Salin Artikel

Sidang Perdana, Agus Rahardjo dkk Minta MK Nyatakan UU KPK Bertentangan dengan UUD 1945

Pemohon dalam perkara ini adalah Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Laode M Syarief dan Saut Sitomorang, bersama 10 orang pegiat antikorupsi.

Dalam permohonannya, Pemohon mempersoalkan prosedur pembentukan revisi UU KPK yang dilakukan pemerintah dan DPR pada pertengahan September 2019.

"Satu hal menarik dalam pembentukan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 ini adalah tidak terpenuhinya kuorum saat kemudian rapat sidang paripurna mengenai undang-undang ini," kata Kuasa Hukum pemohon, Feri Amsari, dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2019).

Dalam catatan Pemohon, setidaknya, ada sekitar 180 anggota DPR yang tidak hadir sidang paripurna dan menitipkan absennya.

Sehingga, seolah-olah ada 287 hingga 289 anggota DPR yang hadir dan memenuhi kuorum, padahal secara fisik mereka tidak ada.

Dalam ketentuan tata tertib DPR dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, disebutkan bahwa kata "dihadiri" merujuk pada kehadiran secara fisik.

Sehingga, jika secara fisik tidak ada, maka tidak bisa disebut hadir.

"Oleh karena itu, kami merasa tindakan anggota DPR membiarkan titip absen itu merusak segala prosedural pembentukan perundang-undangan, sehingga aspirasi publik yang semestinya terwakili dari kehadiran mereka, menjadi terabaikan," ujar Feri.

Tidak hanya itu, Pemohon juga mempersoalkan tidak adanya perwakilan KPK yang diikutsertakan dalam pembahasan revisi UU KPK.

Padahal, KPK merupakan bagian dari eksekutif dan lembaga yang berkaitan dengan pokok-pokok revisi undang-undang.

Pemerintah melalui surat presiden (surpres) tentang revisi UU KPK saat itu hanya mengirimkan dua perwakilan pemerintah, yaitu Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

"Menurut kami tidak salah dikirim dua ini, hanya semestinya juga dilibatkan KPK. Karena bagian dari eksekutif dan berkaitan langsung," kata Feri.

Atas hal-hal tersebut, Pemohon meminta MK menunda pemberlakuan UU KPK hasil revisi.

Pemohon juga meminta MK menyatakan UU Nomor 19 Tahun 2019 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai hukum yang mengikat.

Tidak hanya itu, Agus Rahardjo dan kawan-kawan juga meminta MK menyatakan UU KPK hasil revisi cacat formil dan cacat prosedural sehingga aturan dimaksud tidak dapat diberlakukan dan batal demi hukum.

"Dalam pokok permohonan mahkamah menjatuhkan, mengabulkan, permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Feri, yang juga pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas.

Untuk diketahui, Agus Rahardjo, Laode M Syarief, hingga Saut Situmorang mengajukan gugatan UU KPK hasil revisi ke MK, 20 November 2019.

Selain ketiga nama pimpinan KPK itu, uji materi juga dimohonkan sepuluh pegiat antikorupsi, antara lain eks pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas dan Mochamad Jasin serta beberapa nama lain, yaitu Betty Alisjahbana, Ismid Hadad, dan Tini Hadad.

Pemohon didampingi oleh 39 pengacara yang juga pegiat antikorupsi dari berbagai kalangan.

https://nasional.kompas.com/read/2019/12/09/17092311/sidang-perdana-agus-rahardjo-dkk-minta-mk-nyatakan-uu-kpk-bertentangan

Terkini Lainnya

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke