Ia menilai, jika kursi Ketua DPR sudah diduduki partai koalisi pemerintah, seyogianya kursi Ketua MPR diduduki partai nonkoalisi pemerintah.
"Saya kira ini negara besar harus dikelola bersama-sama dari eksponen dan kekuatan politik yang juga memiliki kontribusi terhadap demokrasi terhadap proses bernegara. Saya kira juga kebersamaan itu juga harus jadi cita-cita di dalam," kata Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/10/2019).
Saat ditanya apakah Gerindra sudah melobi partai-partai lain agar sepakat mengusung dan memenangkan dirinya, ia mengaku baru bertemu calon Ketua MPR dari Golkar Bambang Soesatyo.
Namun, Muzani tak gamblang menjelaskan isi pertemuan dengan Bambang. "Cuma salaman," ujarnya.
Meski demikian, Muzani mengingatkan DPR dan MPR terdahulu memiliki sejarah perpaduan antara partai koalisi dan oposisi.
Hal itu dapat dilihat pada masa kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) periode kedua dimana kursi Ketua DPR diduduki Marzuki Alie dari Demokrat dan kursi Ketua MPR diduduki Taufik Kiemas dari PDI-P.
"Paling tidak kan ada sejarah Pak Taufik Kiemas, ada Pak Zulhas," lanjut dia.
Diberitakan, seluruh anggota DPR dan DPD, Rabu ini akan menggelar sidang paripurna untuk memilih pimpinan MPR.
Selain Muzani, politikus Golkar Bambang Soesatyo diketahui juga berniat untuk maju sebagai pimpinan MPR.
Berdasarkan Undang-Undang MPR, DPR, dan DPD (MD3) yang baru direvisi, pimpinan MPR berjumlah 10 orang. Jumlah itu terdiri dari perwakilan 9 fraksi dan satu unsur DPD.
Artinya, setiap fraksi akan mendapat jatah kursi pimpinan. Setiap fraksi akan menyerahkan nama anggotanya yang akan diusulkan menjadi pimpinan MPR. Setelah itu, akan dipilih satu orang menjadi Ketua MPR
https://nasional.kompas.com/read/2019/10/02/17370201/gerindra-berharap-kursi-ketua-mpr-diisi-parpol-non-pemerintah