Namun, menurut Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Corona Achmad Yurianto, pelaksanaan tes massal atau rapid test di Indonesia berbeda dengan Korea Selatan.
Pasalnya, rapid test yang dilakukan di Indonesia berdasarkan contact tracing atau penelusuran kontak dari pasien yang telah dinyatakan positif sebelumnya.
"Jadi, rapid test ini adalah rapid test penjaringan, screening. Jadi jangan disamakan dengan di Korea," ucap Achmad Yurianto dalam dialog di Kompas TV, Jumat (3/4/2020).
"Ini adalah tindak lanjut menggiring setelah ditemukan kasus positif," kata Yuri.
Meski banyak masyarakat ingin mengikuti rapid test tersebut, namun pemerintah telah menetapkan tiga prioritas masyarakat yang bisa mengikutinya.
Prioritas pertama adalah masyarakat yang memiliki kontak dekat dengan pasien yang dinyatakan positif Covid-19.
Sementara, prioritas kedua adalah tenaga kesehatan yang setiap hari melakukan kontak dengan kasus Covid-19.
Sementara, prioritas kedua berbasis kewilayahan.
Misalnya, jika di dalam suatu wilayah terdapat puskesmas yang menangani pasien Covid-19 dalam jumlah cukup banyak, maka masyarakat yang melakukan kunjungan ke puskesmas tersebut akan ditelusuri untuk kemudian menjalani rapid test.
Adapun dari segi metode pengetesan, Yuri menambahkan, yang diperiksa di Indonesia adalah antibodi seseorang berbasis virologi.
"Sementara yang dipakai di Korea itu antigennya," kata dia.
"Kalau kita pakai respons dari tubuh terhadap keberadaan virus yang ditandai dengan munculnya imunoglobulin. Sehingga, butuh proses dan waktu," ujarnya.
Kendati pada suatu rapid test hasil pemeriksaan menyatakan negatif, namun hal itu belum tentu seseorang tidak terjangkit virus corona.
Sebab, bisa jadi antibodi seseorang belum terbentuk, sehingga hasil masih dinyatakan negatif.
Ini yang menyebabkan pemerintah masih menyatakan kasus positif di Indonesia berdasarkan hasil test PCR.
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/03/12535711/rapid-test-di-indonesia-berdasarkan-tracing-beda-dengan-korea-selatan