Salin Artikel

Pleidoi Markus Nari: Saya Mohon Hakim Tak Ragu Bebaskan Saya

Hal itu disampaikan Markus saat membaca nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (4/11/2019).

"Saya memohon kepada majelis hakim untuk dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya kepada diri saya dengan melihat fakta persidangan secara keseluruhan dengan tidak hanya berpegang pada satu atau dua kesaksian yang membuat hilangnya keadilan tersebut," kata Markus.

"Dan oleh karena itu, saya mohon kepada majelis hakim agar tidak ragu untuk membebaskan saya seperti azas hukum lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah," sambung dia.

Markus pun membantah sejumlah poin dakwaan terkait dirinya.

Ia mencontohkan dugaan penerimaan uang senilai Rp 4 miliar dari eks pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Sugiharto.

Dalam persidangannya, kata Markus, Sugiharto mengaku menyerahkan uang senilai Rp 4 miliar ke Markus di sebuah kawasan gedung kosong di daerah Senayan.

Sugiharto mengaku mendapatkan informasi nilai uang itu dari pengusaha Andi Agustinus alias Andi Naragong.

Namun, Markus merujuk pada keterangan Andi di persidangan yang menyebutkan, tidak pernah menyerahkan uang senilai Rp 4 miliar lewat Sugiharto.

Markus mengklaim keterangan mantan Direktur Utama PT Quadra Solutions, Anang Sugiana Sudihardjo.
Pada intinya, Anang mengatakan tidak pernah memberikan uang ke Sugiharto yang diperuntukan bagi anggota DPR.

Markus juga membantah pernah menerima uang sebesar 500.000 dollar Amerika Serikat dari keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo terkait urusan e-KTP ini.

Selain itu, Markus membantah menekan koleganya sesama anggota Komisi II saat itu, Miryam S Haryani untuk tak menyebut namanya sebagai penerima aliran dana e-KTP di persidangan.

Markus juga membantah berupaya membujuk Sugiharto untuk tidak menyebut namanya dalam persidangan kasus e-KTP.

Oleh karena itu, ia optimistis majelis hakim bisa membebaskan dirinya.

"Saya yakin yang mulia majelis hakim merupakan perpanjangan tangan Tuhan di dunia, hal mana majelis hakim dalam setiap memutuskan suatu perkara pertanggungjawabannya langsung kepada Tuhan," ujar Markus.

"Ditambah dengan integritas yang dimiliki dalam hal memberikan putusan akan selalu mengedepankan keadilan," sambung dia.

Markus sebelumnya didakwa atas dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis elektronik atau e-KTP. Ia juga didakwa merintangi proses peradilan kasus e-KTP.

Dalam dua dakwaan ini, Markus dituntut 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Jaksa juga menuntut majelis hakim agar menjatuhkan pidana tambahan uang pengganti ke Markus sebesar 900.000 dollar Amerika Serikat (AS) selambat-lambatnya 1 bulan sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

Selain itu, jaksa juga menuntut agar hak politik Markus dicabut selama 5 tahun sejak ia selesai menjalani masa pidana pokoknya.

Markus dianggap jaksa terbukti memperkaya diri sebesar 900.000 dollar Amerika Serikat (AS) dalam pengadaan proyek e-KTP.

Menurut jaksa, Markus bersama pihak lainnya dan sejumlah perusahaan yang ikut dalam konsorsium pemenang pekerjaan paket e-KTP juga dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,31 triliun.

Menurut jaksa, Markus ikut berperan memengaruhi proses penganggaran dan pengadaan paket penerapan e-KTP secara nasional tahun anggaran 2011-2013.

Jaksa mengatakan, aliran uang untuk Markus sebenarnya merupakan bagian dari keuangan negara yang seharusnya digunakan untuk membiayai proyek e-KTP tersebut.

Markus juga dinilai terbukti merintangi pemeriksaan mantan anggota Komisi II Miryam S Haryani dan merintangi pemeriksaan terdakwa mantan pejabat Kemendagri Sugiharto di persidangan kasus e-KTP. 

https://nasional.kompas.com/read/2019/11/04/20444001/pleidoi-markus-nari-saya-mohon-hakim-tak-ragu-bebaskan-saya

Terkini Lainnya

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke