Salin Artikel

Jelang Munas, Golkar Diharapkan Tidak Kembali Terjebak Dualisme

Siti mengingatkan bahwa Partai Golkar pernah memiliki pengalaman perpecahan internal berkepanjangan yang mengakibatkan dualisme kepemimpinan.

"Kalau pelajaran berharganya lalu tidak dimaknai serius dalam suksesi kepemimpinan mendatang, Golkar bisa terjebak dalam konflik yang menguras energi partai, bahkan bisa setback, " ujar Siti saat dijumpai usai menjadi pewawancara calon hakim agung di Gedung Komisi Yudisial, Kamis (14/11/2019).

Sebagai akibat dari perpecahan itu, lahir beberapa partai baru seperti Partai Nasdem dan Partai Berkarya.

Sehingga, disayangkan jika persaingan memperebutkan kursi ketua umum memberikan dampak serupa.

"Jika tidak mau menjadi partai yang nantinya semakin ramping, biasakan berkontestasi yang sehat di internal," tutur Siti.

Menurut Siti, salah satu cara kontestasi sehat dengan membuka peluang kepada nama-nama yang berpotensi menjadi calon ketua umum dalam musyawarah nasional (munas) mendatang.

Sebab, salah satu bentuk kontestasi yang sehat di internal partai adalah dengan tidak saling meniadakan satu dengan lainnya.

"Artinya untuk munas akan datang sebaiknya memberikan kesempatan sama kepada kader. Kalau ada elite partai lain selain nama-nama yang ada saat ini pun tidak masalah," tuturnya.

Kontestasi internal yang sehat pun menurut dia bisa menghindari efek negatif pasca-pemilihan ketua umum.

"Belajar dari yang pengalaman yang lalu agar jangan ketika sudah terpilih ketua umum, tapi menyisakan akibat panjang. Berkompetisilah di munas dengan baik sehingga menang atau kalah sama-sama dapat diterima," ujar dia.

Sebelumnya dalan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar menyepakati munas digelar pada 3 - 5 Desember 2019 di Jakarta.

Rapimnas digelar untuk mendengar aspirasi DPD mengenai calon pimpinan Partai Golkar, yang akan dipilih melalui munas awal mendatang.

Saat rapat belum selesai, beberapa pengurus Partai Golkar lebih dulu meninggalkan tempat, salah satunya Wakil Koordinator Bidang Pratama Golkar Bambang Soesatyo.

"Dinamika di dalam sangat bagus, sangat kodusif dan saya menghargai apa yang disampaikan para ketua DPD I," ujar Bambang di Ritz Carlton, Jakarta Selatan, Kamis malam.

"Namun, seperti yang kita ketahui bahwa (rapat) malam ini hanya mewakili 34 suara, masih ada 514 suara yang dimiliki dewan pimpinan daerah (DPD) tingkat II," kata dia.

Hingga munas mendatang, peluang dukungan terhadap calon ketua umum masih terbuka lebar.

"Masih ada peluang bagi calon-calon (ketua umum) lain merebut simpati dari 514 suara yang nanti akan diputuskan di munas yang akan datang," ujar Bambang.

Dalam munas pemilihan ketua umum mendatang, pemilik hak suara adalah pengurus partai di tingkat DPD I dari 34 provinsi, DPD II dari 514 kabupaten/kota, 1 suara DPP, 1 suara dewan pembina, dan 10 organisasi sayap Partai Golkar.

Menurut Bambang, suara DPD tingkat I tidak selalu sejalan dengan tingkat II.

Sementara itu, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto melempar sinyal bahwa pemilihan ketua umum Golkar yang baru akan dilakukan secara aklamasi.

Menurut Airlangga, mekanisme aklamasi pun bagian dari demokrasi.

"Aklamasi itu bagian dari demokrasi juga," kata Airlangga saat ditemui di Ritz-Carlton, Jakarta Selatan, Kamis (14/11/2019).

Airlangga mengatakan, pemilihan ketua umum melalui aklamasi tidak sekali terjadi di internal Partai Golkar.

Sebab sebelumnya, Aburizal Bakrie juga terpilih sebagai ketua umum melalui aklamasi. Airlangga pun pada 2017 terpilih sebagai ketua umum secara aklamasi menggantikan Setya Novanto yang terjerat kasus korupsi.

https://nasional.kompas.com/read/2019/11/15/11273751/jelang-munas-golkar-diharapkan-tidak-kembali-terjebak-dualisme

Terkini Lainnya

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Nasional
SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Nasional
Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke