gubernur-kalbar-kirim-ratusan-pesan-singkat-demi-pantau-kasus-covid