Menurut Sahroni, makna guyonan Gus Dur itu agar kepolisian menjadi institusi yang mengabdi kepada masyarakat lurus dan jujur.
"Menurut saya, kutipan ini adalah pengingat sekaligus nasihat abadi bagi kepolisian. Ini adalah pengingat untuk para polisi agar tetap bekerja sesuai koridor, amanah, dan lurus," kata Sahroni dalam keterangan tertulis, Kamis (18/6/2020).
Ia menilai hal yang wajar jika ada masyarakat yang menggunakan guyonan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Sahroni berharap kepolisian dapat menerimanya sebagai sebuah pengingat.
"Wajar saja ya, karena kan tujuannya untuk mengingatkan, bukan dipelintir untuk menyudutkan institusi kepolisian. Jadi kita juga harus sama-sama fair, publik mengingatkan, polisi juga bisa menerima kritikan," tuturnya.
Sahroni mengatakan polisi dapat mengambil tindakan jika ditemukan indikasi unggahan tersebut bertujuan untuk mengadu domba.
Namun, ia menegaskan polisi perlu hati-hati merespons candaan atau kritik masyarakat.
"Intinya kalau tujuannya untuk mengadu domba boleh ditindak, namun jika tujuannya adalah untuk mengingatkan maka tidak masalah. Polisi juga bisa lebih berhati-hati dalam menanggapi candaan maupun kritikan dari masyarakat," tegasnya.
Sebelumnya, Ismail Ahmad, seorang warga Kepulauan Sula, Maluku Utara, dibawa ke Polres Kepulauan Sula untuk dimintai keterangan terkait unggahannya di Facebook.
Adapun Ismail mengunggah guyonan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atay Gus Dur yang berbunyi, “ada tiga polisi jujur di Indonesia, yaitu polisi tidur, patung polisi, dan Jenderal Hoegeng”.
Kepada Kompas.com, Ismail bercerita bahwa dia mengunggah guyonan itu pada Jumat (12/6/2020) pagi sekitar jam 11.00 WIT.
Dia tidak menyangka bahwa postingan itu akan berakhir di kantor polisi untuk dimintai klarifikasi.
Setelah dimintai keterangan, Ismail dipersilakan kembali ke rumah dan sempat wajib lapor selama dua hari.
Dia juga diminta menyampaikan permohonan maaf terkait dengan postingannya tadi.
“Setelah saya sampaikan permohonan maaf pada Selasa (16/6/2020), maka masalah itu sudah selesai dan sejak saat itu saya tidak lagi wajib lapor,” ucap Ismail.
Sementara Kabid Humas Polda Maluku Utara, AKBP Adip Rojikun menjelaskan bahwa masalah itu sudah diselesaikan oleh Polres Kepulauan Sula.
“Itu mengedukasi, tapi sudah selesai,” kata Adip.
Sementara itu, Jaringan Gusdurian menuding kepolisian melakukan intimidasi terhadap Ismail Ahmad usai dibawa ke Mapolres Kepulauan Sula, Maluku Utara, untuk meminta maaf atas unggahan guyonan Gus Dur itu.
"Meski kasus tersebut tidak diproses karena Ismail bersedia meminta maaf, namun pemanggilan terhadap Ismail oleh Polres Sula adalah bentuk intimidasi institusi negara terhadap warganya," kata Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid dalam keterangan tertulis, Kamis (18/6/2020).
Dengan demikian, kata Alissa, hal ini menambah catatan upaya penggunaan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagai instrumen untuk membungkam kebebasan berpikir dan berpendapat di Indonesia.
Oleh karena itu, kata Alissa, Jaringan Gusdurian sebagai kelompok yang berjuang meneruskan perjuangan Gus Dur mengapresiasi Ismail Ahmad yang telah menggunakan hak konstitusionalnya sebagai warga negara.
Menurutnya, Ismail Ahmad telah menggunakan hak konstitusionalnya dengan cara mengekspresikan dan menyatakan pendapatnya melalui platform media sosial.
Selain itu, Alissa meminta aparat penegak hukum untuk tidak mengintimidasi warga negara yang mengekspresikan dan menyatakan pendapat melalui media apapun.
Sebab, kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat adalah hak konstitusional yang wajib dilindungi oleh aparat penegak hukum.
"Penggunaan Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tidaklah tepat karena pasal pencemaran baik hanya berlaku untuk subjek perseorangan, bukan terkait dengan lembaga apalagi pemerintah," tegas Alissa.
https://nasional.kompas.com/read/2020/06/18/17082821/wakil-ketua-komisi-iii-unggahan-guyonan-gus-dur-nasihat-abadi-bagi