Salin Artikel

Ada Penumpang Gelap di Omnibus Law?

Kontroversi Omnibus Law RUU Cipta Kerja atau Ciptaker (sebelumnya bernama RUU Cipta Lapangan Kerja yang kerap dijuluki RUU Cilaka) telah bergulir sejak RUU ini masih dirumuskan oleh pemerintah di bawah kendali Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Saat itu muncul berbagai kekhawatiran soal ketentuan dalam RUU Ciptaker, utamanya yang merugikan kaum buruh.

Berbagai elemen buruh pun turun ke jalan untuk menyuarakan penolakannya terhadap RUU sapu jagad ini.

Pemerintah dan DPR berupaya meredam dengan mengatakan kekhawatiran yang berkembang hanya rumor dan spekulasi mengingat draft resmi RUU Ciptaker belum dirilis.

Omnibus Law Ciptaker sendiri digadang-gadang pemerintah sebagai terobosan hukum untuk mengatasi obesitas regulasi yang tumpang tindih, mulai dari undang-undang hingga peraturan daerah, yang selama ini menghambat masuknya investasi.

Omnibus Law Ciptaker dinilai sebagai cara yang cepat dan tepat untuk mendongkrak investasi, yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya membuka lapangan kerja.

Tanpa RUU Ciptaker, Indonesia dinilai tak akan bisa keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah. Pertumbuhan ekonomi tak akan mampu melampaui 5%. Penciptaan lapangan kerja di bawah 2,5 juta per tahun sehingga penggangguran membengkak. Pendapatan per kapita pun tak akan beranjak jauh (saat ini Rp 4,6 juta per bulan).

Dengan RUU Ciptaker, diharapkan terjadi perubahan struktur ekonomi yang akan mengerakkan semua sektor.

Pertumbuhan investasi 6,6 – 7% akan tercapai (saat ini 5,3%). Pertumbuhan ekonomi mencapai 5,7 – 6%. Penciptaan lapangan kerja sebanyak 2,7 – 3 juta per tahun.

Pendapatan per kapita pun akan melesat menjadi Rp 6,8 – 7 juta per bulan. Kondisi ini dibutuhkan menuju Indonesia negara maju pada 2045.

Rabu (12/2/2020), pemerintah secara resmi menyerahkan Surat Presiden (Surpres) dan draft Omnibus Law RUU Cipaker kepada DPR. Draft RUU yang selama ini ditutup rapat oleh pemerintah akhirnya dibuka dan bisa diakses publik.

Polemik

Bukannya meredam kehawatiran yang ada, dirilisnya draft resmi RUU Ciptaker justru semakin menyulut polemik. Kaum buruh tetap bergejolak karena merasa dirugikan.

Di luar itu, kemunculan sejumlah pasal lainnya dalam RUU tersebut memicu kontroversi baru. Utamanya Pasal 170 ayat 1-3 yang mengatur kewenangan pemerintah pusat untuk mengubah ketentuan undang-undang melalui peraturan pemerintah (PP).

Padahal, secara hierarki peraturan sebagaimana diatur UU No.12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, PP berada di bawah UU dan karenanya PP tidak bisa mengubah UU.

Pemerintah seakan lepas tangan soal kemunculan Pasal 170. Sejumlah alasan pun dikemukakan. Para menteri mengatakan karena salah ketik.

Sementara Istana, melalui Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono, menyatakan kemunculan Pasal 170 sebagai salah konsep atau misunderstood instruction (instruksi yang salah dimengerti) oleh para drafter.

Pasal 170 bagaikan siluman. Tiada yang menginginkan. Pun tiada yang tahu bagaimana bisa muncul.

Alasan salah ketik sulit diterima secara logika. Ini mengingat ketentuan Pasal 170 diformulasikan secara terstruktur dan sistematis dalam tiga ayat. Mungkinkah salah ketik menghasilkan formulasi seperti ini?

Penumpang gelap

Melihat gelagat ini, tak heran muncul spekulasi soal penumpang gelap dalam penyusunan draft Ombinus Law RUU Ciptaker yang memang berlangsung tertutup.

Omnibus Law ditengarai telah disusupi para penumpang gelap dengan agenda kepentingan yang masuk di berbagai pasal (A Praseyantoko dalam Analisis Ekonomi di Harian Kompas 25 Februari 2020).

Sementara itu, pemerintah menganggap polemik Pasal 170 sebagai hal yang tidak perlu dibesar-besarkan, dan mengharapkan revisi akan terjadi pada proses pembahasan di DPR.

Sejumlah pasal lainnya di RUU Cipta Kerja tak kalah menyulut kontroversi.

Pasal 166 Ayat 3, misalnya, mengubah ketentuan Pasal 251 UU No.9/2015 tentang Pemerintahan Daerah sehingga Peraturan Presiden (Perpres) bisa mencabut peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.

Padahal, kewenangan pemerintah pusat tersebut telah dikubur oleh Mahkamah Konstitusi pada Juni 2017.

Keberadaan penumpang gelap dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja akan dibahas dalam talkshow Satu Meja The Forum, Rabu (26/2), yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 20.00 WIB.

Apakah kepentingan nasional yang menjadi tujuan Omnibus Law RUU Cipta Kerja disabotase para penumpang gelap?

https://nasional.kompas.com/read/2020/02/26/08362471/ada-penumpang-gelap-di-omnibus-law

Terkini Lainnya

Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Nasional
Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Nasional
Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Nasional
Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Nasional
Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Nasional
Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Nasional
KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

Nasional
Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Nasional
Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Nasional
56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke