Salin Artikel

Negara, Aparat dan Ormas Berperan atas Pembatasan Kebebasan Berkumpul

Khusus negara, pembatasan kebebasan berkumpul tersebut seringkali dilakukan melalui penciptaan ketakutan semu. Misalnya dengan memunculkan kembali isu bahaya laten komunisme.

"Ini realitas. Contohnya negara masih sering menciptakan ketakutan berlebihan. Kita ingat empat tahun terakhir ini isu kebangkitan komunisme seolah dihidupkan lagi," ujar Yati dalam konferensi pers di Kantor Kontras, Kwitang, Jakarta Pusat, Jumat (6/12/2019).

Dengan demikian muncul persepsi yang berkembang di masyarakat bahwa setiap pertemuan dan diskusi membahas komunisme atau peristiwa 1965, harus segera diantisipasi.

"Sehingga nanti seolah ada kesepakatan secara tidak sadar masyarakat akan melakukan pembubaran (terhadap pertemuan atau diskusi itu). Padahal, kalau kita telusuri isu bangkitnya komunisme ini masih terlalu prematur untuk dijadikan justifikasi," tutur Yati.

Sementara, peran aparat keamanan, yakni TNI-Polri dalam membatasi kebebasan berkumpul seringkali dilakukan secara langsung dan tidak langsung.

Pembatasan secara langsung, misalnya dengan tak memberikan izin keramaian atau lewat pembubaran yang dilakukan aparat.

Pembatasan secara tidak langsung, misalnya pembiaran terhadap organisasi masyarakat tertentu yang melakukan tindakan persekusi, yakni dengan memberhentikan pertemuan, diskusi atau kegiatan sebuah kelompok.

"Dalam kondisi ini, ada hubungan simbisosis mutualisme di antara ormas dengan aparat keamanan. Mengapa bisa demikian? Tentu ada penyebabnya, " tutur Yati.

Salah satunya, karena pemahaman aparat keamanan soal azas kebebasan berkumpul yang masih rendah.

Kontras pernah mewawancara langsung dengan aparat keamanan. Hasil wawancara menunjukkan hal itu.

Aparat seringkali menggunakan kerangka berpikir mayoritas dan minoritas dalam menghadapi tekanan akan kebebasan berkumpul.

"Karena perspektif yang dibangun ini adalah kerangka mayoritas dan minoritas. Jika seperti ini terus, kondisi kebebasan berserikat dan berkumpul itu tetap tidak akan mengalami perubahan," lanjut dia.

Catatan Kontras menunjukkan, terjadi sebanyak 1.056 peristiwa pembatasan kegiatan berkumpul di muka umum sejak 2015 hingga 2018.

Data itu berasal dari 34 provinsi di Indonesia yang dikumpulkan dengan sejumlah metode, yakni pemantauan media, turun langsung ke daerah (Jawa Barat, Yogyakarta dan Papua) dan pemantauan lewat jejaring yang ada di daerah.

"Sejak 2015-2018, ada 1.056 peristiwa terkait pembatasan kebebasan berkumpul secara damai. Peristiwa tersebut menyangkut beberapa isu," ujar Yati dalam konferensi pers di Kantor Kontras, Kwitang, Jakarta Pusat, Jumat.

Isu yang dimaksud yakni kebebasan berkeyakinan, utamanya untuk pemeluk agama minoritas.

Kemudian kegiatan berkumpul untuk mendiskusikan isu yang berhubungan komunisme dan marxisme.

Ketiga, kegiatan berkumpul oleh kelompok rentan, dalam hal ini LGBT.

Keempat, kegiatan atau ekspresi masyarakat terkait isu Papua.

"Kontras menyadari angka ini masih merupakan yang terdokumentasi. Masih terbuka peluang jumlah ini lebih sedikit atau diperkirakan melebihi jumlah yang tercatat, " ujar Yati. 

https://nasional.kompas.com/read/2019/12/06/19380751/negara-aparat-dan-ormas-berperan-atas-pembatasan-kebebasan-berkumpul

Terkini Lainnya

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

Nasional
Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Nasional
Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke