Presiden jokowi telah memastikan tidak akan menerbitkan perppu untuk membatalkan UU KPK hasil revisi.
Masyarakat menolak UU KPK hasil revisi karena disusun secara terburu-buru tanpa melibatkan publik dan unsur pimpinan KPK.
Sejumlah substansi undang-undang dinilai mengandung pasal yang dapat melemahkan kerja KPK.
Misalnya, status KPK sebagai lembaga negara dan pegawai KPK yang berstatus ASN dinilai dapat mengganggu independensi.
Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas juga bisa mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.
Kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.
Kendati demikian, Presiden Jokowi memastikan tidak akan menerbitkan perppu untuk membatalkan UU KPK hasil revisi. Presiden beralasan ingin menghormati proses uji materi UU KPK yang tengah berjalan di Mahkamah Konsitusi.
"Kita melihat, masih ada proses uji materi di MK. Kita harus hargai proses seperti itu," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/11/2019).
"Jangan ada uji materi ditimpa dengan keputusan yang lain. Saya kira, kita harus tahu sopan santun dalam ketatanegaraan," lanjut dia.
Alasan Tidak Tepat
Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menilai, alasan Presiden Jokowi tersebut tidak tepat. Menurut Feri, sekalipun sebuah undang-undang tengah diuji materi, Presiden tetap berwenang untuk menerbitkan perppu.
"Bisa (Presiden) mengeluarkan Perppu terus kemudian membatalkan UU KPK. Jadi sebenarnya tidak tepat alasan tidak mengeluarkan Perppu karena menghormati proses uji materi di MK," kata Feri kepada Kompas.com, Jumat (1/11/2019).
Feri berpandangan, alasan uji materi UU KPK sengaja digunakan karena Jokowi tengah berlindung dari tuntutan publik atas Perppu.
Hal ini, kata dia, sekaligus menunjukkan bahwa Jokowi sedari awal menyetujui revisi terhadap UU KPK.
Sebab, jika Jokowi punya niatan untuk membatalkan revisi UU KPK, akan lebih efektif jika Perppu segera dikeluarkan.
"Jadi bagi saya Pak Jokowi mencoba berlindung dari proses yang sedang berjalan di MK agar publik tidak marah pada dirinya. Padahal proses yang ada di MK bisa diselesaikan Pak Jokowi dalam waktu yang lebih cepat yakni dengan mengeluarkan Perppu," ujar Feri.
Sulit Ambil Keputusan
Sementara itu, Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow berpendapat, alasan Presiden Joko Widodo tak menerbitkan Perppu KPK disebabkan tekanan dari partai politik pendukungnya di parlemen.
"Kalau alasan Presiden (tidak keluarkan Perppu) karena sedang ada uji materi yang berlangsung, ya boleh saja," kata Jeirry kepada Kompas.com, Jumat (1/11/2019).
"Tapi ini memang alasan politik yang dikemukakan karena Presiden sedang agak sulit mengambil keputusan di tengah tuntutan partai agar UU KPK tetap seperti sekarang (hasil revisi)," lanjut dia.
Jeirry menyayangkan hal itu. Semestinya Presiden dapat keluar dari tekanan parpol.
Akibat Presiden Jokowi tunduk pada kepentingan parpol, harapan masyarakat, khususnya para pegiat antikorupsi, terhadap pemberantasan korupsi menjadi pupus.
Meski demikian, pernyataan Jokowi membuka peluang Perppu akan diterbitkan apabila MK memutuskan menolak uji materi atas UU KPK itu.
"Alasan yang dibangun ada proses uji materi di MK, kita tunggu saja. Kalau putusan MK tetap pada menyetujui revisi, sebetulnya secara hukum masih bisa kita harapkan pada perppu," kata Jeirry.
Hal senada diungkapkan oleh Feri Amsari. Feri berpandangan, sikap Presiden Jokowi semakin menunjukkan bahwa Presiden telah berada dalam barisan partai-partai politik yang ingin melemahkan KPK.
"Saya pikir jokowi memperjelas posisinya di mata publik, Jokowi telah memilih berada bersama partai-partai politik untuk merusak KPK," kata Feri.
Feri juga menilai Presiden Jokowi mempunyai kepentingan dalam revisi UU KPK. Salah satunya adalah dengan proses pemilihan Dewan Pengawas KPK yang ditunjuk langsung khusus pada periode ini.
Menurut Feri, hal itu akan dimanfaatkan Jokowi untuk bisa mempengaruhi proses dan kinerja KPK.
"Revisi undang-undang KPK ini jelas berisi pasal-pasal yang menguntungkan Jokowi dan bagi saya di sana memang Jokowi akan sangat dominan dalam menentukan KPK di masa depan," ujar Feri.
Dukungan Parpol
Meski menuai kritik dari masyarakat sipil, sikap Presiden Jokowi itu justru mendapatkan dukungan dari sejumlah anggota parpol pendukungnya di DPR.
Anggota Komisi III dari Fraksi PPP Arsul Sani menyatakan sepakat dengan alasan presiden yang memilih menghormati proses uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Selain itu, kata dia, tidak ada faktor kegentingan memaksa yang menjadi landasan agar presiden mengeluarkan Perppu.
"Maka, tidak ada alasan kegentingan memaksa yang menjadi landasan untuk pengeluaran Perpu menurut UUD 1945," ujar Arsul.
Arsul mengatakan, sejak berlaku, UU KPK yang baru tidak melumpuhkan pekerjaan KPK. Lembaga antirasuah itu, kata dia, masih bisa melakukan penindakan terhadap kasus korupsi.
"Jadi, fakta bahwa KPK akan lumpuh atau bahkan mati langkah dalam kerja-kerja pemberantasan korupsinya, itu hanya bayangan-bayangan yang tidak menjadi kenyataan," tuturnya.
Arsul menyarankan, semua pihak melihat bagaimana KPK bekerja berdasarkan UU KPK hasil revisi, termasuk usai presiden membentuk Dewan Pengawas.
"Seyogyanya semua pihak melihat lebih dulu bagaimana KPK berjalan menurut UU yang baru, termasuk melihat bagaimana setelah Dewan Pengawas terbentuk," pungkas Arsul.
Secara terpisah, Anggota Komisi III dari Fraksi PDI-P Masinton Pasaribu menilai Presiden Jokowi telah mengambil langkah yang tepat dengan tidak menerbitkan Perppu KPK.
"Sikap Presiden sudah tepat dengan tidak menerbitkan Perpu terhadap UU No. 30 Tahun 2002 yang telah direvisi menjadi UU No. 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ujar Masinton kepada Kompas.com, Sabtu (2/11/2019).
Masinton mengapresiasi sikap Presiden Jokowi yang menghormati sistem ketatanegaraan dan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut dia, semua pihak harus menghormati proses konstitusional yang sedang berlangsung di MK.
"Biarkan hakim-hakim konstitusi di MK berkhidmat dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya memproses dan memutus gugatan atau uji materi yang dilakukan warga negara terhadap revisi UU KPK, tanpa ada tekanan dari pihak manapun, termasuk oleh KPK yang bertugas menjalankan Undang-undang," kata Masinton.
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/02/11074751/pupusnya-harapan-publik-terhadap-presiden-jokowi-soal-perppu-kpk