Menurut Laode, saat ini ada dua kasus yang menjadi perhatian khusus pemerintah.
"Apa yang disampaikan Menko Polhukam di salah satu acara yang terbuka untuk umum kemarin kami belum mengetahui kasus apa yang dimaksud. Sejauh ini memang ada dua kasus yang menjadi concern Presiden dan sejumlah pihak, sudah kami tangani," ujar Laode dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (12/11/2019).
Meski demikian, KPK mengakui bahwa penanganan kasus itu membutuhkan waktu. Sebab, ada faktor kompleksitas perkara dan perolehan bukti.
Laode kemudian menjelaskan dua kasus yang dimaksud.
Pertama, kasus pembelian heli AW-101. Laode menyebutkan, penanganan kasus ini perlu kerja sama yang kuat antara KPK dan POM TNI.
"KPK menangani satu orang pihak swasta, sedangkan POM TNI menangani tersangka dengan latar belakang militer," ungkap Laode.
Saat ini, KPK sedang menunggu hasil audit kerugian keuangan negara yang sedang dihitung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Laode menegaskan, kasus ini sangat tergantung pada keterbukaan dan kesungguhan TNI.
"Khusus untuk kasus ini, kami mengharapkan dukungan penuh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menko Polhukam. Karena kasusnya sebenarnya tidak susah kalau ada kemauan dari TNI dan BPK," tutur Laode.
Kedua, kasus Pertamina Energy Service Pte Ltd (PES).
"Perkara ini sedang dalam proses penyidikan oleh KPK," lanjut Laode.
Dia menjelaskan, satu orang tersangka telah ditetapkan terkait kasus ini.
"Dalam perkara ini, kami membutuhkan penelusuran bukti lintas negara sehingga perlu kerja sama internasional yang kuat," ungkapnya.
Menurut Laode, kasus ini melibatkan beberapa negara, yakni Thailand, Uni Emirat Arab, Singapura, dan British Virgin Island.
Sayangnya, kata dia, hanya dua negara yang mau membantu, sedangkan dua negara lain tidak kooperatif.
"Kesulitan lain karena kasus ini melibatkan sejumlah ‘perusahaan cangkang’ di beberapa negara ‘save heaven’, seperti British Virgin Island, " ujar Laode.
Dengan demikian, KPK berharap semua pihak dapat mendukung penanganan perkara tersebut.
"Lebih dari itu, perlu dipahami, penanganan perkara korupsi tentu harus didasarkan pada alat bukti. Dan kemampuan memperoleh alat bukti sangat dipengaruhi oleh kewenangan yang diberikan UU serta sikap koperatif pihak-pihak yang dipanggil KPK," tambah Laode.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengungkapkan, Presiden Jokowi pernah menyampaikan laporan kepada KPK.
Namun, kasusnya tak kunjung diungkap. Hal itu disampaikan Mahfud saat bertemu para tokoh masyarakat di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (11/11/2019).
Mulanya Mahfud menceritakan mengenai keinginan Presiden untuk menguatkan penegakan hukum di Indonesia, salah satunya menyelesaikan kasus-kasus korupsi besar.
Mahfud mengatakan, Presiden pernah menyampaikan laporan ke KPK agar kasus-kasus besar diproses.
"Presiden menunjukkan, menyampaikan laporan ke KPK, ini, ini, ini (kasusnya), tapi enggak terungkap," kata Mahfud.
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/12/13104161/kpk-respons-mahfud-md-soal-kasus-korupsi-besar-yang-tak-terungkap